Zena kembali ke asrama dengan langkah pelan, pikirannya dipenuhi oleh percakapan tadi dengan Gus Karim. Hatinya terasa lebih ringan, meskipun banyak hal yang masih perlu dipikirkan. Ketika dia tiba di asrama, ia mulai bersiap untuk melaksanakan salat Dzuhur, mencari ketenangan dan petunjuk dalam doanya.Saat mengambil wudu, bayangan wajah Gus Karim muncul di benaknya, dengan senyuman bijak yang menenangkan. Kata-kata penuh pengertian dan dukungan yang beliau ucapkan tadi terus terngiang-ngiang di telinganya. Zena tidak bisa menahan diri untuk berangan-angan, berharap memiliki seseorang seperti Gus Karim dalam hidupnya—seseorang yang bijaksana, penuh kasih, dan selalu siap mendukung tanpa menghakimi.Setelah mengenakan mukena, Zena berdiri di atas sajadah, menghadap kiblat. Setelah selesai salat, Zena duduk bersila, berzikir pelan sambil menenangkan hatinya.Tidak lama kemudian, seorang pemuda muncul di depan pintu asrama, tampak seperti baru saja menyusup melewati pen
Baca selengkapnya