All Chapters of Legenda Dewa Nusantara: Perang Dua Benua: Chapter 91 - Chapter 100

150 Chapters

Bab 91: Serangan Tanpa Henti

Sayap pertahanan Pasukan Kerajaan Langit Timur, yang dipimpin oleh Ki Joko Tingkir, kini berada dalam posisi terjepit. Bala Petir Dirgantara, yang dipimpin oleh Komandan Arya Wisesa, serta kekuatan fisik dahsyat dari Panglima Senopati Bima, perlahan-lahan menghancurkan setiap lapisan pertahanan mereka. Badai petir, dentuman kapak raksasa, serta ribuan prajurit musuh yang terus menerjang, membuat pasukan Ki Joko Tingkir mulai kewalahan."Serangan mereka terlalu kuat! Kita tidak bisa menahan lebih lama lagi!" salah seorang kapten berteriak dengan suara panik.Ki Joko Tingkir berdiri kokoh di tengah-tengah pasukan, wajahnya tenang meskipun situasi semakin buruk. "Bertahan! Jangan biarkan mereka menerobos lebih jauh!" Suaranya tegas dan penuh semangat. Meskipun pasukannya mulai kehilangan moral, Ki Joko Tingkir tetap berusaha menahan mereka agar tidak goyah.Di kejauhan, Komandan Arya Wisesa tampak puas melihat efek serangannya. "Bawa badai lebih kuat lagi! Hancurka
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

Bab 92: Penyusupan Berisiko

Malam mulai merangkak naik, suasana di perkemahan Pasukan Kerajaan Langit Timur semakin mencekam. Setelah dua hari peperangan yang melelahkan, seluruh pasukan beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga, meski ancaman dari musuh masih terasa begitu dekat. Gema duduk di dekat api unggun, memandang jauh ke arah perbatasan musuh yang tampak seperti bayangan kelam di kejauhan. Pikirannya berputar dengan cepat, mencari cara untuk membalikkan keadaan."Ki Joko," Gema memanggil pelan. "Aku punya ide."Ki Joko Tingkir menoleh, pandangannya penuh rasa ingin tahu. "Apa yang ada di pikiranmu, Gema?""Kita tidak bisa terus bertahan seperti ini. Musuh terlalu kuat, dan jika terus berlanjut, pasukan kita akan habis. Aku berpikir... bagaimana kalau kita melakukan penyusupan? Jika aku bisa menyusup ke perkemahan musuh dan membunuh salah satu dari pemimpin mereka, mungkin kita bisa melemahkan moral mereka dan membuat pasukan musuh mundur."Wajah Ki Joko berubah tegang. "
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

Bab 93: Pembantaian Tanpa Suara

Malam semakin pekat saat Gema dan tim kecilnya mulai bergerak menuju bagian terluar dari perkemahan musuh. Pepohonan di sekitar mereka berdesir lembut, seakan mendukung langkah-langkah senyap yang mereka lakukan. Gema memimpin di depan, tubuhnya bergerak dengan kelincahan seorang assassin terlatih. Mata tajamnya memantau setiap celah, memastikan mereka tetap tak terlihat.Di belakangnya, lima prajurit yang telah dipilihnya dengan cermat mengikuti tanpa suara. Mereka adalah yang terbaik dalam menyusup dan melakukan pembunuhan senyap, sama seperti Gema yang telah berlatih keras untuk misi ini. Napas mereka hampir tak terdengar, hanya samar-samar terserap oleh hutan yang gelap.Gema memberi isyarat dengan tangan kanannya, lalu berhenti di balik semak belukar yang menghadap ke salah satu pos penjagaan musuh. Di sana, beberapa prajurit Bala Petir Dirgantara sedang berjaga-jaga, namun mereka tampak lengah. Mereka tidak menyadari bahaya yang tengah mengintai dari bayangan.
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

Bab 94: Pertarungan Besar Senopati Bima

Gema dan pasukan kecilnya akhirnya berhasil menyelinap mendekati pusat perkemahan musuh, di mana tenda besar milik Panglima Senopati Bima berdiri megah di tengah-tengah. Cahaya obor menerangi sekeliling tenda itu, memperlihatkan deretan prajurit bersenjata lengkap yang berjaga-jaga. Hawa ketegangan semakin kuat terasa."Kita harus bertindak cepat," bisik salah satu prajurit Gema.Gema mengangguk setuju. Dia tahu waktu mereka semakin sempit. Jika tidak segera bertindak, musuh akan menyadari bahwa pasukan penyusup mereka sudah dekat dengan pemimpinnya."Kita serang dari dua sisi," bisik Gema tegas. "Kalian dari sebelah kanan, aku akan menyerang dari kiri. Fokus pada panglima. Jika kita bisa melumpuhkannya, pasukan musuh akan goyah."Mereka semua mengangguk setuju, lalu mulai bergerak dalam keheningan. Gema, dengan tombak Bumi Nusantara di tangannya, menyelinap dengan penuh kehati-hatian, setiap langkah diambil dengan presisi. Hawa malam yang dingin membuat
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

Bab 95: Gema Melawan Panglima Senopati Bima

Gema dan Panglima Senopati Bima berdiri berhadapan di tengah-tengah medan pertempuran yang penuh dengan serpihan tanah dan debu. Bima, dengan Kapak Bumi Raksasa di tangannya, berdiri kokoh, sedangkan Gema, dengan tombak Bumi Nusantara bergetar di genggamannya, tampak tak kenal lelah meskipun tubuhnya sudah dipenuhi luka."Ini adalah akhir darimu, bocah!" geram Bima, suaranya bergemuruh seperti gunung yang hendak runtuh. Dia mengangkat kapaknya tinggi-tinggi, siap menghantamkan serangan terakhir yang akan mengakhiri hidup Gema.Namun, Gema tidak gentar. "Kita lihat siapa yang bertahan lebih lama!" Gema mengerahkan seluruh kekuatan dalam tubuhnya. Medali Nusantara di dadanya mulai bersinar terang, seolah merespons tekad yang membara di dalam hatinya."Gempa Bumi Bima!" Bima menghantamkan kapaknya ke tanah dengan penuh kekuatan. Tanah di sekeliling mereka pecah, retakan besar terbentuk dan gempa kecil mengguncang seluruh medan pertempuran. Batu-batu besar meloncat
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

Bab 96: Amarah Komandan Arya Wisesa

Dari kejauhan, kilatan petir di langit menyambut kedatangan Komandan Arya Wisesa. Matanya menyala merah, memantulkan kebencian yang berkobar. Saat dia melihat sosok besar Panglima Bima terbaring tak bergerak di tanah, darahnya mendidih. Bima, sahabat terdekatnya, yang bersamanya sejak awal, kini tergeletak tak berdaya di tangan bocah kecil yang berani melawan kekuatan Bala Petir Dirgantara."Bima... tidak...!" raung Arya, suaranya menggelegar seperti petir yang menghantam bumi. Suaranya mengguncang medan pertempuran, membuat semua prajurit di sekitar mereka berhenti, memperhatikan amukan komandan yang tak tertahankan.Gema, yang masih terengah-engah setelah pertarungannya dengan Bima, mengangkat kepalanya. Dia bisa merasakan getaran mengerikan dari kekuatan Arya yang mendekat. Tubuhnya gemetar kelelahan, tenaga dalamnya sudah terkuras habis. Medali Nusantara yang biasanya berkilau terang kini tampak redup di dadanya. Tidak ada lagi energi yang bisa dia panggil.
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

Bab 97: Ki Joko Tingkir vs Arya Wisesa

Ki Joko Tingkir berdiri tegak di hadapan Arya Wisesa, matanya tajam dan penuh kemarahan. Di sekitarnya, Jenderal Adiwirya dan Jenderal Haryo Sudiro sudah bersiap, mengepung Arya Wisesa yang kini terpojok di medan perang. Pertarungan besar segera terjadi, dengan udara yang dipenuhi ketegangan, denting senjata, dan riuh sorak dari pasukan yang masih bertahan di sekeliling mereka."Kau sudah terlalu jauh, Arya!" seru Ki Joko Tingkir, mengayunkan Tombak Liar Mandala ke tanah. Seketika energi dari bumi memancar ke sekelilingnya, mengalir seperti gelombang yang bergerak liar. Tanah di bawah kaki Arya berguncang hebat, membuatnya harus melompat untuk menghindari gelombang pertama."Panggilan Jiwa Rimba!" teriak Ki Joko, sambil menggerakkan tangannya membentuk segel. Dari hutan di sekeliling, terdengar gemuruh keras. Tiba-tiba, dari balik pepohonan muncul segerombolan binatang buas, harimau dan serigala raksasa, semua dengan mata yang menyala penuh amarah. Mereka berlari ke ar
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

Bab 98: Pertarungan Puncak

Arya Wisesa berdiri di tengah medan perang yang kini hancur lebur. Tanah bergetar, udara dipenuhi dengan bau logam, debu, dan percikan darah. Di hadapannya, Ki Joko Tingkir, Jenderal Adiwirya, dan Jenderal Haryo Sudiro sudah bersiap untuk serangan terakhir. Arya Wisesa, yang masih mengerang kesakitan, memegang Pedang Petir Langit dengan kedua tangannya. Meski tubuhnya masih kuat, energinya mulai terkuras habis. Cahaya petir di sekitar pedangnya sudah mulai meredup.Ki Joko Tingkir menatap Arya dengan penuh tekad. "Ini adalah akhir, Arya. Kau sudah terlalu banyak mengorbankan nyawa demi ambisi gilamu."Arya tersenyum miring, darah mengalir dari sudut bibirnya. "Ambisi? Ini bukan soal ambisi, Ki Joko. Ini tentang siapa yang pantas memimpin Nusantara. Kami akan menyatukan semuanya di bawah satu bendera... dan itu bukan kerajaan kalian." Suaranya lemah, tapi tetap penuh kesombongan.Jenderal Adiwirya, yang sudah berlumuran darah dari pertarungan sebelumnya, mengambi
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

Bab 99: Kemenangan Mutlak

Dentuman pedang yang beradu dan sihir yang berkobar kini perlahan terhenti, meninggalkan hanya sisa-sisa kekacauan dan korban yang berguguran. Pasukan Kerajaan Langit Timur berdiri di tengah ladang perang, memandang medan yang penuh darah dengan campuran kemenangan dan duka.Ki Joko Tingkir berdiri di atas sebuah bukit kecil, mengawasi seluruh pasukannya yang tersisa. Para prajuritnya sedang mengumpulkan sisa-sisa pertempuran, menyelamatkan yang terluka, dan membawa pulang tubuh mereka yang gugur. Di kejauhan, bendera Pasukan Bala Petir Dirgantara dari Benua Barat yang semula berkibar dengan gagah kini hancur, robek, dan terhempas ke tanah.“Kita menang,” kata Jaka Tandingan pelan, berdiri di samping Ki Joko. Suaranya terdengar datar, tak ada euforia, tak ada kegembiraan. "Tapi, harga yang kita bayar… terlalu besar."Ki Joko mengangguk pelan. "Benar, Jaka. Setiap kemenangan dalam perang selalu meninggalkan bekas yang dalam. Namun, yang lebih p
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

Bab 100: Keheningan di Perbatasan

Setelah berhari-hari penuh darah dan kekacauan, keheningan menyelimuti perbatasan antara Benua Barat dan Kerajaan Langit Timur. Benteng terakhir dari pasukan Benua Barat yang selama ini bertahan di perbatasan telah hancur, dan sebagian wilayah yang dikuasai Benua Barat kini jatuh ke tangan pasukan Ki Joko Tingkir. Asap yang mengepul dari reruntuhan benteng dan puing-puingnya menjadi saksi bisu atas kemenangan pahit yang baru saja mereka raih.Di antara prajurit yang tengah membersihkan medan perang, Ki Joko Tingkir berdiri di tengah-tengah pasukannya. Tatapannya penuh kewaspadaan, meskipun perang di perbatasan ini sudah berakhir. Dia tahu bahwa meskipun mereka telah menang, ancaman dari Benua Barat belum sepenuhnya sirna.Jaka Tandingan, yang berdiri di samping Gema, menghela napas panjang. “Akhirnya, kita bisa sedikit tenang... untuk saat ini,” gumamnya. “Tapi ini hanya awal dari tantangan yang lebih besar, Kak Jaka. Benua Barat tidak akan menyerah s
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more
PREV
1
...
89101112
...
15
DMCA.com Protection Status