“Suatu kebodohan jika saya percaya pada anda!” Balas Key.
Hanum membalas, “justru kaulah yang bodoh! Kau menyukai anakku kan? Tapi kenapa sampai sekarang kau diam saja?” Key membeku. Hanum tertawa sampai puas. “Tidak ada rahasia yang bertahan lama di hadapanku.” Kata Hanum. Tangannya yang dingin menepuk bahu Key yang tegang. Key segera melompat mundur. Hanum sudah membuktikan kalau dia bisa mengetahui segala macam rahasia. Entah dengan cara apa. “Jadi bagaimana? Kau mau kubantu atau tidak? Biayanya tidak mahal. Cukup buat dua bayi kemudian biarkan kedua bayi itu tinggal bersamaku selama sebulan.” Key menatap Hanum dengan jijik. “Tidak akan! Akan saya cari sendiri. Asalkan Allah SWT mengizinkan, jangankan Zena. Mayat Hitler pun pasti bisa saya temukan.” Key membalikkan badan, bersiap meninggalkan Hanum. Namun, tangan Hanum kembali memegang pundaknya. Kali ini dengan cengkeramaZena menarik rambut Ilmi. Membenturkan kepalanya berkali-kali ke lantai. Di benturan yang ketiga, Ilmi berhasil mengirim serangan balasan tepat di dada kiri Zena. Gadis itu terguling ke samping, namun itu hanya gerakan tipuan Zena. Saat Ilmi bangun, Zena langsung memukul lututnya dengan batu sungai yang fungsi aslinya untuk menutup lubang pembuangan air agar tidak dimasuki ular. Serangan telak di lutut membuat ilmi jatuh tidak berdaya. Trauma mendalam menggerogoti pikirannya. Posisi mangsa dan predator telah tertukar diantara mereka. Zena terengah-engah, jantungnya berdebar kencang seperti genderang perang. Matanya membelalak ngeri saat melihat Ilmi terkapar di tanah, menggeliat kesakitan dengan lutut yang berlumuran darah. Adegan itu seperti mimpi buruk yang tak pernah terbayangkan. Di matanya, Ilmi yang dulu menjadi ancaman kini berubah menjadi sosok yang lemah, tak berdaya, dan penuh penderitaan. Zena melirik tanga
Wajar saja jika Key murka saat ini. Dua teman baiknya tertimpa kejadian tak mengenakkan. Ditambah lagi dia ikut jadi sasaran amukan Hanum. Sampai sekarang dagunya masih sakit dan luka itu membuatnya kesulitan membaca Al-Qur'an. Entah berapa banyak lagi kesialan yang akan menimpa mereka. Saat ini Key hanya ingin mengantar Zena pulang dan mencari tahu kejadian yang sesungguhnya. *** Zena meremas satu-satunya barang yang jadi pelindungnya di dunia luar. Tas berisi dompet, kosmetik, dan kitab Al-Qur'an.Tanpa dompet yang tebal dan ilmu agama yang mumpuni, hidup di dunia luar sama seperti neraka. Zena sudah merasakannya. Mirisnya, kekejaman itu datang dari lingkungan yang seharusnya menghangatkan hati.Apalagi kalau bukan keluarganya yang sesat. Dari keluarganya yang tersesat Zena merasakan pahit dan kejamnya hidup."Zena, tolong jangan bertanya lagi, biarkan Gus fokus menyetir!" Tegur Key semakin keras.Zena yan
Zena merentangkan badan. Rumah sebagus ini selalu tampil dalam mimpinya. Menyebut rumah ini 'rumah idaman' sepertinya tidak terlalu berlebihan.Keadaan semakin baik karena Zena tinggal seorang diri disana. Ada sih orang lain, nenek penjaga rumah yang tinggal di lantai satu dan tukang bersih-bersih yang tinggal di lantai dua. Zena sendiri memilih salah satu kamar di lantai dua karena memiliki balkon."Biarpun serumah dengan orang asing, mereka takkan menggangguku. Yang satu nenek tua, satunya lagi duda. Sepertinya tuhan sedang baik padaku."Hanya sebentar Zena merasakan kebahagiaan memeluk hati dan tubuhku, bayangan Key terlintas di hatinya.Apa yang Zena lakukan pada pemuda itu sangat jahat. Duh, kamu harus meminta maaf pada Key nanti Zena.Ketukan di pintu terdengar beberapa kali. Zena sedang tertidur pulas saat itu, telinga seperti diketuk beberapa kali oleh nyamuk, membuat Zena ingat kalau hari ini dia akan pekerjaan.Namun be
Zena mengikuti Ayu dengan harapan bisa menemukan kebiasaan baru yang tidak pernah dia lihat di desanya.Secara umum memang setiap suku memiliki adat dan tradisi unik mereka masing-masing. Ayu ini keturunan Jawa sama seperti Zena.Gus Karim, terlihat jelas kalau beliau orang Sunda. Beda lagi dengan istrinya yang dari suku Madura."Aku penasaran, apa suku saya pernah punya peraturan seperti ... Membiarkan anak kecil bermain sampai larut malam?"Tekad Zena sudah bulat. Besok Zena akan menelepon Gus Karim untuk menanyakan soal hal ini. Tidak mungkin rasanya Gus Karim meninggalkan Zena di desa yang belum terjamah manusia.Langkah Ayu semakin cepat. Sesekali gadis itu menguap lebar menahan rasa kantuk yang kian menyerang.Mengantuk begitu ingin bermain? Hanya orang bodoh yang akan memercayai alibi sembarang Ayu.Jelas sekali anak ini pergi ke rumah seseorang untuk mengantar barang."Masih jauh ya Yu?"Tidak k
Zena menggeleng pelan. Sampai mati pun Zena takkan menginjakkan kaki di tempat seperti itu.Meskipun nakal, Zena punya kontrol nafsu yang sangat baik, ditambah ilmu agama yang cukup mumpuni. Zena tahu mana yang benar dan salah. Kejadian Ilmi waktu itu murni terjadi karena kecelakaan dan kelengahan Zena."Yakin gak mau Neng? Lumayan loh gajinya. Kerjaan kamu juga cuma mijit-mijit doang kok, sombong banget nih penghuni dapur!" ejek orang itu dengan logat khasnya.Zena menutup telinga. Punggung orang kasar itu sudah menghilang di perempatan. Zena melanjutkan perjalanan hingga ke ujung desa.Menginjakkan kaki di depan gapura selamat jalan, fokus Zena tertumpuk pada penampakan seorang gadis muda yang sedang menjaga dagangan di ujung jalan sana."Pedagang Kaki Lima kah? Tapi disana kan, tidak ada rumah warga."Ada dua keanehan yang dirasakan Zena. Pertama, kenapa ada pedagang kaki lima mangkal di tempat yang sepi. Kedua, kenapa dia bis
Saat Zena tidak ada, orang yang paling merasa kehilangan adalah Key. Empat hari sudah Key memohon-mohon di kaki Gus Karim."Izinkan aku menyusulnya ke sana Gus. Anda tahu kan, Zena tidak melakukan kesalahan apapun."Gus Karim berulang kali menjelaskan kepada Key—kesalahan yang membuat Zena sampai harus diasingkan. Intinya Gus Karim ingin melindungi Zena dengan cara mengasingkannya ke tempat jauh."Tempat itu tidak seburuk kedengarannya Key. Pokoknya Zena aman disitu."Ini ketiga kalinya Key menerima penjelasan itu."Dusta. Aku tidak percaya. Pokoknya aku ingin bertemu Zena!" pekik Key.Gus Karim terkejut sampai menumpahkan kopi di tangannya. Key tidak peduli. Baginya inilah masa-masa cinta pandangan pertama yang paling indah."Saya minta maaf Gus. Saya tahu perasaan saya ini menjurus pada hal yang haram ,tapi saya tetap akan memperjuangkannya. Kalau Gus ingin memisahkan kami, saya akan berontak sekuat tenaga saya!"
Apa yang terjadi pada Zena? Sederhana, namun begitu rumit. Dia terperangkap dalam sebuah mimpi—mimpi yang berliku, panjang, dan penuh teka-teki.Dalam mimpinya, untuk bisa kembali ke dunia nyata, Zena harus belajar melepaskan sesuatu yang sangat ia dambakan—keluarga. Namun, di alam bawah sadarnya yang penuh dengan luka dan kerinduan, Zena dengan putus asa berusaha menggantikan sosok keluarganya yang hilang dengan Ayu, seorang gadis kecil yang kini menjadi poros dunia khayalannya.Dorongan alami manusia untuk mencari ikatan dengan sesamanya membuat Zena terjebak. Tetapi sayangnya, Zena tak menyadari bahwa obsesinya pada Ayu, seorang anak yang tampak kesepian, hanyalah bayangan semu dari harapannya yang telah terkubur dalam.“Coba tebak, Ayu. Hewan apa yang berhasil kakak tangkap?” suara Zena terdengar ceria, namun ada kegelisahan di baliknya.Ayu, dengan ragu, menggaruk rambutnya yang tak gatal, lalu menjawab lirih, "Serangga?"Zena tersen
Seperti baru saja bangun dari tidur panjang, Zena merasakan beban yang selama ini menghimpit pikirannya perlahan terangkat. Kini, ruang kosong yang luas terasa tersedia di dalam benaknya, memungkinkan dia berpikir lebih jernih."Aku... di mana? Apa yang Anda lakukan padaku, Gus?" tanya Zena, bingung dan sedikit linglung.Gus Karim tersenyum lembut, memilih kata-kata yang hati-hati sebelum menjawab. "Sebenarnya, Zen, Gus tidak pernah mengirimmu ke pengasingan. Lebih tepatnya, kamu telah dikirim ke tempat untuk pembersihan ilmu hitam."Zena terdiam, terkejut bukan karena ada ilmu hitam di tubuhnya, tapi karena Gus Karim dan yang lain bersedia melakukan begitu banyak hal untuk membantunya."Tapi kenapa... kenapa kalian begitu baik padaku?" tanyanya lirih. "Sejak dulu, aku bukan siapa-siapa. Aku bahkan tidak pernah melakukan kebaikan sekecil biji zarah pun."Di sudut ruangan, Key ingin mendekat dan duduk di samping Zena. Dengan harapan dapat