Setelah ayahnya meninggal, Bryan merasa tidak sanggup menjalankan perusahaan seorang diri. Apalagi kondisinya gampang drop, kalau terlalu banyak berpikir atau kelelahan. Bryan juga tidak percaya dengan wakilnya di kantor. Sehingga ia mengikuti saran Bara untuk menjual semua harta Sadewa. "Jika harta warisan memberatkanmu maka lepaskanlah. Jadi kamu bisa tenang menjalani hidup ini!" saran Bara setelah menimbang baik dan buruknya ke depan nanti."Terima kasih sudah memberikan masukan. Aku akan merelakan semua warisanku karena harta tidak dibawa mati," ujar Bryan menyetujui rencana Bara. Ia ingin melepaskan beban sebagai ahli waris keluarga Sadewa yang selama ini membuatnya tertekan dalam ketakutan.Tanpa memberitahu siapa pun, Bryan menjual satu persatu aset milik keluarga Sadewa. Mulai dari vila, mansion, pulau pribadi hingga saham. Kini seorang Billionaire dari Inggris yang memiliki perusahaan Sadewa Corp. Hanya kediaman Sadewa yang masih tersisa. Ia dan Bara sepakat tidak akan menj
Tidak terasa sudah hampir setahun aku kembali menjalani kehidupan yang sederhana, bersama Nabilah, Robin dan Azza, di kampung Rantau. Entah mengapa aku merasa nyaman tinggal di kampung itu. Mungkin di tempat ini telah menjadi titik balik dalam pencarian jati diriku. Aku merasa Nabilah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah. Dari rahimnya lahir dua buah hatiku yang lucu dan menggemaskan. Dia adalah sosok ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Selalu sabar dalam mengurus dan membesarkan anak-anak. Semoga kami bisa mendidik mereka menjadi pribadi yang soleh dan soleha serta istiqomah. "Terima kasih karena sudah mencintaiku," ucapku sambil memeluk Nabilah ketika anak-anak sedang tidur. Hanya disaat seperti ini kami memiliki waktu berdua."Terima kasih juga, sudah menjadi pelindung Bilah dan anak-anak," sahut Nabilah sambil menatapku dengan penuh cinta. Aku kemudian mengecup kening Nabilah lalu bibir dan terakhir perutnya yang membesar. Ya Nabilah sedang mengandung an
Ketika Bara dan keluarganya sedang mengalami ujian ekonomi, Nabilah melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Salsabilah Azizah Erlangga. Kehadiran Bayi itu menjadi penyemangat atas apa yang sedang mereka hadapi. Di mana Nabilah dan Bara memulai semuanya dari nol lagi.Bara menjadi suami siaga, selalu membantu istrinya dalam segala hal. Terutama dalam mengurus Robin dan Azza yang sedang aktif bermain. Sehingga membuat Nabilah merasa beruntung memiliki pendamping hidup sepertinya. "Anak-anak bagaimana Bang?" tanya Nabilah ketika sedang menyusui putrinya."Aman, Robin sudah bisa momong. Dia dewasa sekali, bahkan mengajari Azza mengaji dan mengenal nama-nama binatang pakai bahasa Inggris," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi bangga. "Robin memang pintar dan cepat daya tangkapnya," jawab Nabilah yang membuat Bara mengangguk kecil.Kondisi kesehatan Mom Sandra kian menurun setelah kepergian Hans. Sehingga membuat Bara jadi sedih dan cemas. "Kita ke rumah sakit ya Mom!" ajak Ba
"Cukup Abang!" seru Nabilah yang datang bersama anak-anaknya. Bara mendengus kesal karena rencananya memberikan Bryan ganjaran digagalkan Nabilah. Padahal sebentar lagi adiknya itu sudah mau menangis."Om Bryan," panggil Robin sambil berlari menghampiri pamannya dengan penuh kerinduan.Azza juga tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar sambil memanggil dengan suara cadelnya, "Om Bian."Bryan langsung menyambut kedua keponakannya itu dengan pelukan hangat. "Robin sudah besar sekarang dan tambah ganteng, kalau Azza cantik dan pinter," puji Bryan yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua keponakannya itu. "Selamat datang Om Bryan, kenalkan nama aku Salsabilah," ujar Nabilah sambil menggendong putri bungsunya. "Tambah satu lagi keponakan Om, lucu sekali kamu." Bryan langsung menggendong Salsa dan menciumnya. Kalau Robin mirip dengan Nabilah, Azza lebih condong ke Mom Sandra. Maka Salsa mempunyai paras Bara versi perempuannya.Sementara itu Bara hanya memperhatikan saja, Bryan disambu
Aku adalah seorang gadis desa yang mencintai seorang preman kampung bernama Robin. Berawal dari gagalnya pernikahanku, kami akhirnya bersatu karena takdir. Awalnya aku takut melihat Robin yang brewokan dan tampak beringas. Akan tetapi, ternyata dia pria yang bertanggungjawab dan baik hati. Sebenarnya aku sempat bimbang ketika Kak Abas kembali dan menyatakan ingin ta'aruf denganku. Pria yang dahulu aku kagumi karena kesalehannya. Seandainya belum menikah dengan Robin, mungkin aku akan menerima niat tulus Abas. Apalagi ibuku sangat merestui aku bersatu dengannya.Namun, ketika Robin rela mengorbankan nyawa, membuatku sadar cinta ini untuknya. Setelah memutuskan memilih untuk menjadi suamiku, akhirnya aku tahu kalau nama asli Robin adalah Bara Sadewa. Salah satu putra konglomerat dari Singapura. Majikan kakakku yang sudah tiada.Tidak seperti kisah Cinderella, cerita cintaku penuh dengan air mata. Terlebih ketika Sadewa memintaku pergi dari kehidupan Bara untuk selamanya. Aku dianggap
'Maaf Nabilah aku tidak bisa menikahimu. Mungkin kita belum berjodoh.' Tangan Nabilah langsung gemetar ketika membaca pesan dari calon imamnya. Andai ia menerima kabar itu jauh sebelum hari akad, pasti dirinya akan ikhlas menerima. Akan tetapi, kenapa harus sekarang? Di saat acara ijab qabul akan dilaksanakan dan para tamu sudah berdatangan. "Nabilah, coba telepon kenapa Sofyan dan keluarganya belum juga datang!" seru Bu Asma yang tiba-tiba masuk ke kamar pengantin. Hanya saja, ia tertegun kala melihat Nabilah menangis. "Kenapa kamu menangis, apa yang telah terjadi?" tanyanya, heran. Sambil menyeka air mata Nabilah menjawab, "Sofyan tidak akan datang, Bu." "Menangnya kenapa?" tanya Bu Asma yang terkejut mendengarnya. Nabilah tampak mengeleng sambil menunjukan pesan itu. Bu Asma tampak syok sekali dan langsung pingsan. "Ibu, bangun!" pekik Nabilah dengan panik karena ibunya punya penyakit jantung. Tidak lama kemudian ayah Nabilah datang dan sangat terkejut melihat istrinya
Di sisi lain, seorang pria tampak mengepalkan tangannya dengan keras ketika datang ke mesjid dan mendengar kata sah. Ia segera meninggalkan tempat itu dengan amarah yang menggebu. Kalau saja mobilnya tidak mogok, pasti dia sudah menggantikan Sofyan untuk menikah dengan Nabilah! "Sial, kenapa preman kampung itu yang beruntung!" gerutu pria itu dengan kesal. Sebenarnya pria itu sudah pernah melamar, tetapi Nabilah menolaknya. Padahal kedua pihak keluarga telah setuju karena ia adalah anak juragan empang dari kampung sebelah. Justru ketika seorang ustad yang jauh lebih miskin darinya diterima oleh Nabilah. Apalagi sekarang kenapa preman kampung itu yang menjadi pengantin penggantinya. "Awas kau Nabilah, aku akan buat dirimu menyesal telah menolakku!" ancam pria itu sambil berlalu. Sampai kapan pun ia tidak akan terima atas penghinaan ini. Acara pernikahan itu tetap dilanjutkan untuk menyambut para tamu undangan. Akan tetapi, hanya beberapa jam saja dengan alasan kondisi pen
"Kamu tidur di sini dan lemari itu untuk tempat pakaianmu!" ujar Robin ketika sampai di rumah kontrakannya. "Iya Bang," jawab Nabilah sambil menelisik ruang tamu yang berukuran 3×3 meter itu dengan saksama. Ada kasur busa single, sebuah lemari plastik susun lima dan kipas angin kecil. "Aku ada di kamar dan kamu tidak boleh masuk dengan alasan apa pun. Dilarang menerima tamu dan pintu harus selalu dikunci, terutama jika aku tidak ada di rumah. Kalau lapar kamu boleh memasak apa saja yang ada di dapur!" ujar Robin memberikan beberapa peraturan. Nabilah kembali memberikan jawaban singkat, "Iya Bang.""Bagus," ujar Robin sambil masuk ke kamarnya. Nabilah merasa seperti berada di dalam penjara dengan beberapa peraturan yang membelenggunya. Jujur ia takut sekali harus tinggal bersama Robin. Akankah pria itu memperlakukannya dengan baik atau tidak. Terus bagaimana kalau Robin minta haknya sebagai seorang suami. "Ya Allah, tolong lindungi hamba!" doa Nabilah di dalam hati. Ia mulai mena