Semua Bab Suamiku Bukan Preman Kampung Biasa: Bab 71 - Bab 80

115 Bab

Bab 44b. Tragedi

"Apa Papi dan Momi tidak bosan selalu ribut setiap kali bertemu merebutkan aku?" tanya Bara yang tiba-tiba datang. "Papimu egois, ayo kita pulang! Dia sudah tidak membutuhkan kamu lagi!" ajak Mom Sandra sambil menarik tangan Bara. "Selangkah saja kamu membawa Bara. Aku pastikan kalian tidak akan bisa bertemu lagi!" ancam Sadewa dengan serius. Robin langsung mengambil keputusan, "Sudah cukup! Aku bukan anak kecil lagi. Papi dan Momi tidak berhak mengatur hidupku. Jadi biarkan aku pergi!" "Kamu menjebak Papi, kasus Pembunuhan Faisal sampai kapan pun tidak akan pernah terungkap karena kamu sendiri yang menjadi saksi utamanya tidak tahu apa-apa!" sahut Sadewa yang merasa tertipu oleh Robin."Aku pergi bukan karena alasan itu, tapi ...." Robin tampak ragu untuk menceritakan alasan utamanya. "Katakan saja Nak, jangan takut. Kita hadapi bersama-sama!" seru Mom Sandra yang siap melawan Sadewa. Sadewa mencium ada persengkongkolan antara anak dan mantan istrinya itu. "Apa yang kalian se
Baca selengkapnya

Bab 45. Selamat Tinggal Kekasih

Kecelakaan yang terjadi di jalan tol itu menewaskan pengemudi mobil. Mom Sandra mengalami luka yang cukup parah. Sementara itu Robin mengalami luka lumayan berat, sedangkan Nabilah luka ringan karena pada saat kejadian ia dipeluk oleh Robin dan mereka terpental ke aspal. Sadewa langsung membawa mereka ke rumah sakit terdekat, di mana Bryan dirawat dan melapor ke polisi untuk mengusut kasus itu. Ia sungguh menyesal telah memberikan Robin izin pergi untuk tinggal di Indonesia. Tapi manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi."Nyonya Sandra koma karena lukanya paling parah di antara ketiga korban, sedangkan putra Bapak masih harus menjalani perawatan yang intensif," lapor seorang Dokter memberitahu setelah memeriksa kondisi korban."Sementara itu korban yang bernama Nabilah dalam beberapa hari sudah boleh pulang!" sambungnya kemudian."Berikan mereka perawatan yang terbaik, Dok!" pinta Sadewa yang tidak perduli berapa pun biayanya. Ia juga memerintahkan Sam, untuk membungkam media a
Baca selengkapnya

Bab 46. Setelah Kepergianmu

Empat tahun telah berlalu Jakarta metropolitan masih saja sama dengan segala problemnya yaitu macet dan banjir yang entah kapan usai. Namun, di sinilah harapan bagi para perantau untuk mengadu nasib. Suara tangisan anak kecil laki-laki membaur dengan kebisingan ibukota. Kakinya yang mungil terus menyelusuri jalan yang entah membawanya ke mana, sambil sesekali memanggil-manggil dan celingukan mencari sesuatu. "Ibu," panggilnya sambil berderai air mata. Sementara itu dua orang pria sedang berjalan sambil bercakap-cakap. Mereka kemudian berpapasan dengan anak kecil itu. "Eh kamu, ngapain malam-malam masih di jalan?" tanya Remon yang membuat anak itu terlihat ketakutan. "Jangan takut ganteng, kamu sedang apa di sini?" tanya Tigor sambil mengelus kepala anak itu. Dengan takut-takut anak kecil itu menjawab, "Mau pulang Om." "Memangnya rumah kamu di mana?" tanya Tigor kemudian. Anak kecil itu tampak menggeleng dan menjawab, "Nggak tahu, tapi rumah aku deket kereta!""Kayaknya dia ke
Baca selengkapnya

Bab 46b. Pulangnya Robin

Remon kemudian bertanya, "Nama lengkap kamu siapa?" "Muhammad Robin," jawab anak itu kembali. Wajah Bara langsung terlihat tidak suka mendengarnya karena mengingatkan pada sosok yang ingin dilupakan."Cuma kebetulan nama saja, kau suapi dia, aku mau tidur dulu. Besok baru kita antar ke kantor polisi!" seru Tigor yang merasa lelah sekali. "Aku juga cape, temani ya!" Remon juga pergi tidur meninggalkan Robin dan Bara berdua. Bara menghembuskan napasnya dengan kasar dan segera menyuapi anak itu. Ia kemudian mulai mencari tahu Robin anak siapa dan tinggalnya di mana, tetapi bocah itu tidak tahu apa-apa. "Kata ibu umurku tiga," ujar Robin sambil menunjukan tiga jarinya. Entah mengapa Bara langsung terpikat dengan pesona anak itu, meskipun tidak suka melihat mata teduhnya. Iakagum karena masih kecil tapi ngomongnya sudah jelas. "Aku sudah kenyang Om brewok," ujar Robin sambil menelan kunyahan nasi di mulutnya. Bara tersenyum ketika Robin memanggilnya dengan sebutan itu. Senyum yang
Baca selengkapnya

Bab 47. Pilihan yang Sulit

"Sama-sama, Bu. Lain kali lebih hati-hati menjaga anaknya!" sahut Remon sambil berpesan. Sebenarnya ia mendapat tugas mengantar Robin ke kantor polisi karena Tigor dan Bara ada urusan mendadak. Akan tetapi, di tengah jalan anak itu ingat arah pulang. "Iya Bang, maaf kalau anak saya sudah merepotkan. Sekali terima kasih," ucap Nabilah yang dijawab anggukan oleh Remon. Setelah Nabilah mengucapkan terima kasih kepada warga yang telah membantunya mencari Robin, mereka kemudian pulang ke rumah masing-masing. "Setelah membuat kami semua panik, akhirnya kamu pulang juga!" ujar seorang wanita sambil berkacak pinggang. "Maaf Bule, Robin belum mengerti apa yang dilakukannya itu berbahaya," ucap Nabilah ketika melihat istri pamannya marah. Wanita bernama Ayu itu tampak tersenyum simpul dan menyahuti, "Didik anakmu dengan benar, jangan sampai ngerepotin orang lagi!" "Iya Bule," jawab Nabilah yang langsung menasehati putranya, "Robin, lain kali jangan ikutin badut dan main jauh-ja
Baca selengkapnya

Bab 47b. Aku Pulang

"Aku tidak mau menyakiti Monica. Sebenarnya aku sudah menikah dan istriku ikut mengalami kecelakaan itu juga. Tapi setelah aku sembuh dan mencarinya, dia meninggalkanku begitu saja," ujar Bara yang membuat Bryan terkejut mendengarnya. Bryan memberikan pendapatnya, "Istri kakak tidak mungkin pergi begitu saja. Pasti dia punya alasan yang kuat.""Aku juga berpikir begitu, tapi jika benar begitu kenapa sampai sekarang dia tidak menemuiku di indonesia," ujar Bara yang tidak mengerti jalan pikiran Nabilah. "Kamu sendiri kenapa belum juga rujuk dengan Monica?" "Papi dan Mami melarang keras aku rujuk dengan Monica karena dia dianggap sebagai penyebab keretakan keluarga kita. Jadi kami lebih baik berteman saja," sahut Bryan yang tidak mau menentang kedua orang tuanya. Bara tampak tersenyum simpul dan menebak, "Teman tapi mesra kan? Aku akan membantumu bersatu lagi Monica.""Jangan Kak, aku tidak mau hubunganmu dengan Papi jadi memburuk lagi!" seru Bryan menolak keinginan Bara. "Kau tena
Baca selengkapnya

Bab 48. Aku dan Kenangan

"Kak Abas," batin Nabilah yang tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu lagi di sini. Abas kemudian bertanya, "Sudah lama kita tidak bertemu, kamu mau ke mana?" meskipun memakai masker ia masih bisa mengenali Nabilah."Bilah mau pulang kampung, Kak" jawab Nabilah dengan jujur. "Ibu aku mau itu," rengek Robin ketika melihat aneka minuman dingin lima ribuan. Abas segera mengambil kesempatan ini untuk berbicara lebih lama lagi dengan Nabilah. "Anak kamu sepertinya haus, kita beli minum yuk sambil ngobrol sebentar!" ajaknya yang tidak langsung dijawab oleh Nabilah. Abas segera membeli minuman tiga gelas berikut cemilannya dan memberikannya dua untuk Nabilah dan Robin. Mereka akhirnya kembali duduk di bangku. "Terima kasih Om," ucap Robin sambil menyedot minumannya itu dengan senangnya. "Sama-sama pinter," balas Abas yang kagum dengan anak itu. "Robin waktu itu menemuiku dan menanyakan dirimu. Sebenarnya apa yang telah terjadi, kalian berpisah atau kamu kabur?" tanya Abas memulai
Baca selengkapnya

Bab 49. Dalam Ingatanku

Hari demi hari Nabilah lalui sebagai penjaga rumah dinas milik Abas. Ia mengurus kediaman itu dengan sebaik mungkin dan terlihat asri karena tanaman di halaman terawat rapi. "Ibu, aku mau main!" pinta Robin yang bosan berada di rumah terus. Nabilah yang sedang tidak melakukan apa pun segera menyetujui, "Ayo kita jalan-jalan keliling komplek!" Ia merasa perlu kenal juga dengan tetangga sekitar.Namun, bisik-bisik tetangga mulai berdendang ketika melihat Nabilah ke luar rumah. "Masa iya sih, asisten rumah tangga cantik seperti itu. Sudah punya anak lagi. Jangan-jangan dia istri mudanya Briptu Abas?" ujar ibu-ibu sambil melirik ke arah Nabilah yang sedang ngumpul di teras salah satu warga."Saya juga berpikir begitu Bu, nggak masuk akal kalau wanita itu cuma asisten," sahut ibu-ibu yang lainnya. Mereka langsung terdiam ketikan Nabilah lewat bersama Robin. "Permisi Bu," ucap Nabilah sambil mengangguk. "Iya Mba," sahut ibu-ibu itu sambil pura-pura tersenyum. Ketika Nabilah sudah men
Baca selengkapnya

Bab 49b. Kamu Selalu di Hatiku

"Dia bukan Bara, San," ujar Hans dari belakang Mom Sandra. Hari ini ia mendampingi istrinya karena Bara ada pekerjaan penting yang tidak bisa dihandle oleh Remon dan Tigor. "Iya, dia bukan anakku karena Sadewa telah membawanya dengan cara yang licik," lirih Mom Sandra dengan sendu.Hans kemudian memberitahu, "Bukan begitu, tapi Bara sekarang sudah dewasa dan berusia tiga puluh lima tahun!" "Memangnya sekarang tahun berapa?" tanya Mom Sandra jadi bingung.Hans menyebutkan angka tahun yang membuat sebuah ingatan mendesak masuk, sehingga kepala Mom Sandra jadi sakit dan membuatnya limbung. Untung Hans segera menangkap tubuh istrinya dan mereka duduk di bangku taman. Sementara itu Abas masih bermain bola bersama Robin. Hari ini pria itu sengaja datang untuk melihat keadaan Nabilah dan anaknya. Ia juga membelikan Robin beberapa mainan, salah satunya adalah bola. Ketika bocah itu minta main bola, Abas membawanya ke taman yang ada tanah lapang dan berumput. "Robin tadi bicara sama sia
Baca selengkapnya

Bab 50. Menggapai Rindu

itu memang lucu sekali, masih kecil sudah pinter ngomong. Seandainya Nabilah tidak pergi, mungkin kau sudah punya anak sepantaran dengan Robin. Sabar ya, cinta itu tidak harus memiliki!" ujar Tigor menyemangati."Hemm." Robin enggan membahas soal Nabilah lagi, meskipun tidak memungkiri terkadang hatinya merindu. "Cinta itu omong kosong. Lebih baik aku kerja," sahut Tigor yang patah hati karena Risa tidak mau menikah dengannya dan memilih pergi ke luar negeri. Angin berembus semilir membelai wajah Bara. Seolah mengatakan apakah ada rindu yang ingin dititipkan untuk seseorang nan jauh di sana. Ia menghela nafasnya dengan perlahan, berusaha meredam gejolak kerinduan yang semakin menyesakan dada. Ada cinta dan benci yang menuntunnya untuk pergi mencari pujaan hati. Akan tetapi, tidak tahu ke mana kaki harus melangkah. Jujur semakin Bara berusaha melupakan Nabilah, perasaan itu semakin besar. Ternyata benar kata pepatah rindu itu berat. Seperti halnya dengan Bara yang harus meraba rindu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status