"Aku tidak mau menyakiti Monica. Sebenarnya aku sudah menikah dan istriku ikut mengalami kecelakaan itu juga. Tapi setelah aku sembuh dan mencarinya, dia meninggalkanku begitu saja," ujar Bara yang membuat Bryan terkejut mendengarnya. Bryan memberikan pendapatnya, "Istri kakak tidak mungkin pergi begitu saja. Pasti dia punya alasan yang kuat.""Aku juga berpikir begitu, tapi jika benar begitu kenapa sampai sekarang dia tidak menemuiku di indonesia," ujar Bara yang tidak mengerti jalan pikiran Nabilah. "Kamu sendiri kenapa belum juga rujuk dengan Monica?" "Papi dan Mami melarang keras aku rujuk dengan Monica karena dia dianggap sebagai penyebab keretakan keluarga kita. Jadi kami lebih baik berteman saja," sahut Bryan yang tidak mau menentang kedua orang tuanya. Bara tampak tersenyum simpul dan menebak, "Teman tapi mesra kan? Aku akan membantumu bersatu lagi Monica.""Jangan Kak, aku tidak mau hubunganmu dengan Papi jadi memburuk lagi!" seru Bryan menolak keinginan Bara. "Kau tena
"Kak Abas," batin Nabilah yang tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu lagi di sini. Abas kemudian bertanya, "Sudah lama kita tidak bertemu, kamu mau ke mana?" meskipun memakai masker ia masih bisa mengenali Nabilah."Bilah mau pulang kampung, Kak" jawab Nabilah dengan jujur. "Ibu aku mau itu," rengek Robin ketika melihat aneka minuman dingin lima ribuan. Abas segera mengambil kesempatan ini untuk berbicara lebih lama lagi dengan Nabilah. "Anak kamu sepertinya haus, kita beli minum yuk sambil ngobrol sebentar!" ajaknya yang tidak langsung dijawab oleh Nabilah. Abas segera membeli minuman tiga gelas berikut cemilannya dan memberikannya dua untuk Nabilah dan Robin. Mereka akhirnya kembali duduk di bangku. "Terima kasih Om," ucap Robin sambil menyedot minumannya itu dengan senangnya. "Sama-sama pinter," balas Abas yang kagum dengan anak itu. "Robin waktu itu menemuiku dan menanyakan dirimu. Sebenarnya apa yang telah terjadi, kalian berpisah atau kamu kabur?" tanya Abas memulai
Hari demi hari Nabilah lalui sebagai penjaga rumah dinas milik Abas. Ia mengurus kediaman itu dengan sebaik mungkin dan terlihat asri karena tanaman di halaman terawat rapi. "Ibu, aku mau main!" pinta Robin yang bosan berada di rumah terus. Nabilah yang sedang tidak melakukan apa pun segera menyetujui, "Ayo kita jalan-jalan keliling komplek!" Ia merasa perlu kenal juga dengan tetangga sekitar.Namun, bisik-bisik tetangga mulai berdendang ketika melihat Nabilah ke luar rumah. "Masa iya sih, asisten rumah tangga cantik seperti itu. Sudah punya anak lagi. Jangan-jangan dia istri mudanya Briptu Abas?" ujar ibu-ibu sambil melirik ke arah Nabilah yang sedang ngumpul di teras salah satu warga."Saya juga berpikir begitu Bu, nggak masuk akal kalau wanita itu cuma asisten," sahut ibu-ibu yang lainnya. Mereka langsung terdiam ketikan Nabilah lewat bersama Robin. "Permisi Bu," ucap Nabilah sambil mengangguk. "Iya Mba," sahut ibu-ibu itu sambil pura-pura tersenyum. Ketika Nabilah sudah men
"Dia bukan Bara, San," ujar Hans dari belakang Mom Sandra. Hari ini ia mendampingi istrinya karena Bara ada pekerjaan penting yang tidak bisa dihandle oleh Remon dan Tigor. "Iya, dia bukan anakku karena Sadewa telah membawanya dengan cara yang licik," lirih Mom Sandra dengan sendu.Hans kemudian memberitahu, "Bukan begitu, tapi Bara sekarang sudah dewasa dan berusia tiga puluh lima tahun!" "Memangnya sekarang tahun berapa?" tanya Mom Sandra jadi bingung.Hans menyebutkan angka tahun yang membuat sebuah ingatan mendesak masuk, sehingga kepala Mom Sandra jadi sakit dan membuatnya limbung. Untung Hans segera menangkap tubuh istrinya dan mereka duduk di bangku taman. Sementara itu Abas masih bermain bola bersama Robin. Hari ini pria itu sengaja datang untuk melihat keadaan Nabilah dan anaknya. Ia juga membelikan Robin beberapa mainan, salah satunya adalah bola. Ketika bocah itu minta main bola, Abas membawanya ke taman yang ada tanah lapang dan berumput. "Robin tadi bicara sama sia
itu memang lucu sekali, masih kecil sudah pinter ngomong. Seandainya Nabilah tidak pergi, mungkin kau sudah punya anak sepantaran dengan Robin. Sabar ya, cinta itu tidak harus memiliki!" ujar Tigor menyemangati."Hemm." Robin enggan membahas soal Nabilah lagi, meskipun tidak memungkiri terkadang hatinya merindu. "Cinta itu omong kosong. Lebih baik aku kerja," sahut Tigor yang patah hati karena Risa tidak mau menikah dengannya dan memilih pergi ke luar negeri. Angin berembus semilir membelai wajah Bara. Seolah mengatakan apakah ada rindu yang ingin dititipkan untuk seseorang nan jauh di sana. Ia menghela nafasnya dengan perlahan, berusaha meredam gejolak kerinduan yang semakin menyesakan dada. Ada cinta dan benci yang menuntunnya untuk pergi mencari pujaan hati. Akan tetapi, tidak tahu ke mana kaki harus melangkah. Jujur semakin Bara berusaha melupakan Nabilah, perasaan itu semakin besar. Ternyata benar kata pepatah rindu itu berat. Seperti halnya dengan Bara yang harus meraba rindu
"Saya yang seharusnya bertanya, siapa kamu. Kenapa ada di rumah suamiku?" sahut wanita itu sambil melangkah masuk dan melihat Robin yang sedang menonton televisi dengan anteng."Saya asisten dan penjaga di rumah ini. Berarti Mbak, istrinya Kak Abas?" jawab Nabilah sambil menebak.Wanita itu menatap Nabilah dengan saksama dan bertanya dengan sinis, "Kamu kira saya bodoh, mana ada seorang asisten memanggil majikannya dengan sebutan Kak. Sudah berapa lama kamu menikah dengan suamiku?""Astagfirullahalazim, saya memanggil Kak Abas karena kami kawan lama dan tidak punya hubungan apa-apa." Nabilah kembali menjelaskan. "Alasan saya tidak percaya, tapi kalau kamu memang tidak punya hubungan apa-apa dengan suamiku, pergi dari rumah ini sekarang juga!" Wanita itu mengusir Nabilah karena terbakar cemburu. Sementara itu di luar rumah para tetangga menonton keributan antara Nabilah dan Istri Abas. "Tuh kan bener kata saya, Nabilah itu istri muda Pak Abas. Buktinya dilabrak sama istri sahnya,"
Sebuah mobil terlihat meluncur di bawah hujan dan menuju ke salah satu apartemen elit di selatan Jakarta. Ketika sampai basemen seorang wanita cantik segera turun dari kendaraan itu dan membukakan pintu tengah. Ternyata dia tidak sendiri, tetapi bersama seorang perempuan dan anak kecil."Ayo masuk, anggap saja rumah sendiri!" seru wanita penampilan modis itu dengan ramah. "Terima kasih Mbak," ucap Nabilah sambil menggendong Robin yang menggigil kedinginan. Wanita itu tersenyum dengan manis dan menyahuti, "Sama-sama, keringkan tubuh anakmu kasihan dia kedinginan!" serunya sambil memberikan sebuah handuk dan segera ke luar dari kamar itu.Tidak lama kemudian wanita itu sudah kembali lagi dan telah berganti pakaian. Ia juga membawa beberapa stel baju hangat dewasa dan menyarankan, "Pakaian kamu basah, sebaiknya ganti baju. Tapi aku tidak punya gamis, adanya ini!""Tidak apa-apa Mbak, ini juga sudah cukup," sahut Nabilah. "Ya sudah kamu ganti dulu, biar anakmu aku yang jagain!" saran
Tanpa berpikir panjang lagi, ia segera menyelamatkan Jesy. "Jangan lakukan itu Mbak Jesy!" seru Nabilah sambil menarik tangan wanita itu dan jatuh menimpanya. "Lepaskan, biar aku mati saja, mereka semua jahat," sahut Jesy yang segera bangkit dan ingin melakukan percobaan bunuh diri. Akan tetapi, Nabilah memeluknya dengan erat. Sehingga Jesy mengurungkan niat untuk mengakhiri hidupnya. "Bunuh diri itu bukan solusi terbaik Mbak. Belum lagi bumi dan langit tidak akan menerima roh kita sampai hari kiamat nanti karena telah melawan takdir Allah!" ujar Nabilah yang membuat Jesy sadar. "Sekarang kita masuk yuk dan ceritakan apa masalahnya. Mungkin saya bisa membantu Mbak Jesy!" ajaknya kemudian. Sambil sesenggukan Jesy menceritakan masalah besar yang baru saja menimpanya. Ia dipaksa pulang ke rumah karena mau dijodohkan. Padahal Jesy sudah punya kekasih. "Mereka selalu mengatur hidupku dan tidak memberikanku kebebasan dalam memilih pasangan hidup. Aku pikir dengan bunuh diri aku bisa be