Biar Kutanggung Dosa Malam Itu의 모든 챕터: 챕터 1 - 챕터 10

38 챕터

Diusir

‘’Mama ingin memberi kamu jamu supaya haid kamu lancar.’’ Aku yang tengah termenung di kamar, sontak terkesiap. Jamu untuk mempelancar haid?Sejak mantan kekasihku tak mau bertanggungjawab, usia kandunganku sudah dua bulan. Tetapi, sebencinya aku akan kejadian yang meninpa ini, aku teringat dengan nasihat sahabatku, Ayu yang mengatakan janin ini tak bersalah.Bagaimana ini? Apa jangan-jangan, mama mencurigaiku selama ini? ‘’Monik!!’’ panggil Mama yang masih berdiri sembari memegang segelas jamu. Aku terperanjat dengan suara Mama yang menggelegar. ‘’A—anu. Ma’af, Ma..’’ Susah payah aku berucap.‘’Kamu takut minum jamu ini?’’ tanyanya lagi, "apa kamu hamil?" PLAAKKK!! Satu tamparan mendarat di pipi kananku. Aku kaget dan meringis kesakitan. Dari mana Mama tahu kalau aku sedang hamil?Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. ‘’Ma—Mama…’’ lirihku dengan buliran air mata membasahi pipi, sembari memegang pipi yang terasa perih. ‘’Apa maksud dari pesan kamu itu? H
더 보기

Selamat?

'’Astaghfirullah ‘al adziim! Istighfar, Monik! Apa yang kamu lakukan? Ini nggak akan menyudahi masalah kamu!’’Ayu mengambil paksa benda itu. Seketika, tubuhku luruh ke lantai. ‘’Aku capeek, Yuu! Aku capek!’’ teriakku dengan buliran air mata. ‘’Bangunlah! Jangan sampe Bunda sama Ayah mendengar suara tangisan kamu. Kamu ngga mau kan semuanya terbongkar?’’ Ayu membantuku untuk berdiri. ‘’Sudah aku katakan, bunuh diri itu nggak akan menyelesaikan masalah! Di dunia memang iya urusan kamu selesai. Tapi, di akhirat? Nggak akan selesai, Monik.’’ ‘’Kamu akan meninggal dalam keadaan sesat. Kamu akan sengsara di sana! Apalagi kamu belum bertobat. Apa kamu mau, hah? Coba kamu renungi,’’ jelas Ayu dengan tatapan sendu. Aku termenung seketika dengan tatapan kosong. Apa yang dikatakan oleh Ayu ada benarnya juga. Kenapa pikiranku begitu singkat? Allah! Pantaskah aku menyebut nama-Mu? ‘’Sebentar.’’Dia meraih mukenah dan sajadah yang sedang digantung di hanger, lalu memberikan padaku. Aku m
더 보기

Kejutan Menyedihkan.

Membuat lidahku kelu. Lalu aku beralih menatap Ayu. ‘’I—iya kerja, Bun. Monik pengen belajar mandiri aja,’’ kataku spontan. ‘’Kalau begitu aku mengantarkan Monik dulu ya, Bun. Bilang juga sama Ayah. Assalamua’laikum.’’ Ayu takdzim dengan Bunda Aini. Begitupun denganku. Beliau tampak kebingungan. ‘’Iya. Kalian hati-hati ya. Wa’alaikumussalam.’’Kami bergegas melangkah keluar. Tak lama, mobil Ayu membelah jalanan raya. Sedari tadi kami hanya hanyut dalam pikiran masing-masing. Terkadang aku juga malu berteman dengan perempuan sebaik dan sesolehah Ayu. Sedangkan aku perempuan banyak dosa dan punya masa lalu yang kelam. Apa aku pantas berteman dengan dia? Aku memijit kening yang terasa pusing. Banyak sekali beban di pikiranku ini, apalagi aku diusir dari rumah dalam keadaan berbadan dua dan cita-citaku yang selama ini akan aku raih, aku terpaksa menguburnya dalam-dalam. Aku tak mungkin melanjutkan pendidikanmu dalam keadaan hamil begini, apalagi hamil di luar nikah. Aku men
더 보기

Penyesalanku

Meski berteriak demikian, di mobil, nyatanya buliran air mataku tak henti-hentinya mengalir.Teringat olehku Andre dengan seenaknya membawa wanita lain setelah mendapatkan semuanya dariku. membuat Ayu menatapku dengan tatapan sendu. ‘’Aku pernah bilang ke kamu dulu kan, Monik? Jangan sembarangan menerima cinta lelaki dan jangan pacaran dulu. Kamu masih ingat nasehatku?’’ ucap Ayu dengan lirih sembari masih fokus menyetir. Aku hanya mengangguk lemah. ’’Kenapa aku lupa semua itu, Yu? Kenapa?’’ teriakku. ‘’Kamu tahu? Lelaki yang baik itu nggak akan mengajak pacaran apalagi melakukan hal yang nggak senonoh itu.’’ Aku hanya terdiam, menyesali semua perbuatanku. Kalau saja aku mau mendengarkan apa nasihat sahabatku, mungkin tak akan seperti ini kejadiannya. Aku diusir dari rumah, Mama dan Papa membenciku. Hidupku sekarang banyak menanggung beban yang tak mampu untuk aku pikul sendirian. Kuseka buliran mataku dengan ujung kerudung. Beberapa menit kemudian, kami telah sampai di ko
더 보기

Dasar Lelaki!

‘’Setelah semuanya dia dapatkan dariku. Dia secepatnya berubah. Dasar lelaki! Mau enaknya saja. Dia berjanji akan bertanggung jawab. Tapi mana janjinya itu?’’ ketusku sembari mondar-mandir di kamar kos. Perutku makin hari semakin membesar, namun tak ada tanda-tanda dia akan bertanggung jawab. ‘’Aarghh!!’’ Aku mengacak rambut frustasi. Aku menghenyak di ranjang seketika meraih ponsel yang di pinjamkan oleh Ayu kemarin. Ya, Ayu meminjamkanku ponsel kalau seandainya aku ingin menghubunginya. Aku bergegas mencari nomor kontak lelaki itu. Lalu aku mencoba menghubungi nomor ponsel tersebut. Berdering? Tetapi tak diangkat. Aku kembali mencoba menghubungi lelaki itu. ‘’Ayo angkat dong, Ndre!’’ ‘’Ma’af ini siapa?’’ ‘’Aku! Oh, jadi kamu lupa sama suara ini? Setelah kamu mendapatkan semuanya dari aku!’’ Kali ini amarahku sudah berada di ubun-ubun, kalau saja lelaki itu saat ini berada di depanku, akan aku jambak-jambak rambutnya dan bahkan ingin sekali aku menonjok mukanya itu. ‘’Mana t
더 보기

Kartu Nama?

‘’Di sini nggak ada yang betah ngekos, Nak. Pemilik kosnya galak banget. Orang kalo ngekos di sini palingan cuma beberapa hari aja betahnya. Apa kamu nggak tau?’’ ‘’Oh ya, Bu? Tapi, aku betah di sini kok. Malahan Bu kos baik banget sama aku.’’ Aku tersenyum tipis, berusaha menutupi kelakukan ibu pemilik kos. Takutnya nanti malah terdengar olehnya, lalu aku diusir dari sini bagaimana? ‘’Hum, benaran?’’ tanya beliau kembali. Aku kembali mengangguk pelan. Sedangkan wanita itu berlalu meninggalkanku. Aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat terhenti. Beberapa saat kemudian aku selesai mengerjakan semua pekerjaan kos. Aku berbaring di kamar untuk melepaskan penat. Aku tatap langit-langit kamar. ‘’Gimana kalo aku kerja aja? Aku nggak mau ngerepotin Ayu terus. Ngga mungkin aku akan meminta uang untuk biaya sehari-hari ke Ayu. Dia udah banyak membantu aku.’’ ‘’Tapi apa orang mau menerima aku yang sedang hamil kayak gini?’’ Aku menggeleng. Tiada salahnya untuk aku coba, apalagi usi
더 보기

Penipu?

‘’Bu, aku ini sedang hamil cucumu,’’ lirihku dengan nada suara bergetar. ‘’Kamu salah sambung! Anak saya itu masih sekolah!’’ ‘’Kamu pasti menipu saya kan?’’ ‘’Atau kamu mau uang? Kirim nomer rekening kamu. Biar saya transfer 3M.’’ Membuat aku mengelus dada. ‘’Aku nggak mungkin menipu Ibu. Dan aku ngga butuh uang Ibu. Yang aku butuhkan adalah tanggung jawab dari anak Ibu.’’ ‘’Anak aku ngga mungkin lahir tanpa seorang Ayah,’’ imbuhku yang membuat aku terisak. ‘’Nggak! Kamu pasti penipu! Akan saya laporkan ke polisi!’’ Dia mengancamku dan sepertinya masih tak percaya. ‘’Gimana kalo anak Ibu yang aku laporkan?’’ balasku kembali mengancamnya. Seketika sambungan telepon terputus. Mungkin karena signal yang kurang bersahabat. ‘’Arrgghhh! Bagaimana ini? Aku udah mengakui semuanya ke Mama Andre. Lah, dia masih nggak percaya.’’ Aku mengepalkan tangan dan mondar-mandir di kamar yang beberapa hari ini aku huni. ‘’Perutku semakin membesar seiring berjalannya waktu. Dan Andre
더 보기

Mendadak Pusing?

‘’Ka—karena aku sedang ha—hamil cucu Ibu.’’ Tenggorokan rasa tercekat. Aku mengusap perut yang mulai membesar. Membuat wanita separuh baya itu beralih memandangi perutku.‘’Hah? Kamu yang menelpon saya tadi? Beraninya kamu ke sini?’’‘’Aku berani ke sini, karena mau menemui Ibu. Anak kamu nggak mau tanggung jawab,’’ jelasku dengan suara bergetar memberanikan diri berbicara seadanya.‘’Nggak! Nggak mungkin. Andre anak saya nggak mungkin melakukan hal sekeji itu. Saya tahu bagaimana sikap anak saya!’’ sanggahnya tak percaya. ‘’Tapi itu kenyataan, Bu,’’ sahutku lirih dengan isakan tangis. ‘’Pergi kamu dari sini! Pergi!’’ usirnya dengan suara yang menggelegar. ‘’A—aku ngga akan pergi sebelum Ibu percaya sama aku!’’ ‘’Kamu itu harus dikasih pelajaran kayaknya!’’ Dia menyeret tanganku dengan kasar dan membawaku keluar dari rumahnya. Tubuhku luruh ke tanah. Perlahan aku berdiri kembali dan merangkul kakinya, untung saja satpam itu membiarkanku dan hanya menjadi penonton saja.‘’To—tolong
더 보기

Apakah ini Permainannya?

‘’A—apa?’’ Aku kaget dan menggeleng cepat. Tak mungkin aku berada di rumah Andre, aku ingat betul bagaimana Mamanya itu tak mempercayaiku dan menyeretku ke luar dari pekarangan rumahnya. Aku masih ingat ketika aku diguyur hujan lebat di pinggir jalan. Lalu kepalaku terasa pusing dan perutku pun terasa sakit, siapa yang membawaku ke sini? Apa anak buahnya Bu Karni?‘’Sudah! Kamu istirahat dulu. Ibu bikini teh hangat.’’ Senyumnya terbit, tak seperti tatkala aku mengakui semuanya ke dia sewaktu berada di depan rumahnya. Apakah ini permainannya? Kenapa dia begitu baik padaku? Kenapa dia bisa berubah secepat ini? Apa yang merasukinya? Duh! Kepalaku terasa pusing sekali, sedangkan wanita separuh baya itu bergegas berlalu meninggalkanku.’Sekarang biarkan aku pulih dulu. Setelah itu aku akan tanya ke Bu Karni kenapa dia bisa sebaik ini ke aku'Aku memijit kepala yang masih terasa nyut-nyutan. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, ternyata aku sudah berada di sebuah kamar minimalis
더 보기

Apa Dia Sengaja Menghilang?

‘’Terima kasih banyak, Dok.’’‘’Sama-sama, Bu. Kalau begitu mari jemput resep ke rumah saya!’’ Dia merapikan kembali tasnya dan bergegas berdiri.‘’Jangan banyak pikiran lagi ya, Mbak? Jaga kesehatannya, minum susu Ibu hamil, konsumsi makanan yang kaya serat seperti buah dan sayur. Minum banyak air serta banyak istirahat,’’ saran wanita yang memakai seragam putih itu. ‘’Baik, Dok. Terima kasih,’’ lirihku dan kembali membaringkan tubuh yang terasa masih lemas. Bu Karni bergegas mengikuti langkah Dokter itu. Seketika teringat olehku lelaki bajingan itu. Ke mana dia? Kenapa dari tadi aku tak melihat batang hidungnya? Apa dia sengaja menghilang? Untuk saat ini yang lebih penting adalah kesehatan aku dan janin yang ada di rahimku. Dari tadi aku tak melihat ponselku, di mana ia? Aku beralih menatap nakas, ternyata benda itu sudah terletak di sana. Aku yakin pasti Bu Karni yang meletakkan di sini.Dengan pelan aku duduk lalu meraih benda canggih itu. Aku khawatir ponselku tak bisa hidup k
더 보기
이전
1234
DMCA.com Protection Status