Semua Bab RANTAI CINTA MAFIA KEJAM: Bab 91 - Bab 100

124 Bab

Tidak menyukai permainan kata-kata

Malam semakin larut saat mereka tiba di lokasi yang telah mereka tentukan. Tempat itu terletak di pinggir kota, di sebuah kawasan yang jarang dilalui. Bangunan besar yang terbengkalai berdiri di sana, seolah menyembunyikan banyak rahasia di balik dinding-dindingnya yang kusam. Dari luar, tampak sunyi dan gelap, namun Jia tahu persis apa yang sedang menunggu di dalam.Jia memandang gedung itu, otaknya bekerja cepat, memikirkan setiap kemungkinan yang dapat terjadi. Ada banyak hal yang bisa salah malam ini. Tetapi, dia sudah tidak punya pilihan lagi. Tidak ada ruang untuk keraguan.Revandro yang berdiri di sebelahnya, menatap gedung yang sama dengan ekspresi yang sulit ditebak. Matanya, yang biasanya penuh dengan kecerdasan tajam dan sikap yang penuh perhitungan, kini tampak lebih dalam, seolah menyembunyikan pemikiran yang tak terungkap. Dia tahu ini bukan hanya tentang kemenangan, tetapi juga tentang memperjuangkan sesuatu yang lebih besar dari itu.“Jia,” suara Revandro memecah kehen
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-15
Baca selengkapnya

Bukan orang sembarangan

Pria itu melangkah maju, mengesampingkan semua orang yang berada di ruangan. Suara langkah kakinya yang berat membuat setiap orang terdiam, seakan mengikuti irama yang ditentukannya. Jia tetap berdiri tegak, matanya tidak pernah lepas dari pria tersebut. Ada sesuatu dalam diri pria ini yang membuatnya merasa waspada, meskipun ia telah menghadapi banyak bahaya sebelumnya.Revandro yang sejak tadi diam, kini menatap pria itu dengan penuh perhatian. Wajahnya tetap tenang, tetapi ada kilatan tertentu di matanya—sesuatu yang tidak bisa disembunyikan. "Jadi, kamu adalah orang yang memimpin permainan ini," kata Revandro dengan suara yang dalam, penuh tantangan.Pria itu berhenti beberapa langkah di depan Jia dan Revandro, tatapannya tajam dan seolah menilai mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ia mengenakan jas hitam yang rapi, dengan dasi yang diikat sempurna, namun ada aura gelap yang mengelilinginya, membuat setiap orang di ruangan merasa terintimidasi."Begitu mudah untuk mengena
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-15
Baca selengkapnya

Memastikan menghakhirinya

Jia menatap pintu yang masih berayun perlahan, seolah bisa menelusuri bayangan pria itu di balik kegelapan. Dia mengepalkan tangannya dengan kuat, tubuhnya menegang, seakan marah pada dirinya sendiri karena membiarkan pria itu pergi begitu saja.Revandro, yang berdiri tidak jauh darinya, memiringkan kepalanya dan mengamati raut wajah Jia. “Ada apa?” tanyanya tenang, tapi matanya memancarkan keingintahuan yang tajam.Jia menoleh, tatapan dinginnya kini mengarah langsung pada Revandro. “Kau membiarkannya pergi. Itu kesalahan besar.”Revandro hanya mengangkat bahunya, seraya berjalan ke arah meja kecil di sudut ruangan dan mengambil segelas minuman. “Mungkin. Tapi apa gunanya menahannya kalau kita tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dimainkan?”“Tapi kita kehilangan kesempatan untuk menginterogasinya!” Jia mendekat, nada suaranya meninggi, penuh frustrasi. “Dia tahu sesuatu. Dan simbol itu… Aku tahu dari mana asalnya.”Revandro meneguk minumannya perlahan, tidak sedikit pun terpengaruh
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-19
Baca selengkapnya

Pesan mendesak

Setelah pria misterius itu pergi, suasana di ruangan tetap tegang. Sila memilih keluar lebih dulu, memberikan waktu bagi Jia dan Revandro untuk berdiskusi. Namun, bukannya langsung membahas pesan Alexander, Revandro melangkah mendekati Jia, senyum yang tadinya dingin perlahan melembut.“Jia,” katanya pelan, memecah kesunyian.Jia menoleh, ekspresinya masih mengeras oleh ketegangan yang baru saja terjadi. “Apa lagi?” jawabnya tanpa banyak basa-basi.Namun, alih-alih menjawab, Revandro mengulurkan tangannya, menyentuh lembut wajah Jia, ibu jarinya menyapu pelan di pipinya yang merona samar karena emosi. Jia mematung, hatinya berdebar meski ia mencoba mengabaikannya.“Kau baik-baik saja?” tanya Revandro, suaranya lebih lembut dari yang biasanya.Jia menepis tangannya dengan lembut, tapi tidak benar-benar menghindar. “Aku bukan anak kecil, Rev. Aku bisa mengurus diriku sendiri.”Revandro tertawa kecil, rendah, penuh rasa sayang yang sulit ia sembunyikan. “Aku tahu kau bisa. Tapi, tetap sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-19
Baca selengkapnya

Bagaimanapun caranya

Jia duduk diam di tempatnya, menatap cangkir di tangannya yang mulai mendingin. Kata-kata Revandro tadi terus terngiang di kepalanya, seperti sebuah melodi yang enggan berhenti. "Kau adalah seseorang yang kubutuhkan." Kalimat itu, meskipun terkesan sederhana, membawa makna yang lebih besar daripada yang ia ingin akui.Namun, pikirannya terusik oleh nama Sila. Wanita itu selalu menjadi teka-teki baginya—terlalu licik, terlalu pintar bermain peran, dan terlalu sering berada di orbit Revandro. Jia tahu bahwa Sila tidak hanya bekerja untuk Revandro, tapi ada sesuatu yang lebih rumit di antara mereka, sesuatu yang sulit diabaikan.Ketukan lembut di pintu membuyarkan lamunannya. Seorang pelayan masuk dengan ragu.“Nona Jia, Tuan Revandro meminta Anda untuk bersiap. Dia ingin Anda menemaninya malam ini.”Jia menatap pelayan itu dengan kening berkerut. “Malam ini? Ke mana?”“Maaf, saya tidak diberi tahu lebih banyak. Tapi dia meminta Anda mengenakan sesuatu yang formal.”Mata Jia menyipit. Fo
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-19
Baca selengkapnya

Penghianat

Jia terdiam, mencoba mencerna kata-kata Revandro. Matanya mencari-cari tanda ketulusan di wajahnya, tetapi hanya menemukan ketegangan yang tidak biasa. Dia tahu Revandro serius, tetapi pertanyaannya adalah—seberapa jauh dia akan pergi demi melindunginya?"Bagaimanapun caranya?" Jia mengulangi, suaranya terdengar dingin. "Apa itu berarti membunuh lebih banyak orang lagi, Revandro?"Pria itu memutar kepalanya untuk menatapnya langsung. Matanya gelap, penuh dengan sesuatu yang sulit diuraikan. "Jika itu yang diperlukan, ya," jawabnya tanpa ragu.Jia menarik napas dalam, lalu memalingkan wajahnya ke jendela, melihat bayangan kota yang berlalu cepat. Dia tahu Revandro bukan orang biasa. Dia tahu pria itu hidup di dunia yang keras dan penuh darah, tetapi mendengarnya mengatakan hal itu dengan begitu tenang membuat dadanya sesak.“Bagaimana aku bisa percaya padamu?” Jia akhirnya bertanya, nadanya penuh dengan kebimbangan. “Setiap langkah yang kau ambil selalu menciptakan lebih banyak musuh.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-19
Baca selengkapnya

Perimeter Barat diserang

Jia menatap surat di tangannya, jari-jarinya gemetar halus meski wajahnya tampak mencoba mempertahankan ketenangan. Kalimat-kalimat pada surat itu sederhana, tetapi penuh ancaman yang tersembunyi di antara kata-kata halusnya. Surat itu berbicara tentang Jia, tentang masa lalunya, dan tentang sebuah rahasia yang selama ini tidak pernah dia ketahui.Dia mendongak, menatap Revandro yang berdiri bersandar pada meja, sikapnya tenang seperti biasa. Tapi mata pria itu, seperti lautan yang gelap dan dalam, menatapnya dengan intensitas yang tidak biasa. Jia menggenggam surat itu lebih erat, rasa frustrasi menjalari dirinya.“Apa artinya ini, Revandro?” tanyanya, suaranya rendah, tapi cukup tajam untuk membuat udara di ruangan itu terasa berat.“Artinya, kita sedang bermain dalam permainan yang lebih besar daripada yang kau sadari,” jawab Revandro dengan tenang, namun ada nada ancaman yang tidak terselubung di baliknya."Permainan apa?!" Jia melangkah maju, menabrak batas ruang pribadi Revandr
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Kebenaran yang menghancurkan segalanya

Jia menatap surat itu lama, jemarinya gemetar meski ia berusaha tetap tenang. Surat itu membawa pesan lebih dari sekadar ancaman. Setiap kata terasa seperti pukulan yang mengingatkannya akan luka yang telah lama ia kubur.Pikirannya melayang ke masa lalu yang ia coba lupakan—sosok ayahnya, keluarga yang ia tinggalkan, dan kebenaran yang selalu ia hindari.Suara langkah kaki mendekat dari luar kamarnya. Jia dengan cepat menyembunyikan surat itu di balik bantal dan memasang ekspresi biasa. Pintu terbuka, dan Revandro muncul dengan ekspresi dingin, matanya tajam seolah bisa menembus apa yang disembunyikan Jia.“Kau terlihat tegang,” katanya tanpa basa-basi.“Tidak lebih dari biasanya,” jawab Jia dengan senyum tipis, meskipun ada ketegangan di suaranya.Revandro mendekat, tangannya dengan santai meraih dagu Jia, mengangkatnya agar mata mereka bertemu. “Apa yang kau sembunyikan dariku?”Jia tersenyum sinis. “Lucu, itu kalimat yang sama ingin kutanyakan padamu.”Revandro tertawa kecil, teta
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Rencana yang mulai terungkap

Revandro memimpin langkah, menggenggam erat tangan Jia seolah dia adalah kompas terakhir yang akan membawanya ke tempat aman. Suara ledakan lain menggema, semakin mendekat, diikuti oleh gema langkah kaki yang tergesa-gesa. Para penjaga mansion berlarian dengan wajah tegang, tetapi tidak ada yang berani menghentikan Revandro.“Revandro, apa yang terjadi?” Jia bertanya, nadanya mencampur aduk antara rasa takut dan penasaran.Dia tidak menjawab. Sebaliknya, mereka berbelok tajam ke sebuah lorong gelap yang terlihat jarang digunakan. Jia memperhatikan dinding-dinding yang mulai berubah; bukan lagi batu mewah khas mansion, tetapi besi dingin dengan coretan yang tampak seperti kode.Saat mereka mencapai pintu logam besar, Revandro mengeluarkan sebuah kartu akses dari dalam jasnya. Tanpa bicara, dia menggesekkan kartu itu, dan pintu terbuka dengan bunyi mendesing.Jia tertegun ketika melihat apa yang ada di dalam. Ruang itu dipenuhi layar monitor, menampilkan berbagai gambar dari kamera keam
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya

Rasa takut dan ketertarikan

Tubuh Jia terkulai di kursi kayu yang keras, napasnya tersengal-sengal. Kulitnya yang mulus kini dipenuhi luka dan lebam. Rasa sakit menusuk setiap inci tubuhnya, tetapi tatapan matanya tetap keras, meski pandangannya mulai kabur.Cambuk terakhir yang menghantam punggungnya tidak membuatnya berteriak. Sebaliknya, Jia hanya mendengus kecil, seolah mencemooh pria bertopeng yang berdiri di depannya."Kau pikir ini cukup untuk membuatku menyerah?" suaranya parau namun penuh determinasi, membuat si algojo tampak frustrasi."Lihat saja berapa lama kau bisa bertahan," balas pria itu dingin, mencambukkan tali kulit sekali lagi, meski kali ini tanpa energi.Sebelum pria itu bisa melanjutkan penyiksaannya, pintu besar di sudut ruangan berderit terbuka. Semua orang yang berada di ruangan itu langsung menegakkan tubuh, ekspresi mereka berubah ketakutan.Sosok seorang pria tinggi dengan jas hitam masuk dengan langkah tenang namun penuh wibawa. Wajahnya tidak asing bagi sebagian besar orang di ruan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status