Home / Urban / Pembalasan Tuan Muda Terkuat / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Pembalasan Tuan Muda Terkuat: Chapter 61 - Chapter 70

501 Chapters

Bab 61 - Terobosan Tak Terduga

Setengah jam kemudian, Angelica masuk ke Paviliun Kejayaan bersama seorang lelaki tua. Gadis itu mengenakan pakaian olahraga merah muda yang, meski terlihat longgar, tetap tidak bisa menyembunyikan lekuk tubuhnya yang indah. Rambut panjangnya yang biasanya tergerai kini diikat tinggi dalam ekor kuda, menampakkan leher jenjangnya yang berkilau oleh keringat. Lelaki tua di sampingnya mengenakan satu set pakaian olahraga abu-abu dan sepasang sepatu hitam. Tubuhnya kurus, namun posturnya setegak pensil. Matanya yang tajam namun penuh belas kasih bersinar di bawah alisnya yang tipis, memberikan kesan bijaksana sekaligus waspada. Frederick, yang sedang merapikan beberapa tanaman obat di konter, langsung menyambut mereka dengan senyum lebar. "Ah, Killua! Lagi-lagi kau membawa Angelica berlatih hari ini," sapanya ramah. Lalu dengan nada menggoda, ia menambahkan, "Gadis usil ini pasti membuatmu repot, kan?" Angelica langsung cemberut mendengar komentar kakeknya. "Apa maksudmu, Kakek?"
last updateLast Updated : 2024-10-03
Read more

Bab 62 - Teknik Kultivasi

Frederick, menahan rasa sakit di lengannya yang masih dicengkeram Killua, berusaha memahami situasi yang terjadi. "Killua," ujarnya dengan nada penasaran, "maksudmu... apa yang tertulis di koran itu tidak biasa, kan?"Killua, yang baru menyadari kekuatan cengkeramannya, segera melepaskan tangan Frederick. Ia berdeham, berusaha menenangkan diri sebelum menjelaskan."Tidak biasa?" Killua tertawa kecil. "Bukan hanya tidak biasa, Frederick. Ini adalah teknik kultivasi dari para Dewa!"Angelica dan Frederick saling pandang, kebingungan jelas terpancar di wajah mereka.Killua melanjutkan, "Angelica dan aku telah berlatih metode kultivasi yang disebut Metode Matahari Jiwa. Aku mendapatkannya secara kebetulan saat masih muda, tapi itu hanyalah metode yang tidak lengkap."Ia berhenti sejenak, matanya menerawang jauh seolah mengingat masa lalu. "Kemudian, aku bertemu dengan seorang grandmaster hebat. Aku menghabiskan banyak uang agar dia membantuku menyempurnakan metode itu. Tapi..." Killua me
last updateLast Updated : 2024-10-03
Read more

Bab 63 - Mengunjungi Kondominium

Setibanya di apartemen Adel, Ryan disambut oleh aroma yang sangat menggoda ketika ia melangkah masuk.Wangi sup ayam dan rempah-rempah memenuhi udara, membuat perutnya langsung berkerucuk. Ia mengikuti aroma itu ke dapur, di mana pemandangan yang membuatnya tersenyum lebar menyambutnya.Adel berdiri membelakanginya, sibuk mengaduk sesuatu di kompor. Gaun rumahan yang ia kenakan memeluk lekuk tubuhnya dengan sempurna, memamerkan rasio pinggang dan pinggul yang membuat Ryan menelan ludah.'Ah, wanita sempurna,' batin Ryan. 'Cantik, pintar memasak, dan yang terpenting... punya bentuk tubuh yang wow.'Tanpa suara, Ryan menyelinap ke meja makan yang sudah penuh dengan hidangan lezat. Ia meraih garlu dan baru saja akan mencicipi sepotong ayam goreng ketika..."Ehem!" Adel berdeham keras, membuat Ryan sedikit terkejut. "Kamu dari mana saja? Datang-datang langsung nyomot makanan. Itu tidak sopan!" Ryan tersenyum seolah-olah sama sekali tidak merasa bersalah. "Hei, salahkan masakanmu yang ter
last updateLast Updated : 2024-10-03
Read more

Bab 64 - Ketidaktahuan Ryan

Tak lama setelah Ryan berkeliling rumah barunya, bel berbunyi. Ia tersenyum, menyadari bahwa ramuan obat pesanannya pasti sudah tiba. Dengan langkah ringan, ia berjalan menuju pintu depan. Namun, pemandangan yang menyambutnya di balik pintu bukanlah yang ia duga. Alih-alih kuli angkut biasa, ia mendapati tiga orang berdiri di lorong: dua orang tua dan seorang wanita muda. Masing-masing dari mereka memegang setumpuk tanaman obat, sementara lebih banyak lagi tersebar rapi di lantai. Ryan mengenali dua di antara mereka: Frederick dan cucunya, Angelica. Namun lelaki tua ketiga merupakan wajah yang tampak asing baginya. Meski begitu, Ryan bisa merasakan energi Qi dari pria itu, yang menandakan lelaki tua itu seorang praktisi bela diri tingkat tinggi. "Frederick," Ryan menyapa dengan nada geli, "jangan bilang Paviliun Kejayaan bahkan tidak bisa mengirim seorang pekerja biasa. Kenapa kalian repot-repot datang sendiri?" Frederick tersenyum canggung. "Tuan Ryan, sebenarnya kami tida
last updateLast Updated : 2024-10-03
Read more

Bab 65 - Pembagian Ranah

Ketika mereka mendengar apa yang dikatakan Ryan, mereka semua tercengang. Mata mereka melebar, mulut mereka sedikit terbuka, seolah-olah Ryan baru saja mengatakan bahwa ia bisa terbang. 'Seorang grandmaster seni bela diri yang tidak tahu arti grandmaster?' pikir mereka hampir bersamaan. 'Bagaimana mungkin?' Frederick yang pertama kali pulih dari keterkejutannya. "Tuan Ryan," ia berkata hati-hati, "bukankah Anda seorang ahli bela diri yang mampu memanipulasi energi Qi di luar tubuh?" Ryan mengangguk santai. "Ya, saya bisa melakukan itu. Memangnya kenapa?" Kali ini giliran Killua yang berbicara, suaranya penuh ketidakpercayaan. "Tapi... tapi nama-nama tingkatan ranah seharusnya selalu diajarkan kepada setiap orang yang melangkahkan kaki pertama kali pada seni bela diri! Jika Anda tidak mengerti dasar-dasarnya, bagaimana Anda bisa mencapai tingkat ini?" Ryan menggaruk kepalanya, sedikit malu. "Ah, itu. Sebenarnya, aku baru saja datang ke kota ini dari desa belum lama ini. Jadi, aku
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

Bab 66 - Tekanan Kuat

Ryan tidak menyadari bahwa dia perlahan memancarkan tekanan mengancam yang kuat saat memikirkan masalah tersebut. Aura tekanannya yang penuh penindasan telah mendinginkan suhu seluruh lantai 21 tempat kamar Ryan berada. Alhasil, Killua, Frederick, dan Angelica yang masih berada di lorong lantai 21, merasakan gelombang udara dingin menusuk tulang.Mereka saling berpandangan, merasakan udara berbahaya di sekeliling mereka. 'Aura menakutkan dan mengancam apa ini?' bisik hati mereka. 'Apakah tekanan ini datang dari Grandmaster Ryan?'"Apakah kita secara tidak sengaja menyinggung perasaannya?" Killua berbisik, wajahnya pucat.Frederick tidak dapat menahannya lagi. "Sepertinya tidak. Tapi ayo cepat pergi dari sini, sepertinya Tuan Ryan tidak dalam mood yang bagus."Killua dan Angelica mengangguk setuju. Tanpa banyak bicara, mereka bergegas turun menggunakan tangga darurat, tidak lagi berani menggunakan lift.Di dalam ruang kondominiumnya, Ryan perlahan menenangkan dirinya. Ia menatap tana
last updateLast Updated : 2024-10-04
Read more

Bab 67 - Kegaduhan di Warung Makan

Beberapa saat kemudian, Paman Wong dan Bibi Sandra melihat sekitar tujuh atau delapan pria datang dari ujung jalan. Wajah mereka langsung pucat begitu melihat pria-pria itu dan mulai menutup kios dengan panik. "Nak, aku akan membungkus sisa makanan untukmu. Pergilah sekarang juga! Pergilah!" Bibi Sandra berlari ke arah Ryan dan berkata dengan nada berbisik, ketakutan jelas terlihat di matanya. Ryan tetap tidak bergerak, malah melanjutkan makannya dengan santai. "Mengapa aku harus pergi?" tanyanya dengan nada tenang. Bibi Sandra menatapnya dengan tatapan memohon. "Nak, kamu masih muda. Mungkin kamu masih belum mengerti aturan tertentu, tapi semuanya tidak akan berakhir baik jika kamu tidak segera pergi... Aku mohon padamu... Oke?" Suara Bibi Sandra mulai bergetar, membuat Ryan akhirnya menoleh ke arahnya. Namun, sebelum ia sempat menjawab, suara keras terdengar di samping telinganya! Ryan menoleh cepat dan melihat sekelompok pria bertubuh kekar yang mengenakan singlet hitam sudah
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

Bab 68 - Kegaduhan di Warung Makan (II)

Bibi Sandra hendak membujuk Ryan untuk berhenti tetapi dihentikan oleh Paman Wong. Dengan suara pelan dan gemetar, Paman Wong berkata, "Apa yang bisa kamu, seorang wanita, lakukan? Biarkan pemuda itu membereskan kekacauan yang dibuatnya. Jangan mencoba memperbaiki sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan. Dia telah menyinggung Tuan Enrico. Tidak ada yang bisa kita lakukan sekarang. Tidak bisakah kamu melihat berapa banyak orang di sini yang menyaksikan ini?" Bibi Sandra terdiam, matanya melebar melihat tujuh atau delapan penjahat yang menatap tajam ke arah pemandangan di hadapan mereka. Ia menyadari bahwa apapun yang mereka katakan tidak akan berarti apa-apa. Mereka hanyalah orang biasa. Bagaimana mereka bisa melawan orang-orang yang tidak rasional ini? Sementara itu, ekspresi Tuan Enrico semakin menggelap. Selama ini, dia adalah bos preman yang paling ditakuti di distrik ini. Tidak pernah ada yang berani menantangnya, apalagi mempermalukannya di depan umum seperti ini. "Bocak kam
last updateLast Updated : 2024-10-05
Read more

Bab 69 - Tusuk Gigi

Enrico menjadi sangat marah ketika melihat tidak ada satupun pengikutnya yang berani bergerak. Wajahnya yang sudah memar kini semakin memerah karena amarah yang memuncak. "Kalian semua buta?!" teriaknya frustrasi. "Dia hanya seorang! Apa yang kalian takutkan?!" Namun, tak seorang pun dari anak buahnya berani menjawab. Mereka hanya berdiri diam, gemetar ketakutan di bawah tatapan dingin Ryan. Enrico merasakan darah hangat mengalir dari telapak tangannya yang tertusuk garlu. Rasa sakit yang tajam mulai merambat ke seluruh lengannya. Ia tahu, jika dibiarkan lebih lama, ia mungkin akan kehilangan fungsi tangannya selamanya. Dengan sisa-sisa keberaniannya, Enrico menoleh ke arah Ryan. "Hei, kau," ujarnya, berusaha terdengar tenang meski suaranya bergetar. "Tidakkah kau pikir ini berlebihan? Melumpuhkan kedua lenganku seperti ini? Aku, Enrico, tidak melakukan apa pun untuk menyinggungmu." Ryan mengabaikan perkataan Enrico. Ia justru berdiri dan mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya
last updateLast Updated : 2024-10-06
Read more

Bab 70 - Memohon

Ryan belum menghitung sampai tiga ketika Enrico berteriak, "Lepaskan aku... Aku mohon padamu... lepaskan aku..." Suaranya pecah, air mata dan ingus bercampur di wajahnya yang merah padam karena rasa sakit yang luar biasa. Ryan menatapnya dengan tatapan dingin, tidak bergerak sedikit pun. Ia bukan orang suci, dan beberapa orang memang tidak pantas mendapatkan belas kasihan. "Kau menyebut dirimu seorang pria? Bahkan dua detik rasa sakit saja kau tidak sanggup menahan," ujar Ryan, suaranya penuh penghinaan. Enrico menggeliat, tubuhnya bergetar hebat karena rasa sakit yang menusuk setiap sel tubuhnya. "Kumohon... aku mohon padamu... Biarkan aku pergi..." Matanya melebar penuh ketakutan, air mata mengalir deras. Ia benar-benar takut sekarang, tidak ingin mengalami rasa sakit seperti ini lagi dalam hidupnya. Tetap hidup, meski dalam keadaan menyedihkan, jauh lebih baik daripada mati dalam penderitaan seperti ini. Ryan tetap tidak bergerak meski Enrico terus memohon. Selama lima tah
last updateLast Updated : 2024-10-07
Read more
PREV
1
...
56789
...
51
DMCA.com Protection Status