Semua Bab Malam Pertama dengan Janda Anak 2: Bab 251 - Bab 260

328 Bab

250. Tak Percaya, tapi Ini Terjadi

Di depan ruang UGD, suasana mencekam. Aini duduk di bangku rumah sakit dengan tubuh lemas, tangannya masih gemetar setelah kejadian yang hampir merenggut nyawa Izzam. Diana berdiri di depan suaminya dengan napas berat. Keringat sebesar biji jagung pun keluar membasahi kening dan lehernya. Wanita itu takut dengan pertanyaan suaminya. Tak lama kemudian, tiba-tiba seorang perawat keluar dari ruang operasi. "Pak Erwin?" panggilnya.Erwin segera menghampiri. "Bagaimana keadaan anak saya?""Kami sudah mendapatkan donor darah yang cocok untuk Izzam. Operasi transfusi darah sedang berlangsung," jelas perawat itu.Erwin menghembuskan napas lega. "Siapa pendonornya?"Sebelum perawat menjawab, seorang dokter datang menghampiri mereka dengan ekspresi tenang."Pendonor darahnya adalah Pak Rio. Katanya masih kerabat Pak Erwin." Mata Erwin membelalak. "APA?!"Dokter itu mengangguk. "Ya. Untungnya, Pak Rio memiliki golongan darah yang cocok dengan Izzam, jadi transfusi bisa dilakukan segera."Erwi
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

251. Bagaimana Bisa?

Diana perlahan membuka matanya. Pandangannya masih kabur, dan kepalanya terasa berat. Ruangan putih rumah sakit yang sepi menyambutnya saat ia mulai sadar sepenuhnya.Ia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum semuanya menjadi gelap. Erwin... wajahnya penuh kemarahan... pertanyaan-pertanyaan yang menekan... dan lalu semuanya menghilang dalam kegelapan.Dengan napas masih tersengal, Diana menoleh ke samping dan melihat Aini duduk di kursi dekat tempat tidurnya. Wajah wanita itu tampak lelah, matanya sembab seperti habis menangis."Aini..." suara Diana serak.Aini menoleh, ragu sejenak sebelum akhirnya mendekat. "Kamu sudah sadar, Kak?"Diana mengangguk lemah. "Apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Mas Erwin?"Aini menatapnya dalam diam, seolah mempertimbangkan apakah ia harus menjawab atau tidak. Namun, Diana menggenggam tangannya dengan lemah."Tolong, Aini... Katakan padaku... Apa yang terjadi setelah aku pingsan?"Aini menghela napas panjang sebelum akhirnya duduk di tepi tempat ti
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-03
Baca selengkapnya

252. Menerima Konsekuensi

Erwin menatap Rio tajam, dadanya naik turun menahan emosi. Pertanyaan itu menggantung di udara, menciptakan ketegangan yang hampir tak tertahankan.Rio menelan ludah. Tangannya mengepal di atas meja, sebelum akhirnya ia menggeleng dengan ragu. "Aku... aku tidak tahu, Erwin. Aku tidak pernah bersama Diana lagi setelah kejadian itu."Erwin mengalihkan pandangannya ke dokter, seakan mencari kepastian lain. Namun, dokter hanya bisa menghela napas panjang. "Untuk memastikan, sebaiknya dilakukan tes DNA setelah bayi lahir."Jawaban itu tidak meredakan amarah di hati Erwin. Sebaliknya, ia merasa semakin dikhianati.Rio menatap Erwin dengan penuh penyesalan. "Aku benar-benar minta maaf, Erwin. Aku tak pernah berniat merebut keluargamu. Aku juga tak menyangka bahwa Izzam adalah anakku."Erwin tertawa sinis. "Tak berniat? Tapi nyatanya, kamu tidur dengan istriku, Mas! Lalu, sekarang Izzam anakmu. Dan ada kemungkinan anak yang dikandung Diana pun juga bukan anakku."Rio hanya bisa diam.Erwin me
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-04
Baca selengkapnya

253. Prematur

Malam itu, Diana duduk termenung di dalam kamar. Tangannya mengelus perutnya yang semakin membesar, sementara pikirannya terus dihantui pertanyaan yang sama: Ke mana Erwin pergi?Air matanya kembali mengalir. Setiap hari ia mencoba menghubungi ponsel suaminya, tetapi selalu tak tersambung. Diana bahkan mendatangi rumah orang tua Erwin, tetapi mereka juga tidak tahu keberadaannya."Aku tidak mengerti, Kak," kata Aini, duduk di sampingnya. "Mas Erwin seolah menghilang begitu saja. Aku sudah coba tanya teman-temannya, tapi mereka pun tidak tahu."Diana menggigit bibirnya. "Aku takut, Aini. Takut dia tidak akan kembali. Aku tahu aku salah, tapi aku benar-benar mencintainya."Aini menatap madunya dengan kasihan, tetapi ia juga tahu bahwa Diana harus menghadapi kenyataan. "Kak, kita harus tetap realistis. Mungkin Mas Erwin butuh waktu lebih lama untuk memikirkan semuanya. Yang penting sekarang Kak Diana fokus ke kesehatan bayi ini."Diana mengangguk lemah, tetapi hatinya tetap hancur."Apa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-05
Baca selengkapnya

254. Keras Hati

Di sebuah rumah sakit sederhana, Diana berbaring lemah di ranjang pasien. Wajahnya pucat, kantung matanya menghitam akibat kurang tidur dan terlalu sering menangis. Aini duduk di sampingnya, menggenggam tangannya dengan erat."Kak, kamu harus makan," bujuk Aini dengan nada lembut. "Demi bayi ini."Diana hanya menggeleng pelan. "Aku tidak punya selera." Tangannya mendorong piring yang ada di tangan Aini. Aini menghela napas panjang. "Kak, ini bukan soal selera. Ini soal hidup bayi Kakak. Kalau Kakak terus begini, dia bisa lahir prematur!"Diana menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Hatinya terasa hampa. Bayangan Erwin masih memenuhi pikirannya, membuatnya semakin tenggelam dalam rasa bersalah dan penyesalan."Aku takut Erwin gak kembali lagi, Ai. Apalagi Erwin meragukan anak ini." Diana mengusap pelan perut buncitnya. "Kak, maaf, saya mau tanya, apa anak dalam kandungan ini bukan anaknya Mas Rio?" Diana terdiam. "Izzam memang anaknya Mas Rio, tapi ini, ini anakku dengan Mas Er
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

255. Tak Dapat Bersama

Keesokan paginya, suasana di rumah sakit masih sunyi. Hanya suara perawat yang berlalu lalang dan alat medis yang berbunyi pelan. Diana membuka matanya perlahan, tubuhnya terasa sedikit lebih ringan dibanding semalam. Ia melirik ke samping dan melihat Erwin yang tertidur di kursi dengan kepala bersandar di dinding. Wajahnya tampak lelah, garis-garis kecemasan masih terlihat jelas.Diana tersenyum tipis. Setidaknya, ia masih di sini.Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka, dan Aini masuk membawa sarapan. Ia sedikit terkejut melihat Erwin masih ada di ruangan."Kak, kamu sudah bangun?" tanyanya pelan.Diana mengangguk. "Iya, Ai. Terima kasih ya sudah menjaga aku."Aini tersenyum lalu meletakkan nampan makanan di meja kecil di samping tempat tidur. "Ini bubur ayam dan jus jeruk. Kamu harus makan, Kak."Diana menghela napas, tapi kali ini ia tidak menolak. Ia tahu harus menjaga dirinya demi bayi dalam kandungannya. Ia mulai menyendok buburnya, meskipun lambungnya masih terasa mual."Nanti
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-06
Baca selengkapnya

256. Apa Ini Karma?

Ruangan rumah sakit berubah menjadi kacau. Para perawat bergegas masuk setelah mendengar suara panggilan darurat. Diana terbaring di ranjang, tangannya mencengkeram erat perutnya yang terasa nyeri luar biasa. Wajahnya pucat, keringat dingin mengalir di pelipisnya."Bu, tolong tenangkan diri. Kami harus membawa Diana ke ruang bersalin sekarang!" ujar seorang dokter yang baru masuk ke dalam ruangan."Tapi kandungannya baru tujuh bulan, Dok!" seru Aini panik."Kondisinya kritis. Jika tidak segera dilakukan tindakan, nyawa ibu dan bayinya bisa dalam bahaya."Tanpa pikir panjang, para perawat segera mendorong ranjang Diana keluar dari kamar. Ia menggigit bibirnya menahan tangis, hatinya hancur. Semua ini terlalu cepat, terlalu menyakitkan.Di sudut ruangan, Erwin berdiri mematung. Pipinya masih perih akibat tamparan Asma, tapi yang lebih menyakitkan adalah kenyataan bahwa ia baru saja menghancurkan hati Diana. Ia ingin bergerak, ingin menyusul Diana ke ruang bersalin, tapi kakinya terasa b
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-07
Baca selengkapnya

257. Ujian Bertubi-tubi

Aini menatap Diana dengan pandangan penuh ketidakpercayaan. Kata-kata Diana barusan bagai petir yang menyambar di siang bolong. Meninggalkan Izzam begitu saja? Bagaimana bisa seorang ibu membuat keputusan seperti itu?"Tidak, Kak... Aku tidak bisa menerima ini begitu saja," kata Aini dengan suara bergetar.Diana mendesah, tangannya erat menggenggam jarik yang membungkus tubuh mungil Intan. "Aku sudah terlalu lelah, Ai. Aku ingin memulai hidup baru. Izzam mengingatkanku pada semua kesalahan masa lalu, dan aku tidak mau terus hidup dalam penyesalan.""Tapi, Kak, ini bukan tentang kamu saja! Ini tentang Izzam! Dia masih kecil! Dia butuh ibunya! Kenapa anak-anak yang selalu menjadi korban keegoisan orang tua?""Harusnya kamu tanya pada Rio atau Erwin. Mereka berdua lelaki, tetapi gak berani tanggung jawab. Jangankan tanggung jawab, menampakkan barang hidungnya saja, tidak!"Bu Asma menghela napas berat. Tatapannya tajam mengarah pada Diana, seolah mencoba menembus benteng yang selama ini
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-08
Baca selengkapnya

258. Prihatin

Aini memandangi layar ponselnya dengan gemetar. Pikirannya berkecamuk. Erwin sakit? Bahkan sampai pingsan? Ia menoleh ke arah Izzam yang tertidur pulas di pangkuannya. Bocah itu baru saja berhenti menangis setelah seharian merajuk mencari ibunya.Apa yang harus ia lakukan?Di satu sisi, ia masih menyimpan amarah terhadap Erwin—lelaki yang meninggalkan Diana dalam keadaan hamil, lelaki yang bahkan tak pernah peduli pada anaknya sendiri. Tapi di sisi lain, hatinya tetap saja luluh. Seberapa buruk pun Erwin, ia tetap lelaki yang masih berstatua suaminya. Aini menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia harus memutuskan dengan cepat. Jika Erwin memang dalam kondisi buruk, setidaknya ia harus memastikan keadaannya.Perlahan, ia membaringkan Izzam di kasur dan menyelimutinya. Bocah itu menggeliat sebentar, lalu kembali terlelap.Aini meraih ponselnya dan menghubungi Bu Dian. Tetangga depan rumah yang cukup perhatian pada kondisinya setelah bu Nara wafat. "Assalamualaykum, B
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya

259. Hari Itu

Aini berjalan lunglai menuju ruang perawatan. Kepalanya terasa penuh dengan berbagai pikiran yang bercampur aduk. Erwin, lelaki yang telah menyakitinya begitu dalam, kini terbaring di ambang maut. Haruskah ia benar-benar peduli? Ataukah ini hanya perasaan iba yang tidak seharusnya ada?Saat ia membuka pintu kamar rawat, matanya langsung tertuju pada Erwin yang terbaring dengan wajah pucat. Tatapannya kosong menatap langit-langit. Napasnya masih terdengar berat, sementara suara mesin infus berdetak pelan di sisi tempat tidurnya.Aini menarik kursi dan duduk di sampingnya. Ia menggenggam tangan Erwin, yang terasa dingin dan lemah. Perasaan marah, kecewa, dan kasihan berkelindan di dalam dadanya."Mas," panggilnya lirih.Erwin menoleh perlahan, matanya sedikit berkaca-kaca. "Aku tahu kamu tadi dipanggil dokter,kan, bukan untuk urus administrasi aku? aku nggak punya banyak waktu lagi, ya?"Aini menggigit bibirnya, tak ingin menunjukkan emosinya di depan Erwin. "Kamu harus kuat, Mas. Kamu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-02-09
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
2425262728
...
33
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status