Share

Bab. 3 Tinggal Serumah

"Kamu tidur di sini dan lemari itu untuk tempat pakaianmu!" ujar Robin ketika sampai di rumah kontrakannya.

"Iya Bang," jawab Nabilah sambil menelisik ruang tamu yang berukuran 3×3 meter itu dengan saksama. Ada kasur busa single, sebuah lemari plastik susun lima dan kipas angin kecil.

"Aku ada di kamar dan kamu tidak boleh masuk dengan alasan apa pun. Dilarang menerima tamu dan pintu harus selalu dikunci, terutama jika aku tidak ada di rumah. Kalau lapar kamu boleh memasak apa saja yang ada di dapur!" ujar Robin memberikan beberapa peraturan.

Nabilah kembali memberikan jawaban singkat, "Iya Bang."

"Bagus," ujar Robin sambil masuk ke kamarnya.

Nabilah merasa seperti berada di dalam penjara dengan beberapa peraturan yang membelenggunya. Jujur ia takut sekali harus tinggal bersama Robin. Akankah pria itu memperlakukannya dengan baik atau tidak. Terus bagaimana kalau Robin minta haknya sebagai seorang suami.

"Ya Allah, tolong lindungi hamba!" doa Nabilah di dalam hati. Ia mulai menata pakaiannya di lemari plastik.

Terdengar suara azan magrib berkumandang. Nabilah memberanikan diri menuju ke belakang untuk mengambil wudhu. Ia melihat dapur tampak rapih dengan beberapa perabotan rumah tangga yang seadanya. Bahkan sebagian masih terlihat baru. Begitupun dengan kamar mandi yang bersih dan wangi karbol.

Nabilah tidak menyangka kontrakan seorang preman bisa dibilang cukup rapih dan bersih. Tidak seperti bayangannya, kotor, berantakan dan bau rokok. Apa mungkin baru dibersihkan agar ia betah, entahlah.

Gadis itu kemudian melaksanakan salat magrib. Dilanjut mengaji sampai menjelang waktu isya.

"Aku lapar," ujar Nabilah yang merasakan perutnya keroncongan, tetapi takut untuk mencari makanan di dapur. "Aku tidur saja, nanti juga hilang!" ujarnya sambil membaringkan tubuhnya, tetapi rasa itu kian menyiksa.

Akhirnya Nabilah memutuskan pergi ke dapur. Setidaknya bisa minum untuk menahan lapar. Ia membuka rak piring dan melihat ada mie instan, telur, sarden, teh, gula dan penyedap rasa. Akhirnya gadis itu memutuskan masak mie goreng dan merebus air untuk minum.

Nabilah kemudian makan dengan lahap. Sementara itu setelah masuk kamar, Robin tidak pernah ke luar lagi. Entah apa yang sedang dikerjakan pria itu di dalam.

Setelah selesai makan malam, Nabilah membuka ponselnya. Ia membaca dan membalas banyak pesan dari kedua orang tuanya. Pak Jamal memberikan nasihat dan pesan-pesan untuk menjadi seorang istri yang baik, sedangkan Bu Asma lebih condong peringatan agar selalu menjaga jarak dengan Robin.

"Pokoknya kalau Robin ingin menyentuhmu jangan mau. Kamu tidak boleh punya anak darinya!" pesan Bu Asma yang tidak mempunyai cucu keturunan seorang preman.

"Iya Bu," balas Nabilah yang juga takut sama Robin. Mungkin karena lelah, akhirnya gadis itu tertidur.

Ketika malam kian merambat jauh, Robin baru ke luar dari kamarnya. Ia melihat Nabilah tidur dengan nyenyak dan menyelimutinya. Sungguh pria itu tidak pernah menyangka, wanita soleh yang dikagumi banyak pria tampan dan mapan kini menjadi istrinya.

"Kamu adalah jodoh yang diberikan oleh takdir. Maka aku akan menjagamu dengan segenap jiwa ragaku," batin Robin sambil tersenyum.

Tiba-tiba Robin tampak mendengus kesal. Ketika tanpa sengaja membaca pesan dari Bu Asma. Namun, ia tidak menyalahkan wanita itu. Orang tua manapun pasti ingin anaknya mendapatkan pasangan yang terbaik. Tidak sepertinya seorang preman yang kadang dianggap sebagai sampah masyarakat.

"Ya Allah, kenapa Engkau jodohkan aku dengan wanita sebaik ini?" tanya Robin dengan heran.

***

Azan subuh terdengar mengalun syahdu. Nabilah segera bangun dari tidurnya. Gadis itu tampak terkejut ketika mendapati selimut yang membalut tubuhnya.

"Ini bukan selimut aku, jangan-jangan Bang Robin semalam...." Nabilah memeriksa pakaiannya yang masih rapi. Ia juga tidak merasakan tanda-tanda nyeri di bagian-bagian tertentu.

Nabilah mencoba berpikir positif apalagi tidak ada bukti atau tanda Robin diam-diam telah melecehkannya. Gadis itu segera ke kamar mandi untuk cuci muka.

Robin yang baru bangun tidur langsung bergegas ke kamar mandi. Namun, ketika handak masuk, tiba-tiba ia bertubrukan dengan seseorang. Pria itu baru ingat kalau tidak sendiri lagi di kontrakan ini.

Nabilah nyaris jatuh kebelakang, kalau saja sepasang tangan kekar tidak menahan tubuhnya. Ia dan Robin saling memandang dan sama-sama terkesima. Gadis itu tampak tercengang melihat Robin yang hanya mengenakan celana pendek saja. Sehingga memperlihatkan otot tubuhnya yang kekar. Tatapan pria itu sangat tajam, seperti seorang penjahat yang mendapatkan mangsa empuk.

"Maaf," ucap Robin sambil melepaskan tubuh Nabilah. "Besok-besok, pakai kerudung kalau aku sedang di rumah!" serunya sambil mengalihkan pandangannya dari rambut Nabilah yang panjang terurai.

Nabilah yang belum pernah dipegang lelaki selain ayahnya langsung gemetaran. Ia tampak mengangguk dan segera meninggalkan kamar mandi.

"Ini buat beli makan!" ujar Robin yang tiba-tiba memberikan selembar uang merah kepada Nabilah. "Jangan lupa pesanku!" serunya yang dijawab anggukan oleh Nabilah. Pria itu kemudian bergegas ke luar rumah dan pergi entah ke mana.

Nabilah kemudian mengunci pintu seraya bertanya pada diri sendiri, "Mau apa dia subuh-subuh sudah pergi?"

Setelah melaksanakan salat subuh, Nabilah kemudian ke dapur memasak air panas untuk buat teh manis dan sarapan pagi.

"Nabilah!" panggil Bu Asma dari luar kontrakan.

Nabilah bergegas menemui ibunya dan membuka pintu, "Ibu, ada apa pagi-pagi sudah datang ke sini?" tanya gadis itu menyambut ibunya di teras.

"Mau melihat keadaan kamu?" jawab Bu Asma sambil memperhatikan Nabilah dengan saksama dan bertanya, "Robin semalam melakukan apa saja?"

"Nggak melakukan apa-apa, tidur saja kami terpisah. Aku di ruang tamu, dia di kamar," ujar Nabilah menjelaskan.

Mendengar itu Bu Asma sontak bertanya, "Apa kamu tidur di ruang tamu? Benar-benar keterlaluan si Robin. Mana dia Ibu harus bicara dengannya!" Ia langsung menerobos masuk.

"Bang Robin baru saja pergi Bu, mungkin ke mesjid," ujar Nabilah memberitahu.

"Mana ada di mesjid, Ibu habis salat subuh di sana. Paling dia lagi malak pedagang buat beli sarapan. Banyak warga melihat Robin sering minta nasi uduk yang berada di bawah pohon jamblang," sahut Bu Asma dengan emosi.

"Astagfirullahalazim, nggak baik pagi-pagi datang ke rumah orang sambil ngomel, Ibu!" ujar Pak Jamal menegur istrinya.

Melihat ayahnya datang Nabilah segera menyalami tangan Pak Jamal.

"Aku kesel Pak, masa anak kita tidur di ruang tamu, sedangkan Robin di kamar," sahut Bu Asma yang tidak terima putrinya diperlakukan seperti itu.

Pak Jamal tampak menghela napas panjang dan berkata, "Ya biarin saja, bukankah Ibu yang melarang mereka tidur sekamar!"

"Iya sih, tapi seharusnya Nabilah yang di kamar," sahut Bu Asma kembali.

"Namanya juga pengantin baru, mereka sedang menyesuaikan diri. Ibu sudah lihat kan keadaan Nabilah baik-baik saja. Sekarang ayo kita pulang, nggak enak dilihat tetangga!" ajak Pak Jamal sambil menarik tangan istrinya.

"Pokoknya kalau Robin kasar dan main tangan sama kamu, bilang Ibu!" pesan Bu Asma sebelum pergi dari kontrakan itu.

"Iya Bu," jawab Nabilah yang segera mengunci pintu rumah lagi.

Setelah kedua orang tuanya pergi, Nabilah jadi memikirkan kata-kata ibunya. Tentang Robin suka malak pedagang di pagi hari.

"Jangan-jangan uang ini tidak halal?" lirih Nabila yang jadi ragu untuk menggunakannya. "Lebih baik aku bayarkan saja ke tukang nasi uduk di bawah pohon jamblang!" Ia segera ke luar dari rumah dan tidak lupa mengunci pintu.

Sementara itu di salah satu warga seorang penjual nasi uduk sedang menunggu pembeli. Belakangan dagangannya sedang sepi karena banyaknya persaingan. Akan tetapi, ia yakin rejekinya tidak akan tertukar. Tiba-tiba sebuah senyum terukir di bibir wanita itu ketika melihat seseorang datang menghampirinya.

"Permisi Bu, apa benar Bang Robin suka ke sini setiap pagi?" tanya Nabilah.

"Iya Neng, setiap hari selalu lima bungkus nasi uduk dan gorengan sepuluh biji," jawab Mpok Tini dengan jujur.

Nabilah tampak terkejut mendengarnya. Ia tidak menyangka Robin minta nasi cukup banyak.

"Jadi berapa semuanya Bu?" tanya gadis itu ingin tahu.

"Jadi empat puluh ribu," jawab Mpok Tini apa adanya.

"Ini buat bayar nasi uduk yang Bang Robin ambil!" ujar Nabilah sambil menyodorkan uang merah dari suaminya.

Mpok Tini tampak mengernyitkan dahinya dan bertanya, "Buat apa dibayar lagi? Robin nggak pernah ngutang kok, apalagi minta. Bahkan kalau bayar lima puluh ribu tidak mau dikembalikan."

Nabilah jadi bingung katanya tadi Robin suka malak nasi uduk, tapi ternyata bayar.

"Jadi mana yang benar Bu, Bang Robin minta nasi apa beli?" tanya Nabilah menegaskan.

"Maksud saya setiap hari Robin beli nasi uduk lima bungkus dan gorengan sepuluh biji," ujar Ibu itu menjelaskan.

"Oh begitu, ya sudah saya juga mau nasi uduknya sebungkus dan gorengannya dua. Bu, tolong jangan cerita sama Bang Robin kalau saya tanya-tanya ya!" Nabilah merasa tidak enak hati dan takut jadi salah paham.

Tiba-tiba seorang pria datang dan memanggil, "Nabilah!"

Nabilah berbalik dan tampak terkejut melihat kedatangan pria itu. "Mas Sofyan," balasnya.

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status