Home / Romansa / Terjerat Cinta CEO Dingin / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Terjerat Cinta CEO Dingin: Chapter 71 - Chapter 80

180 Chapters

Bab 71: Penjelasan Dania

Mark menyunggingkan senyum tipis mendengar ucapan ayahnya, Alex. Senyum itu lebih seperti tameng dari serangan emosi yang mulai bergejolak di dalam hatinya.Dengan tenang namun tegas, dia berkata, “Wanita polos atau bukan, Dania tetap istriku. Seburuk apa pun dia di masa lalu, aku tidak peduli.”Tatapan matanya menyala, penuh determinasi, menembus ke arah Alex yang berusaha menyembunyikan kemarahannya di balik wajah tenangnya. Mark tahu betul, di balik sikap dingin itu, ada ledakan amarah yang sedang menunggu waktu untuk meledak.“Kau tidak perlu mencari tahu sampai ke akar-akarnya, Ayah. Baik Dania mantan kriminal pun, aku tidak peduli. Jadi, sekarang pergilah dari ruanganku!”Mark memalingkan wajahnya, enggan berlama-lama menatap sosok ayahnya. Setiap kali Alex hadir dengan wajah penuh keyakinan, selalu ada rasa muak yang menyeruak di dadanya.Kali ini, rasa itu semakin bertambah dengan informasi yang baru saja dilemparkan kepadanya. Informasi yang sebetulnya mengguncangnya, tapi Ma
Read more

Bab 72: Mungkin belum Selesai

Dania menganggukkan kepalanya, menatap dalam-dalam ke arah Mark, mencoba meresapi kata-katanya. “Ya, benar,” gumamnya pelan, suaranya bergetar tipis. “Kevin dan Marsha mengkhianatiku karena mereka gagal mendapatkan tender dari perusahaan raksasa itu.”Dania menelan salivanya dengan pelan menatap Mark dengan tatapan sayunya. “Mereka menjalin hubungan secara sembunyi-sembunyi selama tiga bulan lamanya sebelum akhirnya mengumumkan bahwa mereka akan menikah.”Mark menatap istrinya dengan rasa bersalah yang dalam. "Maafkan aku, Dania," katanya, suaranya penuh penyesalan. "Aku seharusnya tidak menuduhmu macam-macam. Aku terlalu cepat percaya pada apa yang dikatakan Ayah. Aku..."Dania tersenyum kecil, meskipun sorot matanya masih menyiratkan kesedihan. “Aku mengerti, Mark. Semua ini memang membingungkan. Aku pun mungkin akan bereaksi serupa kalau berada di posisimu.” Suaranya lembut, penuh pengertian.Namun, sebuah pertanyaan tiba-tiba muncul di benaknya. Dania menatap Mark, kebingungan mun
Read more

Bab 73: Mual di Pagi Hari

Waktu sudah menunjuk angka delapan malam. Gelap malam yang mengelilingi rumah itu terasa begitu tenang, seolah memberi napas baru setelah hari yang penuh dengan ketegangan.Mark baru tiba di rumah, bahunya sedikit menurun tanda kelelahan yang masih tersisa, namun ada sesuatu dalam langkahnya yang berbeda. Ada kelegaan yang terpantul dalam sorot matanya. Ketika ia membuka pintu, wangi rumah yang familiar menyambutnya.Di ambang pintu, Dania berdiri dengan senyum indah yang menghiasi bibirnya, seakan menunggu kepulangan yang selalu ditunggunya setiap hari."Mark?" Dania menyapa suaminya dengan nada lembut, penuh kasih sayang.Mark menghentikan langkahnya sejenak, membalas senyuman itu dengan senyum kecil yang lirih, namun penuh arti. "Aku sudah menyelesaikan semua masalah yang menghampiri kita, Dania," ucapnya perlahan, suaranya serak namun tegas, seolah meyakinkan dirinya sendiri sama seperti ia meyakinkan istrinya.Dania membelalakkan mata, terkejut dengan apa yang baru saja didengarn
Read more

Bab 74: Kau Hamil?

Dania menggigit bibirnya, tangan kanannya perlahan-lahan turun ke perutnya yang masih datar. Sensasi hangat yang terasa di sana membuatnya sedikit lega, tapi dia tahu, ini belum bisa dipastikan tanpa kepastian medis."Nyonya, apa Anda butuh sesuatu? Mungkin air putih?" Pelayan itu masih berdiri di dekatnya, matanya penuh perhatian.Dania tersenyum lemah, mengangguk. "Ya, air putih saja, terima kasih."“Sama-sama Nyonya. Jika memerlukan sesuatu lagi, jangan segan-segan memanggil saya,” kata Melly kemudian.Saat pelayan itu beranjak mengambilkan segelas air, Dania memegang ponselnya lagi.Ia berpikir untuk segera membeli alat tes kehamilan, tapi kemudian terlintas di pikirannya, apakah sebaiknya ia menunggu Mark kembali? Atau lebih baik ia memastikan semuanya sendiri sebelum memberitahu suaminya?“Um, Melly?” panggil Dania ketika Melly kembali membawakan air minum untuknya.“Ya, Nyonya? Ada yang bisa dibantu?” tanya Melly menatap Dania yang terlihat cemas.“Eum … tolong belikan aku alat
Read more

Bab 75: Kau sudah Siap menjadi Ayah?

“Ini. Hasilnya garis dua. Itu artinya aku hamil.”Mark menggenggam erat alat tes kehamilan yang diberikan Dania, menatapnya seolah-olah dunia barunya baru saja terbuka lebar di depannya.Dua garis merah itu begitu nyata, begitu cepat menghantam dirinya dengan kenyataan bahwa ia akan menjadi seorang ayah. Sebuah senyum tipis, hampir tak terlihat, mulai terbentuk di bibirnya.“Ini benar-benar tidak terduga. Secepat ini kau akan memberiku gelar ayah, Dania,” gumamnya pelan, matanya terpaku pada alat tersebut, seolah tidak mampu memproses semuanya dalam sekejap.“Ya, Mark. Aku pun tidak menyangka akan secepat ini.”Namun, seketika, Mark bangkit dari duduknya dengan penuh semangat yang tak terduga. “Kita harus ke rumah sakit sekarang!” katanya tegas, memutuskan tanpa ragu-ragu.Dania terperanjat melihat sikap Mark yang tiba-tiba begitu terburu-buru. “Mark, tunggu—kenaoa secepat ini? Kita bisa periksa besok...”Namun, Mark sudah meraih kunci mobilnya, menggenggam tangan Dania, dan menarikny
Read more

Bab 76: Jangan Memberinya Belas Kasihan

Mark menatap Dania dengan penuh perhatian, sorot matanya yang tenang namun tajam seakan menembus ke dalam jiwa istrinya. "Bagaimana denganmu?" tanyanya dengan pelan.Dania terdiam, tak mampu menjawab pertanyaan itu. Ada kekhawatiran di hatinya yang masih belum terjawab, tetapi ia juga tahu, ia tak bisa mengungkapkan semuanya begitu saja.“Aku … aku ….”Tatapannya jatuh ke lantai, jari-jarinya menggeliat di pangkuan. Ia merasa berat di dalam, seolah apa yang baru saja terjadi masih terlalu asing baginya.Mark, menyadari kegelisahan Dania, meraih tangan istrinya dengan lembut namun tegas. Ia menggenggamnya erat, memberikan rasa aman yang sulit digambarkan.“Apa yang kau pikirkan, hm?” tanya Mark menatap Dania dengan satu alisnya terangkat.Dania menggeleng dengan pelan. “Entahlah. Aku masih bingung harus menjawab apa. Aku tidak ingin kau berpikir jika aku sengaja membiarkan ini terjadi.Mark tersenyum mendengarnya. "Dania," katanya dengan suara rendah namun mantap, "Aku menyambut calon
Read more

Bab 77: Membuat Kepala Mark jadi Pusing

Dania terdiam setelah mendengar pertanyaan Mark. Pikirannya berputar cepat, mencoba mencerna maksud di balik kata-kata suaminya."Apa tidak terlalu berlebihan jika harus menghancurkan Kevin sepenuhnya, Mark?" tanyanya dengan nada ragu, tatapannya mencari sesuatu di wajah Mark, seolah mengharapkan jawaban yang dapat menenangkan hatinya.“Jangan salah paham. Kau selalu berpikir jika aku masih mencintainya. Aku hanya ingin tahu,” kata Danie menjelaskan agar Mark tidak salah paham dengan apa yang dia katakan tadi.Namun, Mark hanya diam. Rahangnya mengeras, pikirannya sibuk dengan sesuatu yang lebih besar daripada sekadar balas dendam.“Aku tahu,” ucapnya singkat. Hanya itu, sebab ia tidak ingin mengungkapkan bahwa Kevin berencana merebut Dania darinya.Meski ia tahu bahwa Dania tak akan pernah kembali pada Kevin, rasa waspada dalam dirinya tetap membara. Kevin terlalu berbahaya untuk diabaikan. Satu langkah salah bisa menghancurkan segalanya.“Jika dibiarkan, Kevin akan semakin menjadi.
Read more

Bab 78: Jawab dengan Jujur

Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Sinar mentari pagi menerobos tirai jendela kamar, menyelimuti wajah Mark yang masih terlelap dalam tidurnya.Udara sejuk menerpa kulitnya, memaksanya membuka mata dengan perlahan. Dengan helaan napas panjang, ia bangkit dari tempat tidur.Tatapannya langsung tertuju pada sosok Dania yang masih terlelap, mata Mark langsung tertuju pada perut Dania di mana kini telah hadir calon buah hati mereka di sana. Sebuah senyum kecil terukir di bibir Mark, lembut dan penuh arti.“Aku tidak menyangka akan menjadi seorang ayah. Tidak akan lama lagi, dalam waktu dekat ini,” gumam Mark begitu antusias menyambut kehadiran buah hatinya.Ia melangkah keluar dari kamar, menuruni tangga dengan hati-hati agar tidak membangunkan Dania. Sesampainya di dapur, Mark meraih kotak susu ibu hamil dari lemari dan menuangkannya ke dalam gelas kaca.Ia lalu mencampurkan susu itu dengan hati-hati, memastikan semuanya sempurna untuk istri dan anak mereka yang sedang berkembang di
Read more

Bab 79: Jangan Dengarkan Ucapan Alex

Sarah menggenggam cangkir kopi yang sudah lama mendingin. Matanya menatap ke permukaan meja, tapi pikirannya jauh melayang.Suasana kafe yang tenang dengan alunan musik lembut terasa seolah menghilang, hanya menyisakan ketegangan di antara mereka. Jari-jarinya yang rapuh terus bergetar meski dia mencoba menenangkannya.Mark menatap ibunya dengan tajam, napasnya tertahan, menunggu jawaban yang tak kunjung datang. “Ibu,” suaranya datar tapi tegas, “kenapa kau menghindar dari pertanyaanku? Aku hanya ingin tahu. Pernah atau tidak aku mengalami kecelakaan tiga belas tahun yang lalu?”Sarah mengangkat pandangannya perlahan, menatap Mark dengan mata yang dipenuhi kecemasan. Jantungnya berdegup kencang, kata-kata tersangkut di tenggorokannya. "Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu, Nak?" tanyanya dengan suara bergetar, mencoba mengulur waktu.Mark menyandarkan tubuhnya ke kursi, menahan frustrasi. “Iya atau tidak? Hanya itu jawaban yang ingin aku dengar darimu, Ibu.”Kata-kata Mark menusu
Read more

Bab 80: Tidak semudah itu

Mark melangkah mantap ke ruang meeting, setiap gerakan tubuhnya memancarkan kepercayaan diri dan ketegasan. Begitu memasuki ruangan, matanya langsung tertuju pada James, yang duduk dengan gugup di ujung meja. Tatapan Mark dingin, seolah tidak ada ruang untuk belas kasih. Ketegangan meresap ke dalam ruangan seperti kabut tebal, dan James terlihat semakin gelisah di bawah tatapan tajam Mark.Tanpa basa-basi, Mark menarik kursi dan duduk di hadapan James, tubuhnya bersandar sedikit ke belakang dengan lengan menyilang di depan dada. Dia menatap pria di depannya dengan penuh kewaspadaan. “Langsung pada intinya saja. Ada apa?” suara Mark terdengar dingin dan datar, tak ada sedikit pun nada keramahan di dalamnya. "Apakah bukti yang kuberikan kemarin masih belum cukup?"James menelan ludah, tangannya bergetar pelan saat ia mencoba menenangkan diri. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu dengan sisi Mark yang begitu dingin dan tanpa kompromi. "Aku... aku ke sini bukan untuk berdebat lagi, M
Read more
PREV
1
...
678910
...
18
DMCA.com Protection Status