All Chapters of Desa Pulo Majeti: Chapter 1 - Chapter 10

15 Chapters

Perjalanan Menuju Desa Terpencil

Matahari bersinar terik di atas kepala. Semilir angin berembus dengan ringan, melewati celah jendela mobil yang setengah terbuka. Debu-debu halus beterbangan ketika sebuah mobil Jeep hitam melaju dengan kecepatan sedang, membelah hutan yang memisahkan mereka dari hiruk-pikuk jalanan utama.Suara bising tertinggal di belakang dan digantikan oleh suara kicau burung yang beterbangan di hutan. Lima orang muda-mudi dari kota Jakarta duduk dengan risau di dalam mobil mereka—hendak menemui keluarga teman mereka yang meninggal secara tiba-tiba.Faiz.Atau dengan muram mereka harus menyebutnya sebagai almarhum Faiz setelah kejadian na'as yang menimpanya.Berjam-jam telah berlalu sejak mereka menyusuri hutan menuju kampung halaman almarhum Faiz. Mereka berlima bermaksud untuk menyampaikan belasungkawa pada orang tua Faiz dan memberikan sedikit bantuan.Dari cerita almarhum Faiz selama masih hidup, mereka tahu bahwa keluarga Faiz hidup susah di kampung. Faiz merupakan tulang punggung keluarga ya
Read more

Bertemu Kakek Misterius

Rupanya yang mengetuk kaca mobil itu adalah seorang kakek tua berusia sekitar 60-an tahun. Pakaian kakek itu terlihat lusuh dan kotor dipenuhi lumpur, sepertinya ia baru saja kembali dari sawah.“Astaghfirullah,” ucap Syifa yang berada di dekat jendela. Ia menarik napas panjang untuk meredakan keterkejutannya.‘Kirain siapa tadi, ngiranya udah orang jahat aja,' batin Syifa sambil menggelang pelan.Syifa lantas segera membuka pintu mobil untuk menyapa sang kakek yang telah menunggu dengan sabar. Mereka berlima pun keluar dan sang kakek tersenyum tipis.“Saya kebetulan sedang lewat sini dan melihat mobil kalian berhenti. Kalau boleh tahu, Nak berlima ini mau ke mana? Dan darimana?” tanya sang Kakek. Dia menaikkan sedikit capingnya dan memperhatikan penampilan khas anak kota kelima muda-mudi itu.“Kami dari Jakarta dan hendak pergi ke Desa Pulo Majeti, Kek,” jawab Syifa dengan sopan. “Kami mau melayat ke rumah teman kami yang meninggal.”“Oh, kebetulan saya juga tinggal di Desa Pulo Maje
Read more

Kronologi Meninggalnya Faiz

“IBU?! IBU?! Teman-temannya Kak Faiz sudah datang!”Sela berteriak memanggil ibunya begitu mereka tiba di halaman rumah yang sederhana. Tempat tinggal keluarga Faiz sepenuhnya terbuat dari bambu, dengan atap dari daun rumbia.Sebagian besar rumah di Desa Pulo Majeti memang terbuat dari bambu, tidak banyak bangunan yang dibangun dari batu bata dan atap seng.Dari dalam rumah, terdengar langkah buru-buru Bu Lastri yang mendekat. Senyum sumringah seketika menghiasi wajahnya ketika melihat kelima wajah dari teman baik putranya.“Bu,” sapa Azriel dengan sopan, disusul yang lainnya.Bu Lastri tersenyum lebih lebar dan dengan ramah menyambut kelimanya. “Eh, kenapa cuman berdiri di situ? Ayo, masuk! Maaf, rumah Ibu sangat sederhana.”“Nggak apa-apa, kok, Bu.” Syifa menyahut cepat, tidak ingin Bu Lastri merasa enggan dengan kedatangan mereka.“Kebetulan Ibu udah siapin makanan buat kalian,” kata Bu Lastri seraya menuntun mereka menuju meja makan. “Kalian pasti capek dan lapar setelah perjalana
Read more

Tumbal

Sepulangnya dari pasar, Bu Lastri pun segera memasak melihat matahari yang mulai meninggi.Syifa dan Sela dengan sigap membantu, mengingat yang lainnya masih tertidur pulas. Kebetulan selama dua minggu ke depan, Sela dan adiknya mendapat libur panjang setelah kelulusan keduanya.“Taruh di sini saja, Nak. Biar Ibu yang tumis,” kata Bu Lastri saat Syifa selesai memotong kangkung.“Iya, Bu.” Syifa meletakkan baskom kecil itu di atas meja dan berpindah untuk membantu Sela yang sedang memotong buncis.Pagi itu, Bu Lastri menyibukkan diri untuk menyelesaikan masakannya sebelum pergi melayat. Sela mengambil alih untuk menyajikan makanan di meja, sementara Syifa memanggil yang lainnya untuk bangun dan sarapan.Azriel dan Glen yang tidak butuh waktu lama untuk berganti pakaian lantas memasuki dapur. Mereka duduk di alas karpet dan menatap makanan yang tersaji. Syifa, Sela, dan Adel sudah mulai menyendok singkong ke dalam piring.“Nih, ambil,” kata Syifa, menyodorkan masing-masing sepiring pada
Read more

Kekayaan Mencurigakan Keluarga Pak Kades

Bulan purnama dibalik jendela tampak bersinar terang tanpa bintang di sekelilingnya.Angin dingin berembus dari arah timur dan membelai wajah Syifa yang baru selesai mencuci muka. Sekilas ditatapnya suasana desa yang gelap dan juga tenang, lalu ia buru-buru menutup jendela saat teringat cerita Sela. Ada yang aneh dengan hawa yang membungkus desa itu dan ia tidak mau pikirannya sampai diselubungi hal-hal mengerikan.Syifa lantas berbaring di samping Rania yang telah bersiap-siap tidur. Sementara itu, Salsa yang baru selesai berganti baju buru-buru mendekat.“Aku mau di tengah,” ucapnya, lalu melompat ke atas kasur tipis itu dan memaksa tubuhnya untuk berbaring di tengah Syifa dan Rania.“Astaga, Sa!” Rania memprotes saat tubuhnya sudah berada di tepi ranjang.Salsa cengengesan dan menggeser tubuhnya ke arah Syifa. Mereka bertiga berbaring telentang sambil menatap langit-langit rumah yang terbuat dari anyaman bambu. Waktu menunjukkan pukul 11 malam, tetapi ketiganya sama sekali belum me
Read more

Gerak-Gerik Aneh Pak Kades

“Syifa, tolong panggil teman-teman kamu ya Nak, supaya kita bisa makan bareng-bareng!”“Oh, iya Bu. Saya akan panggilkan!” sahut Syifa mendengar panggilan Bu Lastri.Pagi ini Bu Lastri memasak banyak hidangan, jauh lebih banyak dari dua hari terakhir sejak kedatangan teman-teman Faiz. Setelah mendapat upahnya bekerja di ladang, Bu Lastri pikir anak-anak mungkin bosan atau kurang suka dengan makanan sederhana yang ia sajikan. Apalagi, mereka terbiasa makan enak selama tinggal di kota, jadi ia mengubah menu sesekali.Menyajikan makanan untuk mereka sama saja dengan menyajikan makanan untuk Faiz. Setidaknya Bu Lastri tahu bahwa putranya akan senang melihat bagaimana teman-teman baiknya diperlakukan di rumahnya.‘Faiz’, batin Bu Lastri dengan perasaan sendu. Ia menarik napas panjang dan berusaha mengikhlaskan kepergian putranya meskipun luka itu masih ada di hatinya.Sementara itu, Syifa yang hendak memanggil Glen dan Azriel mendadak berhenti di ambang pintu. Ia memiringkan kepalanya hera
Read more

Hutan Terlarang

Suara denting piring dan sendok terdengar bersahutan ketika Bu Lastri, Syifa, dan juga yang lainnya membereskan peralatan makan malam mereka.Jam tangan Azriel menunjukkan pukul delapan tepat, dan mereka semua memutuskan untuk duduk sejenak sebelum kembali ke kamar masing-masing.Azriel melirik Bu Lastri dan berdeham untuk menarik perhatiannya. “Bu Lastri?”Bu Lastri menoleh dengan cepat. “Iya?”“Saya boleh tanya sesuatu, nggak?” mulai Azriel. Ia melirik teman-temannya dan mereka semua menatap penasaran. Azriel sebenarnya sudah berniat bertanya sejak kembali dari toko, tetapi Bu Lastri terlihat sibuk memasak.“Iya, boleh. Jangan sungkan-sungkan,” kata Bu Lastri seraya tersenyum tipis.“Saya mau tanya soal hutan di jalur masuk desa ini. Itu hutan biasa atau bagaimana ya, Bu?”Bu Lastri tampak terkejut dengan pertanyaan Azriel dan terdiam untuk beberapa saat. Syifa jadi teringat hal yang sama ketika ia bertanya soal pekerjaan Pak Suro pagi tadi. Sepertinya Bu Lastri berpikir bahwa teman
Read more

Bertemu Anak Pak Kades

“Iya, kata warga desa sini, hutan itu adalah hutan terlarang Pak, tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana. Jadi, kami cuma ingin tau ada apa sebenarnya di hutan itu.” Azriel kembali bertanya tanpa mengalihkan sedikit pun pandangannya dari wajah Pak Suro.Sebagai kepala desa, Pak Suro jelas pandai mengatur mimik wajahnya, tetapi Azriel bukan orang bodoh yang tidak bisa membaca gerak-gerik orang yang gugup. Selain itu, jelas bahwa topik ini membuat Pak Suro merasa tidak nyaman. Asisten mudanya telah melemparkan tatapan tajam, tetapi Azriel sama sekali tidak peduli.Untuk memperpanas situasi, Glen pun ikut menambahkan, “Saya juga penasaran kenapa hutan itu dijaga ketat dan bahkan warga saja dilarang untuk dekat-dekat. Apa sesuatu yang ada di sana mungkin berhubungan dengan kejadian yang belakangan ini terjadi, Pak?”Asisten Pak Suro mendelik tajam pada Glen dan Glen ingin sekali tertawa. Mereka memang terkesan menginterogasi, tetapi Azriel tahu Pak Suro tidak punya pilihan selain menj
Read more

Perempuan di Makam Faiz

“Sa, ayolah. Nggak ada apa-apa, kok.”Rania kembali membujuk Salsa yang menggeleng keras dan enggan untuk melepaskan tangannya. Mereka sedang berada di lorong yang mengarah ke kamar mandi di bagian paling belakang rumah Bu Lastri.Setelah kejadian semalam, Salsa tidak ingin ditinggal sendiri ke manapun mereka pergi, sekalipun langit masih cerah.Salsa masih merasa trauma.Sekelebat sosok putih yang lewat di ujung jalan itu masih membayangi isi pikirannya. Salsa tidak bisa menghilangkan bayangan itu meski ia berusaha keras untuk tidak mengingatnya.Padahal Rania dan Glen sendiri dengan jelas mengatakan bahwa mereka tidak melihat apa-apa, tetapi tetap saja Salsa ketakutan. Ia bahkan merasa takut untuk sekadar melangkah keluar rumah.“Rania, mending kamu temani Salsa di rumah. Soalnya aku sama Sela mau bantu Bu Lastri di ladang,” kata Syifa yang baru selesai menggosok rambutnya. “Kebetulan Bu Lastri dapat kerjaan buat panen ladang cabai yang luas sama salah satu warga,” lanjutnya.Syifa
Read more

Belatung di Makanan

“Sembunyi cepet!”Azriel dan Glen buru-buru bersembunyi dibalik batang pohon yang cukup lebar saat Mawar hendak beranjak dari tempatnya.Dengan selendang hitam, Mawar terlihat menutupi sebagian wajahnya dan keluar dari area pemakaman dengan langkah lebar. Matanya sembab dan merah, sementara wajahnya menunjukkan kesedihan yang mendalam.Azriel terpaku melihat ekspresi sang gadis—yang mana, seratus persen berbanding terbalik dengan pertemuan pertama mereka. Dia tidak terlihat seperti gadis dingin dan masa bodoh seperti waktu itu, melainkan gadis yang tertekan secara mental.Berbagai pertanyaan kini berseliweran di kepala Azriel, berputar layaknya pusaran. Semua hal yang terjadi sungguh membingungkan. Setiap hari, ada saja hal tak terduga yang mereka temukan.Ditatapnya Mawar yang telah menghilang dibalik belokan, lantas Azriel dan Glen keluar dari tempat persembunyian mereka.Glen menghela napas lega dan menoleh ke arah makam Faiz. “Kok bisa Mawar ada di makamnya Faiz, ya?” tanyanya her
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status