Share

Penyesalanku

Penulis: Nike Ardila Sari
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Meski berteriak demikian, di mobil, nyatanya buliran air mataku tak henti-hentinya mengalir.

Teringat olehku Andre dengan seenaknya membawa wanita lain setelah mendapatkan semuanya dariku. membuat Ayu menatapku dengan tatapan sendu.

‘’Aku pernah bilang ke kamu dulu kan, Monik? Jangan sembarangan menerima cinta lelaki dan jangan pacaran dulu. Kamu masih ingat nasehatku?’’ ucap  Ayu dengan lirih sembari masih fokus menyetir. Aku hanya mengangguk lemah.

’’Kenapa aku lupa semua itu, Yu? Kenapa?’’ teriakku. 

‘’Kamu tahu? Lelaki yang baik itu nggak akan mengajak pacaran apalagi melakukan hal yang nggak senonoh itu.’’  Aku hanya terdiam, menyesali semua perbuatanku. Kalau saja aku mau mendengarkan apa nasihat sahabatku, mungkin tak akan seperti ini kejadiannya. Aku diusir dari rumah, Mama dan Papa membenciku. Hidupku sekarang banyak menanggung beban yang tak mampu untuk  aku pikul sendirian. Kuseka buliran mataku dengan ujung kerudung.

Beberapa menit kemudian, kami telah sampai di kosan. Ayu menepikan mobilnya dan mematikan mesin mobil. Kami bergegas melangkah keluar dari mobil. 

‘’Kamu suka kost ini nggak? Mumpung nggak besar banget. Ntar kamu kesepian lagi,’’ tanyanya menunjuk kost yang sepertinya belum ada penghuninya.

‘’Aku suka banget, Yu. Nggak apa-apa,’’ aku mengangguk perlahan.

Ayu pun mengeluarkan ponselnya, dia menatap nomor yang tertera di dinding kost,  lalu disalinnya nomor itu. 

‘’Assalamua’laikum. Bu.’’

‘’Ini teman saya mau mengkost di kost Ibu,’’

‘’Baik, Bu. Kami tunggu.’’ Ayu pun memutuskan teleponnya. 

‘’Kita tunggu aja, Monik. Ibu itu mau ke sini.’’ Kami segera duduk di kursinya. Untuk melepaskan penat. Tak lama kemudian, datang wanita paruh baya, rambutnya pendek, dan berpakaian rok selutut. 

‘’Siapa yang mau ngekost di kost saya?’’ tanya wanita itu menghampiri kami.

‘’Ini, Bu. Monik, teman saya,’’ tunjuk Ayu mengarah padaku.

Dia menatapku dari atas hingga ke bawah seperti sedang menyeleksi karyawan saja.

’’Kamu hamil?’’ Kali ini nada suaranya naik satu tingkat. Pertanyaannya membuatku kaget, sebelumnya aku sudah punya firasat akan pertanyaan pemilik kos. Aku mengangguk cepat.

’’Su—suami aku sedang mencari nafkah, Bu. Jadi untuk sementara  aku tinggal di daerah ini.’’ Wanita separuh baya itu tak hentinya memandangiku.

’’Baiklah. Soalnya sejak ada berita viral wanita hamil di luar nikah menginap di kosan dan digrebek warga, membuat saya lebih teliti lagi menerima orang-orang yang mau ngekos di sini.’’

‘’Saya ngga mau terkena imbasnya dan kos ini bukan tempat menampung wanita hamil du luar nikah,’’ tegasnya yang membuat dadaku terasa sesak kemudian. Begitu juga dengan Ayu yang tampak menunduk.

‘’I—iya, Bu. Aku nggak bohong kok.’’ 

‘’Oke!’’

‘’Berapa sebulan ya, Bu?’’  Ayu mengalihkan pembicaraan.

‘’Sebulan 350.000,’’ sahutnya singkat. Dia sedari tadi tak henti-hentinya memperhatikanku. 

‘’Biasanya setiap kamar ada penghuninya. Sekarang mereka sedang berlibur di kampung mereka.’’ Aku merasa lega dengan ucapan wanita pemilik kos.

Tampak Ayu mengeluarkan beberapa uang kertas bewarna merah di dompetnya.

’’Ini, Bu. Saya bayar sebulan dulu. Kalau misalnya lebih waktunya sebulan teman saya nginap di sini, saya akan tambah lagi,’’ jelas Ayu menyodorkan, ibu itu langsung saja meraihnya dengan cepat.

‘’Oke. Ini kuncinya!’’

‘’Terima kasih, Bu,’’ lirihku yang langsung meraih anak kunci dari tangan pemilik kos. Dia hanya mengangguk dan berbalik tanpa permisi.

‘’Sebentar! Oh ya, saya belum membersihkannya jadi tolong kamu bersihkan sebersih mungkin!’’

Hah?

Belum sempat memproses, dia kembali menoleh dan menunjukku. 

‘’Satu lagi, setiap hari kos saya harus kamu bersihkan! Jangan sampai saya melihat kos kotor dan berantakan. Kamu paham?’’

Aku hanya mengangguk. 

Ya, Allah! Seram sekali ibu kost ini. Tak seenak tinggal di rumah sendiri. Aku menghela napasku perlahan.

‘’Pa—paham, Bu.’’ sahutku terbata. Sedangkan Ayu menggeleng saja. 

Sedangkan wanita itu melangkah kembali untuk pulang ke rumahnya yang kukira tak jauh dari sini. Aku dan Ayu saling tatapan.

‘’Begini rasanya punya Ibu kos toh, Yu?’’ tanyaku dengan lirih, sembari menarik napas.

‘’Iya. Makanya lebih enak tinggal di rumah sendiri,’’ jawab Ayu.  Aku membenarkan ucapan Ayu dalam hati. 

‘’Ya sudah. Aku ambil baju kamu dulu di mobil ya.’’ Dia melangkah ke tempat parkiran mobilnya. Dan menenteng plastik berukuran besar yang berisi pakaian. 

‘’Bukannya kamu mau pulang?’’ tanyaku heran.

‘’Aku mau membantu kamu membereskan kos dulu.’’ Dia bergegas membuntutiku.

**

Aku menyeka keringat yang bercucuran. Aku merasa begitu lelah setelah membersihkan kos, padahal bukan aku bukan sendirian membersihkannya. Melainkan dibantu oleh sahabatku.

Membuat aku teringat suasana rumah, aku belum pernah merasa selelah ini membersihkan rumah karena Mama juga tak lepas tangan membiarkan anaknya bekerja sendirian. Kini badanku rasanya mudah lelah, tak seperti dulu.

‘’Atau karena aku sedang hamil kali, ya? Jadi mudah lelah,’’ gumamku sambil menghenyak di kursi dan menikmati hembusan angina menerpa kerudungku.

Seketika membayang di pikiranku di saat Papa mengusirku dan menyeretku begitu saja keluar dari rumah. Dulu beliau begitu memanjakanku, bahkan tak pernah membentakku sekali pun. Kini? Kata-kata kasar, makian, dan bahkan beliau menamparku.

Aku mengerti bahwa Papa begitu marah dan kecewa atas apa yang sudah aku perbuat. Tanganku bergerak mengelus perut yang sudah mulai membesar. Bagaimana nasip anak ini? Kalau seandainya Andre tak mau bertanggung jawab, lalu bagaimana nasip anak ini yang lahir ke dunia tanpa seorang Bapak? 

‘’Maafkan Mama, Nak. Ngga seharusnya kamu seperti ini. Ini adalah kesalahan Mama sama Papa kamu. Jadinya kamu yang menanggung semua ini.’’ Suaraku bergetar menahan rasa sesak di dada, terlebih lagi jika ingat kemarahan dan kekecewaan Papa terhadapku.

‘’Aku sangat menyesal, Pa. Maafkan aku.’’ Tanpa sadar air mataku mengalir begitu saja. Aku sungguh menyesali apa yang aku perbuat.

Andaikan saja aku tak menerima cinta lelaki itu dan andaikan saja aku bisa lebih mengontrol perasaanku, mungkin kejadiannya tak kan seperti ini. Padahal Ayu juga melarangku untuk pacaran dengan lelaki itu, bahkan berkali-kali dia mengingatkan aku. Aku malah membencinya dan menganggap Ayu iri pada aku. Astagfirullah, Ya Allah! Apa aku masih pantas menyebut nama-Mu?

‘’Monik?’’ Aku bergegas menyeka buliran air mataku. Ternyata Ayu sudah berada di sampingku. Entah sejak kapan dia duduk di sini.

‘’Ka—kamu…’’

‘’Jangan berlarut-larut begitu, Monik. Aku paham dan mengerti apa yang kamu rasakan.’’

‘’Semuanya udah terjadi. Ngga akan bisa dikembalikan lagi. Perbanyak saja berdoa dan mendekatkan diri pada Allah, ya?’’

‘’Aku yakin cepat atau lambat Om insyaaAllah akan mau menerima kamu kembali di rumah. Saat ini beliau cuma kecewa berat atas apa yang terjadi sama kamu.’’ Membuat aku terisak dengan ucapan Ayu.

‘’Apalagi kamu adalah anak satu-satunya, Om. Jadi mana mungkin Om akan membenci kamu untuk selamanya.’’

Bersambung.

Bab terkait

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Dasar Lelaki!

    ‘’Setelah semuanya dia dapatkan dariku. Dia secepatnya berubah. Dasar lelaki! Mau enaknya saja. Dia berjanji akan bertanggung jawab. Tapi mana janjinya itu?’’ ketusku sembari mondar-mandir di kamar kos. Perutku makin hari semakin membesar, namun tak ada tanda-tanda dia akan bertanggung jawab. ‘’Aarghh!!’’ Aku mengacak rambut frustasi. Aku menghenyak di ranjang seketika meraih ponsel yang di pinjamkan oleh Ayu kemarin. Ya, Ayu meminjamkanku ponsel kalau seandainya aku ingin menghubunginya. Aku bergegas mencari nomor kontak lelaki itu. Lalu aku mencoba menghubungi nomor ponsel tersebut. Berdering? Tetapi tak diangkat. Aku kembali mencoba menghubungi lelaki itu. ‘’Ayo angkat dong, Ndre!’’ ‘’Ma’af ini siapa?’’ ‘’Aku! Oh, jadi kamu lupa sama suara ini? Setelah kamu mendapatkan semuanya dari aku!’’ Kali ini amarahku sudah berada di ubun-ubun, kalau saja lelaki itu saat ini berada di depanku, akan aku jambak-jambak rambutnya dan bahkan ingin sekali aku menonjok mukanya itu. ‘’Mana t

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Kartu Nama?

    ‘’Di sini nggak ada yang betah ngekos, Nak. Pemilik kosnya galak banget. Orang kalo ngekos di sini palingan cuma beberapa hari aja betahnya. Apa kamu nggak tau?’’ ‘’Oh ya, Bu? Tapi, aku betah di sini kok. Malahan Bu kos baik banget sama aku.’’ Aku tersenyum tipis, berusaha menutupi kelakukan ibu pemilik kos. Takutnya nanti malah terdengar olehnya, lalu aku diusir dari sini bagaimana? ‘’Hum, benaran?’’ tanya beliau kembali. Aku kembali mengangguk pelan. Sedangkan wanita itu berlalu meninggalkanku. Aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat terhenti. Beberapa saat kemudian aku selesai mengerjakan semua pekerjaan kos. Aku berbaring di kamar untuk melepaskan penat. Aku tatap langit-langit kamar. ‘’Gimana kalo aku kerja aja? Aku nggak mau ngerepotin Ayu terus. Ngga mungkin aku akan meminta uang untuk biaya sehari-hari ke Ayu. Dia udah banyak membantu aku.’’ ‘’Tapi apa orang mau menerima aku yang sedang hamil kayak gini?’’ Aku menggeleng. Tiada salahnya untuk aku coba, apalagi usi

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Penipu?

    ‘’Bu, aku ini sedang hamil cucumu,’’ lirihku dengan nada suara bergetar. ‘’Kamu salah sambung! Anak saya itu masih sekolah!’’ ‘’Kamu pasti menipu saya kan?’’ ‘’Atau kamu mau uang? Kirim nomer rekening kamu. Biar saya transfer 3M.’’ Membuat aku mengelus dada. ‘’Aku nggak mungkin menipu Ibu. Dan aku ngga butuh uang Ibu. Yang aku butuhkan adalah tanggung jawab dari anak Ibu.’’ ‘’Anak aku ngga mungkin lahir tanpa seorang Ayah,’’ imbuhku yang membuat aku terisak. ‘’Nggak! Kamu pasti penipu! Akan saya laporkan ke polisi!’’ Dia mengancamku dan sepertinya masih tak percaya. ‘’Gimana kalo anak Ibu yang aku laporkan?’’ balasku kembali mengancamnya. Seketika sambungan telepon terputus. Mungkin karena signal yang kurang bersahabat. ‘’Arrgghhh! Bagaimana ini? Aku udah mengakui semuanya ke Mama Andre. Lah, dia masih nggak percaya.’’ Aku mengepalkan tangan dan mondar-mandir di kamar yang beberapa hari ini aku huni. ‘’Perutku semakin membesar seiring berjalannya waktu. Dan Andre

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Mendadak Pusing?

    ‘’Ka—karena aku sedang ha—hamil cucu Ibu.’’ Tenggorokan rasa tercekat. Aku mengusap perut yang mulai membesar. Membuat wanita separuh baya itu beralih memandangi perutku.‘’Hah? Kamu yang menelpon saya tadi? Beraninya kamu ke sini?’’‘’Aku berani ke sini, karena mau menemui Ibu. Anak kamu nggak mau tanggung jawab,’’ jelasku dengan suara bergetar memberanikan diri berbicara seadanya.‘’Nggak! Nggak mungkin. Andre anak saya nggak mungkin melakukan hal sekeji itu. Saya tahu bagaimana sikap anak saya!’’ sanggahnya tak percaya. ‘’Tapi itu kenyataan, Bu,’’ sahutku lirih dengan isakan tangis. ‘’Pergi kamu dari sini! Pergi!’’ usirnya dengan suara yang menggelegar. ‘’A—aku ngga akan pergi sebelum Ibu percaya sama aku!’’ ‘’Kamu itu harus dikasih pelajaran kayaknya!’’ Dia menyeret tanganku dengan kasar dan membawaku keluar dari rumahnya. Tubuhku luruh ke tanah. Perlahan aku berdiri kembali dan merangkul kakinya, untung saja satpam itu membiarkanku dan hanya menjadi penonton saja.‘’To—tolong

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Apakah ini Permainannya?

    ‘’A—apa?’’ Aku kaget dan menggeleng cepat. Tak mungkin aku berada di rumah Andre, aku ingat betul bagaimana Mamanya itu tak mempercayaiku dan menyeretku ke luar dari pekarangan rumahnya. Aku masih ingat ketika aku diguyur hujan lebat di pinggir jalan. Lalu kepalaku terasa pusing dan perutku pun terasa sakit, siapa yang membawaku ke sini? Apa anak buahnya Bu Karni?‘’Sudah! Kamu istirahat dulu. Ibu bikini teh hangat.’’ Senyumnya terbit, tak seperti tatkala aku mengakui semuanya ke dia sewaktu berada di depan rumahnya. Apakah ini permainannya? Kenapa dia begitu baik padaku? Kenapa dia bisa berubah secepat ini? Apa yang merasukinya? Duh! Kepalaku terasa pusing sekali, sedangkan wanita separuh baya itu bergegas berlalu meninggalkanku.’Sekarang biarkan aku pulih dulu. Setelah itu aku akan tanya ke Bu Karni kenapa dia bisa sebaik ini ke aku'Aku memijit kepala yang masih terasa nyut-nyutan. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, ternyata aku sudah berada di sebuah kamar minimalis

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Apa Dia Sengaja Menghilang?

    ‘’Terima kasih banyak, Dok.’’‘’Sama-sama, Bu. Kalau begitu mari jemput resep ke rumah saya!’’ Dia merapikan kembali tasnya dan bergegas berdiri.‘’Jangan banyak pikiran lagi ya, Mbak? Jaga kesehatannya, minum susu Ibu hamil, konsumsi makanan yang kaya serat seperti buah dan sayur. Minum banyak air serta banyak istirahat,’’ saran wanita yang memakai seragam putih itu. ‘’Baik, Dok. Terima kasih,’’ lirihku dan kembali membaringkan tubuh yang terasa masih lemas. Bu Karni bergegas mengikuti langkah Dokter itu. Seketika teringat olehku lelaki bajingan itu. Ke mana dia? Kenapa dari tadi aku tak melihat batang hidungnya? Apa dia sengaja menghilang? Untuk saat ini yang lebih penting adalah kesehatan aku dan janin yang ada di rahimku. Dari tadi aku tak melihat ponselku, di mana ia? Aku beralih menatap nakas, ternyata benda itu sudah terletak di sana. Aku yakin pasti Bu Karni yang meletakkan di sini.Dengan pelan aku duduk lalu meraih benda canggih itu. Aku khawatir ponselku tak bisa hidup k

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Penipu?

    ‘’Pa, dia bukan penipu. Dia benaran hamil anaknya Andre. Cucu kita,’’ lirih Bu Karni dengan suara bergetar. Aku masih memasang pendengaran dengan baik dan memperhatikan dua pasangan suami istri itu dari lantai atas.‘’A—aku ngga percaya, Ma. Kamu mau aja dibodohi oleh perempuan itu. Atau jangan-jangan kamu udah dipelet sama dia. Kenapa kamu bisa begini sih?’’‘’Andre ngga mungkin begitu kelakuannya. Dan aku kenal betul dengan pacarnya Andre. Aku yakin perempuan itu sudah gi-la. Dia dihamili laki-laki lain. Malah menuduh anak kita!’’‘’Semudah itu kamu percaya?’’ Lelaki itu menatap istrinya dengan tatapan tajam. Aku menggeleng cepat tanpa disadari air mataku mengalir begitu saja. Hati ini perih mendengar ucapan papanya Andre. Bisa-bisanya dia menganggapku gi-la.‘’Cukup, Pa! Aku lebih tau dari kamu!’’ ***Terbayang olehku ketika Pak Ardi membentak istrinya, sepertinya lelaki itu tak menginginkan keberadaanku di sini. Sepertinya juga dia tak menyukaiku. Bahkan dia mengataiku penipu da

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Aku Takut

    ‘’Apa kamu yakin, Monik?’’ tanya Ayu kembali. ‘’Aku yakin banget, Yu. Apalagi perutku semakin membesar. Aku butuh biaya untuk persalinan. Kamu kan tahu, Mama dan Papa sampai sekarang belum bisa mema’afkanku. Andre pun belum tentu mau menikahiku,’’ jelasku panjang lebar. Aku tak punya pilihan lain selain menjual hadiah pemberian Andre. Perutku makin membesar dan sebentar lagi aku bakalan melahirkan, tentu butuh biaya yang sangat besar. Apalagi sekarang aku hanya memegang uang puluhan ribu saja, itu pun tak sampai untuk keperluan sehari-hari. Andaikan saja bu Karni memberiku sedikit uang untuk biaya sehari-hari. Tapi, diberi tempat tinggal saja untukku sudah merasa bersyukur sekali. Seandainya bu Karni tak membawaku ke sini, di mana aku akan tinggal? ‘’Ya udah deh, kalau kayak gitu katamu. Aku akan bantuin,’’‘’Terima kasih, Sahabatku,’’ aku tersenyum lega.‘’Sama-sama. Kamu jangan lupa sholat, jangan biarkan dirimu bergelimang dosa selamanya,’’ nasihat Ayu mampu membuatku merenung

Bab terbaru

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Diusir?

    Kupandangi bayiku masih terlelap di pangkuan mama. Beberapa menit kemudian, kami telah sampai di depan rumah. Papa bergegas mematikan mesin mobil, lalu membukakan pintu untuk kami.Aku melangkah keluar, seketika tetangga menatapku dengan tatapan aneh dan tajam. Terlebih mama yang tengah menggendong bayiku, tatapan mereka begitu tajam menatap mama.‘’Eh, Bu Elsa bawa bayi. Cucunya ya?’’ tanya salah seorang tetangga dengan senyum mengejek. Kupandangi mama hanya menunduk.‘’Anakku aja udah daftar kuliah loh. Eh, Monik malah udah punya bayi.’’‘’Ayahnya siapa tuh? Jangan-jangan nggak tahu siapa Ayahnya lagi,’’ ketusnya dengan senyuman sinis.‘’Nah bener, nggak pulang-pulang selama beberapa bulan. Eh, tahu-tahunya udah punya baby aja. Makanya Bu Elsa sama Pak Indra anak tuh dididik dengan baik, jangan biarkan keluar malem-malem. Ini kerja aja terus, sampai lupa dengan anak satu-satunya.’’ ‘’Iya, kaya banget tapi anaknya hamil di luar nikah. Ihh, ngeri!’’ ucapnya bergedik ngeri.‘’Jangan

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Bayiku di mana?

    ‘’Ja—jangan, Nak. Dia paham kok kenapa Mama dan Papa mengusirnya. Dan kemaren kami juga udah saling minta ma’af.’’ Mama mencoba mencegahku. Ucapan mama membuat aku lega.‘’Tapi kok sekarang Bu Karni nggak menemui aku lagi, Ma?’’‘’Kamu tenang aja, dia akan menemuimu kok. Mama ada janjian kemaren dengannya, jika kamu udah bisa pulang ke rumah dan udah beneran pulih, Mama akan telpon dia. Mama juga akan bicara soal pernikahan kamu dengan Andre’’ jelas mama panjang lebar. ‘’Bu—bukannya Papa—‘’‘’Iya, sekarang Papamu udah bisa menerima dan mema’afkan Andre. Ini semua demi kebaikanmu dan cucu Mama,’’ kata mama sembari menunjukkan seulas senyuman.‘’Iya, Ma. Syukurlah, makasih ya Ma.’’‘’Ta—tapi, apakah Andre mau menikahi aku dengan kondisi kayak gini. Ahh, bukannya ini karena perbuatannya juga,’’ batinku. Mama mengangguk sembari tersenyum,’’Yaudah, yuk!’’ Mama meraih koper dan membantuku untuk berjalan. Aku merasa berada di awang-awang rasanya. Tubuhku terasa sangat ringan. Mungkin kare

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Aku Berdosa lagi?

    Tubuhku mulai terasa pulih kembali setelah seminggu lebih terbaring di brankar. Alhamdulillah aku sudah diberi izin pulang kembali oleh pihak rumah sakit.‘’Kamu memang beneran udah sehat kan, Monik?’’ tanya mama sekilas menatapku, beliau sedang membereskan semua baju-bajuku ke dalam koper. Aku mengangguk lalu tersenyum, ‘’Alhamdulillah udah kok, Ma. Tapi, aku boleh nggak ngekost aja sama bayiku,’’ sahutku pelan. Karena aku tak mau nanti kedua orang tuaku jadi bahan gunjingan lagi karena ulahku. Apalagi jika aku membawa bayiku kembali ke rumah.Mama seketika kaget dan ada rasa yang tak bisa kutafsirkan dari wajah mama, tetapi masih berusaha untuk tersenyum.’’Mama kenapa ya?’’ batinku yang terus menelusuri wajah mama.‘’Ka—kamu udah kembali sehat, Nak,’’ ucap beliau dengan lirih dan terus saja menatapku.‘’Ma—maksud, Mama?’’ tanyaku heran. Apa maksud mama ya? Mama seketika mendekat ke arahku.‘’Beberapa hari setelah kamu melahirkan, sikap kamu aneh dan kamu bilang kalo bayi itu bu

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Tamparan? (POV Mama Monik)

    ‘’Ma, Mama kenapa? Apa yang terjadi sama anak kita?’’ lelaki yang tiga puluh delapan tahun menemaniku itu menghampiri aku yang masih menangis dengan sesegukan sembari bersandar di dinding. Dia spontan memelukku.‘’Mo—Monik, Pa,’’ lirihku, nyaris tak terdengar olehnya. ‘’Kenapa dengan Monik, Ma?’’‘’Dia depresi kata Dokter. Sejak tadi dia menangis nggak jelas dan mengamuk, apalagi setelah mendengar nama lelaki brengsek itu.’’Membuat suamiku melepaskan pelukannya pelan, tampak dari wajahnya yang begitu berubah. Dia mengusap mukanya dengan kasar.‘’Astaghfirullah!’’‘’Lelaki itu berani ke sini menampakkan mukanya? Kenapa Mama nggak katakan sama Papa?’’ tangannya tampak mengepal dan rahangnya mengeras. Aku menyeka air mataku dengan kasar.‘’Bukan dia, Pa. Tapi Mamanya yang ke sini,’’ kataku pelan. Ya, dia tak tahu siapa sebenarnya mama Andre. Jika dia tahu bahwa mama Andre itu adalah Karni, pasti akan membuat suamiku makin menyimpan kebencian dan dendam pada wanita itu. Apalagi setelah

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Perih Rasanya Hatiku (POV Mama Monik)

    ‘’Saya akan memberikan obat penenang sementara untuknya.’’ dia tampak bergegas bangkit dan melangkah ke lemari obat-obat itu. Tangannya meraih beberapa pil obat. Raut mukanya menggambarkan kepanikan dan melangkah ke luar dari ruangannya mungkin menuju ruang rawat anakku, aku pun mengikuti dari belakang.‘’Tenanglah, Mba. Istighfar.’’ ‘’Aku nggak melahirkan! Nggak!’’ dia terus saja berteriak sambil menangis. Air mataku terus saja berjatuhan dan hatiku begitu perih.‘’Bayinya nggak mau diem sejak tadi, Dok. Apa dia mau minta susu?’ Jadi cucuku tak bisa diam? Kenapa aku tak tahu dan tak mendengar tangisannya dari tadi, saking tak terarahnya pikiranku. Apa yang harus aku lakukan? Apalagi dengan keadaan mamanya yang seperti ini. Jangankan untuk menyusui, menggendong saja dia tak mau.‘’Dia haus mungkin, Sus. Buatkan saja susu SGM dulu ya, kita nggak bisa memaksakannya untuk mengasih ASI ke bayinya,’’ kata dokter itu yang tengah memasuki ruangan rawat Monik.Perih rasanya. Dan tubuhku ter

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Depresi? (POV Mama Monik)

    ‘’Memangnya aku kenapa, Ma? Habis kecelakaan?’’ ‘’A—apa maksud, Monik? Apa dia berpura-pura?’’ batinku. Yang merasa ada keanehan pada anak semata wayangku itu.‘’Kamu habis melahirkan, Nak,’’ sahutku pelan. Aku berusaha menahan buliran air mata yang hendak berjatuhan.‘’A—apa? Ini nggak mungkin, Ma. Aku belum menikah, kenapa bisa melahirkan begini. Nggaakk!’’ ‘’Ya Allah, bukannya ini semua akibatmu sendiri, hah?’’ aku menunjuknya dengan telunjuk kiri dengan tangan gemetaran. Emosiku sungguh tak bisa ditahan lagi. Enak saja dia berkata seperti itu. Padahal ini adalah hasil perbuatannya. Kini dia seolah berpura-pura tak ingat semuanya. Karena ulahnya membuat aku malu dengan tetangga, yang bahkan setiap hari menggunjing aku dan suami. Sudah sembilan bulan lebih lamanya aku dan suamiku membiarkannya seorang diri di luar sana. Papanya mengusirnya ketika sudah tahu kalau dia tengah mengandung bayi yang bukan pada waktunya. Aku pun tak bisa melarang papanya agar tak mengusir dia dari dari

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Dia Bukan Anakku!

    ‘’Tolong, aku ingin meminta ma’af dan do’a dari mereka.’’ Nyaris tak terdengar olehnya.Seketika suster itu menghentikan langkahnya, lalu mendekat di sampingku.‘’Iya, Mba. Akan saya bantu nanti ya.’’‘’Ma—makasih, Sus.’’‘’Sama-sama, Mba. Jangan banyak bicara dulu, jangan banyak pikiran dan banyakin istighfar ya, Mba.’’‘’Saya keluar dulu.’’Beberapa orang wanita yang berpakaian seragam putih itu bergegas melangkah keluar. Makin ke sini kontraksi sering datang, dengan rasa sakit yang amat mendalam.Beberapa menit kemudian.‘’Moniik!’’ panggilnya dengan isakan tangis. Bergegas menghampiriku yang terbaring lemah. Lantas mengenggam tanganku dengan erat.‘’Ma—ma’afkan aku ya, Ma, Pa,’’ lirihku terbata.Mudahan dengan datangnya kedua orang tuaku, mereka bisa mema’afkanku dan mendo’akanku agar lancar dalam operasi melahirkan. Karena do’a kedua orang tua itu adalah mustajab. Seharusnya jauh sebelum melahirkan aku sudah meminta ma’af kepada kedua orang tuaku, karena aku sudah membuat mereka

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Ada Apa denganku?

    Aku membuka mata dengan pelan, kepalaku terasa sangat pusing, dan merasakan sakit di sekujur tubuhku, terlebih di area kew*nitaanku. Apa aku sudah melahirkan? Kucoba memeriksa perutku perlahan.‘’Ya Allah ternyata aku belum melahirkan. Aku di mana?’’ Aku pandangi seluruh ruangan, tampak seorang wanita yang berpakaian seragam putih tengah mempersiapkan sesuatu, entah apa. Aku pun tak tahu. Oh iya, semua alat medis terpasang indah di tubuhku.Ada apa denganku? Kenapa sampai sekarang aku tak kunjung melahirkan? Rasanya tubuhku begitu lelah. Oh iya, kira-kira siapa yang membawaku ke rumah sakit? Aku teringat ketika aku merasakan pusing di tepi jalan itu dan aku tak ingat apa-apa lagi. Apa mungkin Ayu yang membawaku ke sini? Lalu siapa lagi kalau bukan Ayu.‘’Arrgghhhh!!’’ perutku bagian bawah terasa sangat sakit.‘’ Syukurlah Mba sudah sadar. Bertahanlah, akan saya panggilkan dokter.’’ Wanita yang berpakaian seragam putih itu menghampiriku dengan wajah cemas. Lalu berlari keluar dari ruan

  • Biar Kutanggung Dosa Malam Itu   Kontraksi?

    ‘’Ya Allah, kok bisa?’’‘’Ceritanya panjang, nanti akan kuceritakan. Sekarang jemput aku ya.’’‘’Aku akan jemput, tapi ini aku masih di rumah sakit menemani Nenek. Beliau dirawat.’’‘’Ya Allah, Nenek masuk rumah sakit? Kok kamu nggak cerita, Yu.’’‘’Iya, Monik. Gimana aku mau cerita, karena beliau baru saja masuk rumah sakit. Dan juga aku nggak mau menambah beban pikiran kamu.’’‘’Ya udah, kamu di mana sekarang. Biar aku jemput, tapi aku tunggu dulu Bunda biar Nenek ada yang jagain. Soalnya Bunda tadi sedang mengurus surat-surat keperluan Nenek,’’ imbuhnya di seberang sana.‘’Aku udah jauh dari kost itu, nanti kukirimkan alamatnya.’’‘’ Iya, Yu. Tapi cepetan ya, aku capek banget rasanya nih.’’‘’Iya, kamu cari tempat duduk dulu di sana. Biar bisa istirahat.’’‘’Jangan kemana-mana ya, tunggu aku. Oke.’’‘’Assalamua’laikum.’’Aku bergegas memasukkan kembali benda pipih milikku ke saku-saku. Seketika perutku terasa keroncongan. Ya, ternyata perutku belum diisi makanan apapun sejak tadi p

DMCA.com Protection Status