Dering pesan beberapa kali terdengar dari ponselku.
"itu pasti dari rekan bisnisku. Duh, maaf aku membatalkan kontrak sepihak." gumamku dalam hati penuh penyesalan. Sekejap saja penyesalan itu datang, beberapa detik kemudian hatiku kembali bersuka cita karena Okky akhirnya menemukan pangeran impiannya. Dulu waktu SD, Okky pernah bilang padaku, kalau laki-laki impiannya adalah yang berbadan atletis dan tidak memiliki janggut. Okky dari dulu menyukai laki-laki Baby Face. Katanya mereka imut tapi di suatu saat bisa jadi sangat ganas seperti macan. Aku tidak tahu siapa yang dia maksud. Sebenarnya aku sangat panasaran dengan wajah mempelai prianya. Okky sengaja merahasiakannya dariku saat kami telponan. Katanya untuk menjaga kejutannya. Membuatku berpikir, mungkin mempelai prianya aktor atau selebriti muda. Apa yang harus aku pakai di pernikahannya nanti? Tidak, sebelum itu, aku harus mempersiapkan mentalku terlebih dahulu. Bisa"Iya, aku butuh sekarang juga. Aku tunggu di lokasi." Ucapku di telepon. Desa Parengsek ternyata jadi lebih buruk dibanding 4 tahun yang lalu. Aku tidak ingin lagi mendekati orang-orang setelah kejadian memalukan dengan anak-anak tadi. Tiba-tiba pikiranku mengarah ke suatu tempat. Pesantren Gus Karim. Masih ada waktu 20 menit sebelum mempelai wanita tiba. Dan 15 menit sebelum pengawa yang aku pesan sampai. "Mari kita lihat bagaimana pesantren itu sekarang." Gumamku sambil mempercepat langkah. Selama di perjalanan aku bertemu orang-orang yang dulu sempat mengisi hidupku. Kebanyakan adalah petani sawit yang dulunya pernah jadi temanku sewaktu kecil. Ternyata tidak ada dari mereka yang berani merantau dan memilih terjebak di desa ini sampai mereka dewasa. Dulu aku sering bermain dengan mereka walaupun usia kami terpaut jauh. Aku 8 tahun, mereka 14 tahun. Dan mereka semuanya laki-laki. Meskipun mereka laki-laki dan aku perempuan, me
Sebenarnya sebelum bisa bertemu Okky, aku harus menghadapi beberapa halangan terlebih dahulu. “Assalamualaikum, Umi, Abi, Gus Karim.” Aku berdiri menunggu di ambang pintu, menunggu mereka bereaksi yang mendengar panggilanku. Aku kembangkan senyum terbaik untuk mereka yang dulu sayang padaku. “Si—siapa kamu?” tanya istri Gus, bangkit berdiri meninggalkan kerumunan ibu-ibu. Aku tersenyum dan membuka maskerku. “Ini aku, Zena. Apa kabar Umi?” Tubuh Umi yang berisi menabrakku. Umi sangat senang sepertinya. “Apa benar ini kamu?” tanya Umi sekali lagi. Dasar. Padahal dia sudah menghambur ke aku, tapi masih saja mempertanyakan identitasku. “Iya, ini aku Umi. Zena si Gorilla Kampung. Zena pulang sebentar untuk menghadiri pernikahan Okky.” Betapa senangnya Umi bertemu denganku. Ibu-ibu lain pun menggerumbungi aku seperti semut mengepung gula. Mereka penasaran kenapa aku menjadi sangat cantik. Padahal di ingatan merek
“Sa-saya tidak melakukan apa-apa, sumpah!”Kalau tidak melakukan apa-apa kenapa takut aku mengecek kamera pengawas? Syarif semakin mencurigakan. Pasti ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku.Kamera pengawas sudah di tanganku. “Aku tidak akan melaporkanmu kalau kamu tidak sengaja. Jadi tenanglah! Ataukah mungkin ... Kamu memang sengaja tidur di sebelahku tadi malam?”“Tidak! Sleep Walking lah penyebabnya, hanya itu!”Ketika aku menyalakan kamera pengawas, terlihat gambar baterai kosong. Sial. Gagal sudah keinginanku meluruskan masalah ini.Syarif tampak bernafas lega. Huh, kau tunggu saja. Aku tidak akan membiarkanmu berada di dekatku lagi. Bayangkan ada yang melihat kami keluar dari kamar yang sama pagi ini. Betapa malunya aku kalau sampai Okky tahu.“Keluar! Mau itu Sleep Walking atau sengaja, intinya kamu sudah tidur di sebelahku tanpa izin. Jangan kira kamu bisa lolos dari masalah ini.” Ucapku pada Syarif yang baru keluar dari toilet.Sikap san
“Kenapa tidak mengabari kami? Ayah bisa menyiapkan reuni keluarga terbaik sepanjang hidupmu. Benar kan? Iz, Sam.”Iz dan Sam. Kedua pamanku datang dengan gaya seorang koboi. Tapi yang mereka tunggang bukan kuda melainkan kerbau.“Kembalilah ke keluarga Zena. Kami tidak sejahat yang kau pikirkan.” Kata paman Iz.“Justru sebaliknya. Kami akan memberimu sebuah perusahaan kalau pulang sekarang. Ini rahasia keluarga kita. Selama ini kamu tidak tidak tahu keluarga kita punya perusahaan kan?” Timpal paman Sam dengan delusinya.Perusahaan apa? Kalau keluarga kami punya perusahaan tidak mungkin ayahku berprofesi sebagai dukun.“Diam kalian dua pengangguran! Jangan ikut campur.” Bentakku lantang.Aku memberi kode pada si botak dan si gondrong. Sebenarnya aku tidak ingat nama mereka, jadi kupanggil saja demikian.Kusuruh mereka mendekat karena instingku berkata: akan terjadi pertempuran sebentar lagi.“Zena! Jangan kurang ajar! Mereka pamanmu.”“Tap
Zena memutar-mutar cincin plastik di jari manisnya Berharap dengan melakukan itu akan ada pria yang meletakkan cincin sungguhan di jarinya. “Hahaha Zena dan pacarnya putus lagi,”“Hahaha, kasian. Makanya jangan terlalu jual mahal jadi cewek!” Zena menatap rerumputan di bawah kakinya. Ingin rasanya dia Balingkan tanah berumput itu ke muka anak-anak yang mengejeknya.“Kalian mau aku yang kesana, atau—““Kabur!!!!!!!!” Anak-anak itu menghilang secepat hembusan angin. Karena kesal Zena membanting kursi panjang yang ia duduki dan kebetulan hal itu dilihat oleh ibunya.“Zena! Hentikan itu dasar anak tidak berguna!” Zena kaget dan meletakkan kursi ke tempatnya. Melihat ibunya tengah berkacak pinggang di seberang sana membuat amarah Zena meredup.“Apa yang kamu pikirkan sih? Mau sampai kapan kamu bertingkah seperti orang gila saat ada anak kecil yang mengatakan kebenaran? Hah?” Zena hanya diam. Melawan orang tua adalah perbuatan dilaknat tuhan. O
Dua hari sudah Zena tidak pulang ke rumah. Seisi rumah khawatir bukan main. Mamanya Zena yaitu Sarah berpendapat: Menurutnya ada dua tempat yang paling mungkin menampung Zena. Pertama adalah Dojo. Sebuah tempat untuk berlatih bela diri di desa itu. Dan kedua, Coffie Shop tempat Zena bekerja.Tanpa membuang lebih banyak waktu lagi. Keluarga Zena yang terdiri dari ayah, ibu, 2 paman, 1 bibi, dan 2 anak kecil itu berpencar mencari Zena. om Sam dan om Iz mencari ke Coffie Shop sedangkan tante Diana dan Papa Hanum (ayah Zena) mencari ke Dojo.“Zena tidak ada di Coffie Shop. Katanya dia sudah 2 hari ini tidak masuk kerja.”“Di Dojo juga tidak ada.”“Di bengkel pak Muklis juga nihil. Kemana anak itu?”Masing-masing menyampaikan laporan mereka. Mamah dan Papa Zena semakin geram dengab tingkah anak sulung mereka tersebut.“Anak itu ... Jangan-jangan dia kabur dengan laki-laki pesantren? Tuduh mama Sarah.“Hei, diantara banyaknya jenis pria kenapa harus anak
Sudut pandang Gus Karim.“Saya sudah mengatakan semua yang Zena katakan sebelum jadi santri. Sejujurnya, aku kagum pada Zena karena mau jujur pada perasaannya. Dan aku juga merasa kasihan padanya, karena tekanan dari keluarganya, dia sampai mencari calon suami ke dalam pesantrenku.Tatapan tajam Gus Karim membuat kedua om Zena gemetar ketakutan. Mereka merasa seakan berhadapan dengan seekor harimau bukan manusia.Iz membuka mulutnya, meminta bertemu dengan Zena. Gus Karim yang adil pada semua orang pun langsung membukakan gerbang pesantrennya untuk Iz dan Sam.“Kita sudah di dalam. Sekarang apa Iz?”“Cari Zena lah! Memang untuk apa lagi kita datang ke tempat panas ini?”“Gus! Apa pesantren tempatnya memang sepanas ini?”Gus Karim merasa bingung. Dari tadi angin berhembus semilir, jadi tidak mungkin suasana disini sepanas itu. Malahan, Gua Karim yang memakai baju tebal saja masih merasa kedinginan.“Disini segar seperti tepi pantai. Kalian ini
Suasana malam di pesantren begitu tenang dan penuh kedamaian. Angin malam berhembus lembut, menggoyangkan dedaunan di pepohonan yang berjajar rapi di sekitar asrama santri. Cahaya bulan purnama menyinari halaman, menciptakan bayang-bayang yang bergerak pelan seiring dengan alunan angin.Di kejauhan, suara jangkrik yang bersahut-sahutan menciptakan simfoni alam yang menenangkan. Sesekali terdengar lolongan anjing penjaga yang berpatroli, menambah kesan misterius pada malam yang sunyi. Di atas pohon, burung hantu melayang diam-diam, matanya yang tajam mengawasi sekitar dengan penuh kewaspadaan.Di sudut halaman pesantren, sekumpulan santri duduk melingkar, khusyuk memanjatkan doa dan dzikir. Suara mereka bergema lembut, menyatu dengan keheningan malam. Lampu-lampu minyak yang tergantung di beranda asrama memancarkan cahaya keemasan, menciptakan suasana yang hangat dan akrab.Di antara semak-semak, terdengar suara gemerisik dedaunan yang digesek oleh gerakan tikus malam