‘’Terima kasih banyak, Dok.’’‘’Sama-sama, Bu. Kalau begitu mari jemput resep ke rumah saya!’’ Dia merapikan kembali tasnya dan bergegas berdiri.‘’Jangan banyak pikiran lagi ya, Mbak? Jaga kesehatannya, minum susu Ibu hamil, konsumsi makanan yang kaya serat seperti buah dan sayur. Minum banyak air serta banyak istirahat,’’ saran wanita yang memakai seragam putih itu. ‘’Baik, Dok. Terima kasih,’’ lirihku dan kembali membaringkan tubuh yang terasa masih lemas. Bu Karni bergegas mengikuti langkah Dokter itu. Seketika teringat olehku lelaki bajingan itu. Ke mana dia? Kenapa dari tadi aku tak melihat batang hidungnya? Apa dia sengaja menghilang? Untuk saat ini yang lebih penting adalah kesehatan aku dan janin yang ada di rahimku. Dari tadi aku tak melihat ponselku, di mana ia? Aku beralih menatap nakas, ternyata benda itu sudah terletak di sana. Aku yakin pasti Bu Karni yang meletakkan di sini.Dengan pelan aku duduk lalu meraih benda canggih itu. Aku khawatir ponselku tak bisa hidup k
‘’Pa, dia bukan penipu. Dia benaran hamil anaknya Andre. Cucu kita,’’ lirih Bu Karni dengan suara bergetar. Aku masih memasang pendengaran dengan baik dan memperhatikan dua pasangan suami istri itu dari lantai atas.‘’A—aku ngga percaya, Ma. Kamu mau aja dibodohi oleh perempuan itu. Atau jangan-jangan kamu udah dipelet sama dia. Kenapa kamu bisa begini sih?’’‘’Andre ngga mungkin begitu kelakuannya. Dan aku kenal betul dengan pacarnya Andre. Aku yakin perempuan itu sudah gi-la. Dia dihamili laki-laki lain. Malah menuduh anak kita!’’‘’Semudah itu kamu percaya?’’ Lelaki itu menatap istrinya dengan tatapan tajam. Aku menggeleng cepat tanpa disadari air mataku mengalir begitu saja. Hati ini perih mendengar ucapan papanya Andre. Bisa-bisanya dia menganggapku gi-la.‘’Cukup, Pa! Aku lebih tau dari kamu!’’ ***Terbayang olehku ketika Pak Ardi membentak istrinya, sepertinya lelaki itu tak menginginkan keberadaanku di sini. Sepertinya juga dia tak menyukaiku. Bahkan dia mengataiku penipu da
‘’Apa kamu yakin, Monik?’’ tanya Ayu kembali. ‘’Aku yakin banget, Yu. Apalagi perutku semakin membesar. Aku butuh biaya untuk persalinan. Kamu kan tahu, Mama dan Papa sampai sekarang belum bisa mema’afkanku. Andre pun belum tentu mau menikahiku,’’ jelasku panjang lebar. Aku tak punya pilihan lain selain menjual hadiah pemberian Andre. Perutku makin membesar dan sebentar lagi aku bakalan melahirkan, tentu butuh biaya yang sangat besar. Apalagi sekarang aku hanya memegang uang puluhan ribu saja, itu pun tak sampai untuk keperluan sehari-hari. Andaikan saja bu Karni memberiku sedikit uang untuk biaya sehari-hari. Tapi, diberi tempat tinggal saja untukku sudah merasa bersyukur sekali. Seandainya bu Karni tak membawaku ke sini, di mana aku akan tinggal? ‘’Ya udah deh, kalau kayak gitu katamu. Aku akan bantuin,’’‘’Terima kasih, Sahabatku,’’ aku tersenyum lega.‘’Sama-sama. Kamu jangan lupa sholat, jangan biarkan dirimu bergelimang dosa selamanya,’’ nasihat Ayu mampu membuatku merenung
‘’Kenapa Mama ngebelain nih perempuan nggak tahu diri? Hah? Kenapa, Ma?’’ bentak pak Ardi sembari memandangi istrinya yang tengah menghampiriku. Rahangnya tampak mengeras dan mengepalkan tangannya, yang membuat aku semakin dihantui rasa takut. Sebegitu bencinya lelaki itu kepadaku. Aku tahu, kalau aku salah dan hamil di luar nikah, tetapi bukankah ini semua salah putranya juga? Dia tak bisa menyalahkan sepihak saja. ‘’Sudahlah, Pa! Malu sama tetangga loh. Lagian kenapa nggak minta tolong sama Bibi aja sih, Pa?’’ ucapnya lirih. Nah benar apa yang dikatakan bu Karni. Asisten rumah tangganya ada. Lah, ini malah memaksa aku untuk memasak seleranya. Sungguh aneh, bukan? ‘’Biarin! Dia kan cuman menumpang di sini, jadi nggak segampang itu bisa tinggal bersama kita, Ma!’’ ketusnya sembari membuang muka. Seketika bu Karni menggeleng.‘’Masuk ke kamar, Monik!’’ titah wanita separuh baya itu. Perlahan aku melangkah, hampir dicegah oleh lelaki sangar itu. Untung saja ada bu Karni yang baik h
‘’Maafkan aku, Bu,’’ batinku.‘’Jangan dimasukin ke dalam hati semua kata-kata Pak Ardi ya?’’ pinta bu Karni.‘’Aku nggak tahu harus ngomong apa lagi, Bu. Ibu mau saja menolong aku yang banyak dosa ini.’’ Tangisanku pecah seketika.‘’Huushh! Kamu lihat Ibu! Nggak boleh ngomong kayak begitu, semua orang punya banyak dosa, dan kamu belum terlambat untuk bertaubat.’’ Bu Karni memandangiku, lalu memelukku erat.‘’Iya, Bu. Ibu benar. Makasih sekali lagi ya, Bu.’’ Perlahan aku melepaskan pelukan. Bu Karni hanya mengangguk dan tersenyum, lalu menyeka buliran air mataku dengan tangannya, ‘’Ya udah, tuh dimakan dulu makanannya. Pasti kamu sudah lapar kan?’’Aku mengangguk dan meraih makanan yang dihantarkan oleh bu Karni.‘’Kalau begitu, Ibu keluar dulu ya. Makan nasimu dan habiskan, ingat jangan banyak pikiran!’’ Nasihat bu Karni sembari beranjak dari duduknya. Aku hanya mengangguk perlahan, beliau pun melangkah keluar. ‘’Melihat nasi aja aku udah nggak selera. Padahal sambalnya enak, tapi
‘’Aku yakin semua rencanaku akan berjalan dengan lancar dan sesuai yang aku inginkan. Lihat aja nanti, Ndre! Kamu belum tahu bagaimana aku sebenarnya. Aku nggak akan tinggal diam atas semua perlakuan kamu terhadap sahabatku,’’ bisik hatiku sembari duduk santai ditemani secangkir teh hangat.Sudah beberapa hari ini aku merencanakan sesuatu, tentu dengan bantuan dari orang terdekatku. Aku yakin untuk kali ini rencanaku akan berhasil. Lalu Andre akan mau bertanggung jawab atas semua yang telah dilakukannya terhadap sahabatku. Aku tersenyum tipis lalu menyeruput secangkir teh yang masih tersisa. Lalu kuraih benda canggih yang terletak di meja. Aku langsung menekan kontak seseorang.Berdering.‘’Assalamua’laikum! Kamu jadi kan melanjutkan rencana kita?’’‘’Wa’alaikumussalam! Jadi dong. Kamu jangan khawatir. Kan aku udah janji bakal bantu kamu sampai masalah ini tuntas.’’ Suaranya di seberang sana yang membuat aku tersenyum.‘’Alhamdulillah kalo gitu. Aku harap semuanya berjalan dengan lan
‘’Mama ingin memberi kamu jamu supaya haid kamu lancar.’’ Aku yang tengah termenung di kamar, sontak terkesiap. Jamu untuk mempelancar haid?Sejak mantan kekasihku tak mau bertanggungjawab, usia kandunganku sudah dua bulan. Tetapi, sebencinya aku akan kejadian yang meninpa ini, aku teringat dengan nasihat sahabatku, Ayu yang mengatakan janin ini tak bersalah.Bagaimana ini? Apa jangan-jangan, mama mencurigaiku selama ini? ‘’Monik!!’’ panggil Mama yang masih berdiri sembari memegang segelas jamu. Aku terperanjat dengan suara Mama yang menggelegar. ‘’A—anu. Ma’af, Ma..’’ Susah payah aku berucap.‘’Kamu takut minum jamu ini?’’ tanyanya lagi, "apa kamu hamil?" PLAAKKK!! Satu tamparan mendarat di pipi kananku. Aku kaget dan meringis kesakitan. Dari mana Mama tahu kalau aku sedang hamil?Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan saat ini. ‘’Ma—Mama…’’ lirihku dengan buliran air mata membasahi pipi, sembari memegang pipi yang terasa perih. ‘’Apa maksud dari pesan kamu itu? H
'’Astaghfirullah ‘al adziim! Istighfar, Monik! Apa yang kamu lakukan? Ini nggak akan menyudahi masalah kamu!’’Ayu mengambil paksa benda itu. Seketika, tubuhku luruh ke lantai. ‘’Aku capeek, Yuu! Aku capek!’’ teriakku dengan buliran air mata. ‘’Bangunlah! Jangan sampe Bunda sama Ayah mendengar suara tangisan kamu. Kamu ngga mau kan semuanya terbongkar?’’ Ayu membantuku untuk berdiri. ‘’Sudah aku katakan, bunuh diri itu nggak akan menyelesaikan masalah! Di dunia memang iya urusan kamu selesai. Tapi, di akhirat? Nggak akan selesai, Monik.’’ ‘’Kamu akan meninggal dalam keadaan sesat. Kamu akan sengsara di sana! Apalagi kamu belum bertobat. Apa kamu mau, hah? Coba kamu renungi,’’ jelas Ayu dengan tatapan sendu. Aku termenung seketika dengan tatapan kosong. Apa yang dikatakan oleh Ayu ada benarnya juga. Kenapa pikiranku begitu singkat? Allah! Pantaskah aku menyebut nama-Mu? ‘’Sebentar.’’Dia meraih mukenah dan sajadah yang sedang digantung di hanger, lalu memberikan padaku. Aku m