Saat Zena memeluk tangannya, Ilmi sudah merasakan pertanda buruk. Saat Zena mengatakan kebohongan luar biasa itu, Ilmi refleks menarik tangannya dan mengucapkan kata-kata mutiara, "You Motherfucker!"
Zena tidak membiarkannya lolos. Gadis itu terus memeluk dan mengejar Ilmi yang berusaha tidak terlibat terlalu jauh. Samar-samar telinga Ilmi menangkap suara lirih gadis itu yang meminta tolong padanya, "tolong aku ... Tolong ... Kumohon mas ... ""Zena!!!!""Apa benar kamu berhubungan badan dengan laki-laki ini? Jangan yang jujur!" Bentak ayah Zena.Zena sudah berkeringat dingin. Dengan lirih dia menjawab, "be--benar. Dia pacar pertama yang berhubungan badan denganku. Jadi keperawananku direnggut oleh dia.""Keterlaluan kamu Zena!"Ibu Zena yang dari tadi diam tidak kuasa menahan kesedihan dan pingsan. Untung Iz dan Sam gesit menangkap badan dan kepala Sarah sebelum menghantam beton keras.Zena mengatakan hal mengejutkan lagi. "Aku dan Ilham akan meni"Kamu menangis?" Ustadzah Okky bertanya pada Key yang matanya berair."Iya ... Siapa sangka Ilmi akan menikah di usia semuda ini ... Aku keduluan," Jawab Key setengah jujur setengah mengada-ngada.Ilmi mencium telapak tangan kanan Zena. Darahnya memanas membayangkan gadis cantik itu ada di ranjangnya. Jiwa playboy nya takluk di hadapan kecantikan Zena yang unik. Bentuk wajahnya oval, dengan tulang pipi yang tinggi dan rahang yang tegas, memberikan kesan kekuatan yang elegan. Kulitnya halus, berkilau dengan cahaya alami yang memancarkan kesehatan dan perawatan diri yang cermat.Matanya besar dan berbinar, alisnya tegas dan terawat, hidungnya ramping dan proporsional, menambahkan sentuhan keanggunan pada keseluruhan wajahnya. Setiap detail dari wajahnya, mulai dari lekuk dagu hingga kilauan mata, mengkomunikasikan kepercayaan diri dan kharisma yang tak terbantahkan, membuatnya memancarkan aura perempuan tomboi yang tidak hanya cantik teta
Zena menatap 5 jenis hidangan besar di mejanya. Key membelikannya banyak makanan. Apa dompetnya tidak kurus membeli makanan sebanyak ini? “Anu, Key, kamu kan hanya dokter kecil.” “Terus?” “Apa kamu tidak terlalu boros membeli makanan sebanyak ini? Aku tahu harga makanan disini, cukup untuk menguras setengah kantong pegawai UMR rendah hanya dengan sekali makan.” Key tertawa kecil, katanya, “kamu banyak bicara sekali. Aku yang mengajak, aku yang bayar. Tidak perlu memikirkan hal lain.” Kata Key serba ringkas. Melihat Zena tidak mau menyentuh bagiannya, Key pun makan lebih dulu. Key terus memaksa Zena agar makan. Menurutnya Zena kelihatan seperti belum makan berhari-hari. “Aku harus tenang. Jangan buat gerakan berlebihan, nanti Zena malah ilfeel padamu.” Key mencoba menyuapi Zena. “apa yang kubilang tentang jangan bertindak berlebihan? Arghh, Key kau payah sekali!” sementara Zena menatap Key dengan bingung. “m
Zena meletakkan pesanan, satu persatu ke atas meja dengan sopan. Tidak ada kesombongan di hatinya walaupun orang-orang yang duduk disana adalah teman-temannya semasa di pesantren.“Lebih baik bertemu mereka daripada keluargaku. Bolehkah aku menyebut mereka keluarga baruku sekarang?” Zena bertanya-tanya dalam hati. Melihat beberapa ustadz dan ustadzah bergurau dengan anak-anak panti yang mayoritas masih berusia 9 – 10 tahun.“Boleh aku bergabung?” Zena terkesima. Mereka masih ada disini hingga beberapa jam setelahnya. “boleh aku duduk di sebelah kamu, Okky?”“Silakan, kenapa harus minta izin segala sih, hehee.”Terlihat jelas ketidaksukaan di mata ustadz dan ustadzah lain. Zena adalah sumber masalah bagi mereka. Gara-gara Zena, pesantren mereka didatangi oleh keluarga dukun paling ditakuti di desa Parengsek. Kegiatan belajar mengajar jadi terkendali karena para ustadz dan ustadzah bergantian memberikan pengertian pada Hanum dan keluarganya agar berhenti mengganggu
Malam itu Zena menemui neraka dunia.Key yang kembali ke cafe di jam yang sama seperti kemarin tidak bisa menemukan Zena.Coba cari ke bengkel. Kata maid di cafe tersebut.Ke bengkel pun hasilnya sama. Sama-sama zonk. Key berpikir sejenak, mungkin terjadi sesuatu yang buruk. Sebab setahunya Zena tidak pernah absen bekerja. Gadis itu tidak pernah absen mencari uang dan menghindar dari orang-orang yang tidak disukainya. Termasuk yang baru Key ketahui belakangan ini. Zena ternyata tidak menyukai sikap Ilmi di rumah.“Buang jauh-jauh, buang jauh-jauh khayalan itu!” Key memukul kepalanya sendiri dengan lembut. Kalau terlalu kuat, takutnya terjadi pembekuan darah di otak. Sebagai calon dokter, Key tidak mau terkena penyakit apapun sebelum mewujudkan mimpinya.“Tenang kawan. Jangan gila Cuma karena sang bidadari menghilang dari lane.” Key bermonolog. Dia menikmati setiap detik yang ia habiskan saat bermonolog.Yakin berdiam diri takkan menyelesaikan apapun, Ke
“Bro, sedang apa kau di depan rumah temanmu yang sudah menikah?” tanya Ilmi berusaha menyembunyikan wajah senangnya. Key menatap Ilmi lekat. Lidahnya terasa kelu untuk mengatakan beberapa patah kata saja, “kalian tidak benar-benar menikah. Gus Karim juga memintamu menjaga dan melindungi Zena. Semua masalah kita akan beres asalkan membantu Zena bangkit dari keterpurukannya.” “Bro, aku mau berangkat kerja.” “Kerja apa?” “Ada deh. Pokoknya, kalau kau datang untuk mencari Zena, dia tidak ada disini. Gadis itu berangkat pagi-pagi sekali.” Ilmi sengaja mengarang cerita supaya bisa menggunakan Zena sekali lagi. “Hari ini aku tidak bisa jalan denganmu, nanti malam saja ya.” Ilmi menepuk pundak Key yang masih mematung seolah memikirkan sesuatu. “Iya.” Jawab Key singkat. “Kalau iya kenapa masih diam disini? Mundur sedikit. Aku mau kunci pintu.” Ilmi sedikit mendorong Key. “
Jam setengah sembilan malam. Key baru saja selesai Salat Isya. Alasan keterlambatan sangat mulia. Dokter muda itu baru saja selesai mengobati anak kepala desa yang kakinya patah selepas terpelosok ke dalam parit saat mengejar layangan.Setelah bersusah payah memberikan pertolongan pertama untuk anak itu, Key mengambil air wudhu dan melaksanakan salat Isya sebelum terlambat lebih jauh lagi.“Astagfirullah hul adzim,” sepanjang jalan Key beristighfar. Berusaha menghapus gambaran wajah Zena dari pikirannya.“Ternyata benar kata orang. Jatuh cinta itu sangat indah.” Gumam Ilmi sambil sesekali mengelus dadanya, merasa telah bersalah kepada tuhan. Sepanjang jalan Key mengalami dilema. Dia khawatir pada Zena tapi di satu sisi tidak bisa mendatangi rumahnya karena peraturan di pesantren itu melarang santri keluyuran di luar area pesantren.Lagi-lagi Key bertemu dengan Gus Karim. Individu nomor satu di pesantren tersebut tampaknya sedan
“Suatu kebodohan jika saya percaya pada anda!” Balas Key. Hanum membalas, “justru kaulah yang bodoh! Kau menyukai anakku kan? Tapi kenapa sampai sekarang kau diam saja?” Key membeku. Hanum tertawa sampai puas. “Tidak ada rahasia yang bertahan lama di hadapanku.” Kata Hanum. Tangannya yang dingin menepuk bahu Key yang tegang. Key segera melompat mundur. Hanum sudah membuktikan kalau dia bisa mengetahui segala macam rahasia. Entah dengan cara apa. “Jadi bagaimana? Kau mau kubantu atau tidak? Biayanya tidak mahal. Cukup buat dua bayi kemudian biarkan kedua bayi itu tinggal bersamaku selama sebulan.” Key menatap Hanum dengan jijik. “Tidak akan! Akan saya cari sendiri. Asalkan Allah SWT mengizinkan, jangankan Zena. Mayat Hitler pun pasti bisa saya temukan.” Key membalikkan badan, bersiap meninggalkan Hanum. Namun, tangan Hanum kembali memegang pundaknya. Kali ini dengan cengkerama
Zena menarik rambut Ilmi. Membenturkan kepalanya berkali-kali ke lantai. Di benturan yang ketiga, Ilmi berhasil mengirim serangan balasan tepat di dada kiri Zena. Gadis itu terguling ke samping, namun itu hanya gerakan tipuan Zena. Saat Ilmi bangun, Zena langsung memukul lututnya dengan batu sungai yang fungsi aslinya untuk menutup lubang pembuangan air agar tidak dimasuki ular. Serangan telak di lutut membuat ilmi jatuh tidak berdaya. Trauma mendalam menggerogoti pikirannya. Posisi mangsa dan predator telah tertukar diantara mereka. Zena terengah-engah, jantungnya berdebar kencang seperti genderang perang. Matanya membelalak ngeri saat melihat Ilmi terkapar di tanah, menggeliat kesakitan dengan lutut yang berlumuran darah. Adegan itu seperti mimpi buruk yang tak pernah terbayangkan. Di matanya, Ilmi yang dulu menjadi ancaman kini berubah menjadi sosok yang lemah, tak berdaya, dan penuh penderitaan. Zena melirik tanga