All Chapters of Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan: Chapter 101 - Chapter 110

205 Chapters

Bab 101

Satrio memeluk pinggang Isha saat berjalan masuk ke lobi kantor. Dua petugas keamanan yang berjaga di depan lobi terkejut kala melihat pimpinan tertinggi perusahaan bersama wanita. Baru kali ini mereka melihat Satrio datang dengan seorang wanita apalagi dipeluk dengan begitu mesra.Tak hanya petugas keamanan, dua resepsionis yang berjaga di lobi pun tak kalah terkejut. Mereka hanya saling pandang usai sejoli itu melewati keduanya. Begitu Satrio dan Isha masuk ke lift khusus, mereka baru berani berkomentar. Untung saja tak ada karyawan lain yang ada di lobi karena sudah masuk jam kerja. Satrio memang sengaja berangkat agak siang agar semakin sedikit karyawan yang melihat kebersamaannya dengan Isha. Bukan niatnya menyembunyikan pernikahan, tapi belum waktunya membuka hal itu pada publik.“Siapa yang sama Pak Bhumi tadi?” lontar salah satu resepsionis.“Pacarnya mungkin atau istrinya,” sahut yang satunya.“Tidak mungkin itu istrinya!” sanggah resepsionis yang pertama.“Kenapa tidak mungk
last updateLast Updated : 2024-10-11
Read more

Bab 102

“Alhamdulillah selesai juga.” Satrio meletakkan pena kemudian meregangkan kedua tangan. Setelah itu menoleh ke sebelah kanannya. Saking seriusnya bekerja, Satrio sampai tidak menyadari kalau Isha tertidur di sampingnya. Pria berambut ikal itu tersenyum melihat wajah sang istri yang tampak damai dalam tidurnya. Dia mengambil gawai lantas mengirim pesan pada Bayu agar mengambil berkas yang sudah ditandatangani dan memintanya langsung masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu.Satrio sontak meletakkan telunjuk di depan bibir begitu Bayu ingin berbicara. Memberi kode agar asisten pribadinya itu tidak bicara keras. Dia tidak ingin tidur Isha terganggu. Kedua pria itu kemudian bicara dengan berbisik atau melalui kode.“Pak, satu jam lagi jadwal penerbangan Pak Bhumi ke Jogja.” Bayu mengingatkan sang pimpinan dengan berbisik.“Tunda dulu. Kamu tidak lihat istriku sedang tidur,” bisik Satrio sambil menunjuk Isha yang tidur dalam posisi duduk di sofa.“Ditunda sampai jam berapa biar saya jadwalkan
last updateLast Updated : 2024-10-13
Read more

Bab 103

Isha lagi-lagi terkejut mendengar pengakuan Satrio hingga membuatnya bertanya-tanya sebenarnya seberapa kaya keluarga suaminya sampai bisa punya pesawat pribadi. Apa mungkin mereka salah satu keluarga terkaya di Indonesia? “Kenapa kaget begitu, Dek?” tanya Satrio dengan polosnya.“Ga nyangka aja keluarga Bang Satrio punya pesawat pribadi. Aku kira nyewa kaya artis-artis itu,” aku Isha.Satrio tersenyum. “Kami beli untuk memudahkan transportasi, Dek. Bukan untuk gaya-gayaan. Ribet soalnya kalau naik pesawat komersil. Selain itu, bisa disewakan kalau tidak ada yang memakai jadi mengurangi biaya pemeliharaan tiap bulan,” timpalnya. “Keren, Bang. Selain dipakai buat pribadi juga bisa dipakai untuk mendapatkan penghasilan.” Isha mengacungkan jempol kanannya.“Namanya orang bisnis, Dek. Selama bisa menghasilkan dan halal, kenapa tidak dimanfaatkan,” lontar Satrio.“Aku masih ga nyangka sekalinya naik pesawat langsung naik pesawat pribadi. Rasanya seperti mimpi,” celetuk Isha. Tiba-tiba sa
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

Bab 104

“Dek, mau ikut Abang ke ballroom atau nunggu di kamar saja?” Satrio bertanya pada istrinya saat dia sedang bersiap pergi untuk bertemu dengan para pengusaha dan pejabat daerah yang mengundangnya menjadi pembicara pada seminar kewirausahaan. “Nunggu di kamar saja, Bang. Aku malah bingung nanti kalau ikut,” jawab Isha.“Apa jalan-jalan saja ke mal atau nonton film, biar nanti Abang minta panitia buat nemenin Dek Isha. Abang nanti agak lama perginya, sekitar dua atau tiga jam. Daripada Dek Isha bosan nunggu di kamar, mending jalan-jalan ‘kan?” Satrio menawarkan alternatif lain pada sang istri.Isha menggeleng. “Gapapa, Bang. Aku bisa nonton film di kamar kalau bosan. Atau lihat pemandangan dari balkon,” tolaknya. Bukannya tidak mau jalan-jalan, tapi dia kurang percaya diri kalau pergi tanpa suaminya. Lagian selama ini juga Isha adalah anak rumaha yang sangat jarang pergi ke luar selain untuk sekolah atau bekerja.“Ya sudah kalau Dek Isha maunya gitu. Nanti kalau lapar, tinggal telepon l
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

Bab 105

"Dek, setelah pulang ke Jakarta, kita mau tinggal di mana? Di rumah kita atau rumah Bapak?" tanya Satrio saat mereka duduk-duduk di Malioboro. Menikmati malam terakhir di kota yang terkenal dengan julukan Kota Pelajar itu."Aku sih pengennya tinggal di rumah sendiri, Bang. Aku capek dibanding-bandingkan terus sama Vita apalagi sekarang aku sudah ga kerja," jawab Isha."Kalau Dek Isha maunya begitu, berarti kita pulang dulu ke rumah Bapak. Pamit baik-baik sama Bapak kalau kita mau mencoba hidup mandiri," timpal Satrio."Beneran, Bang?" Isha menoleh pada suaminya dengan mata berbinar-binar.Satrio tersenyum. “Tentu saja, tapi Abang punya syarat, Dek.”Isha sontak mengernyit. “Hah! Syarat?”Pria berambut ikal itu mengangguk. “Iya.”“Kenapa pakai syarat? Bang Satrio, ga ikhlas ya?” protes Isha.Satrio menggeleng. “Ikhlas, Dek. Malah sebenarnya sejak nikah, Abang ingin mengajak Dek Isha tinggal di rumah sendiri, tapi ada hal yang membuat Abang harus menunda,” ungkapnya.“Kalau ikhlas kenap
last updateLast Updated : 2024-10-17
Read more

Bab 106

“Aku tidak mau menunggu karena aku berubah pikiran, Bang.” Ucapan Isha itu langsung membuat Satrio terkesiap sekaligus heran. “Berubah pikiran gimana, Dek?” tanya Satrio penuh rasa penasaran.“Walaupun kita hidup sederhana di kampung, Bang Satrio tetap punya banyak kekayaan dan penghasilan ‘kan? Sama aja bohong dong,” sahut Isha.“Memang Abang tetap punya beberapa aset, tapi semua akan dikelola Bayu. Abang tidak ikut campur atau mengambil sedikit pun, dan hanya menerima laporan. Semua aset itu rencananya nanti akan Abang wariskan pada anak-anak kita. Sementara itu, kita akan hidup dari gaji yang Abang dapat dari bekerja. Begitu rencana yang sudah Abang rancang, Dek,” jelas Satrio.Isha menggeleng. “Rencananya tidak usah dijalankan, Bang. Lebih baik melanjutkan hidup kita yang sekarang saja,” tukasnya.“Terus gimana Abang bisa membuktikan kalau Abang benar-benar cinta sama Dek Isha? Bukankah kemarin Dek Isha yang ingin bukti?” Satrio masih tak habis pikir dengan perubahan keinginan s
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

Bab 107

“Pak, antar kami ke rumah dulu ya,” pinta Satrio pada sopir yang menjemput mereka di bandara.“Ke rumah mana, Mas?” tanya sang sopir.Satrio kemudian menyebutkan alamat rumah yang dibangun untuk sang istri tercinta.“Sekarang tinggal di sana, Mas? Sudah tidak di apartemen lagi?” tanya pria yang sedang memegang kemudi itu.“Baru sekali tidur di sana sebelum ke Jogja kemarin, Pak. Mungkin minggu depan baru benar-benar pindah ke sana,” jawab Satrio.“Tapi Pak Basuki jangan bilang papa sama mama dulu ya, biar saya yang kasih tahu sendiri sekalian ngenalin istri saya. Insya Allah besok atau lusa saya ke rumah,” sambungnya.“Walah, Mbak yang cantik ini ternyata istrinya Mas Bhumi, saya kira masih calon,” lontar pria bernama Basuki itu.“Iya, Pak. Isha ini istri saya. Kalau masih calon, tidak mungkin saya ajak tinggal di rumah,” timpal Satrio.“Mas Bhumi pinter cari istri, sudah cantik, sopan, insya Allah juga salihah,” puji Basuki.“Alhamdulillah, Pak. Allah mengabulkan doa-doa saya. Dapat
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more

Bab 108

Lina melirik tak suka pada anak tirinya. “Maksudmu apa ngomong kaya gitu, Is?” “Sudah, Dek. Jangan diterusin.” Satrio berbisik pada istrinya agar tidak terjadi keributan di rumah itu. Dia merasa tak enak hati pada bapak mertuanya.“Ga ada maksud apa-apa, Bu. Jangan suka suuzan!” timpal Isha dengan santai.“Bapak sama Ibu dapat oleh-oleh, buatku mana, Mbak?” lontar Vita tanpa rasa basa-basi.“Itu ada bakpia sama yangko.” Isha menunjuk dua makanan khas Jogja yang diletakkan di atas meja.Vita mengernyit. “Cuma itu? Ga ada batik buatku sama Mas Surya?” tanyanya tak tahu malu.“Budget buat oleh-oleh udah habis buat beliin batik Bapak sama Ibu. Lagian sama aja dari Jogja ‘kan bakpia sama yangko itu. Kamu ‘kan bisa liburan ke Jogja sendiri kalau mau beli batik,” sahut Isha enteng.“Ck, makanan khas Jogja itu yang bakpia kukus, Mbak. Bukan bakpia kaya gini. Ga gaul banget sih,” ledek Vita dengan pandangan meremehkan kakak tirinya.Isha tertawa kecil. “Kamu itu yang ga gaul, Vit. Yang asli b
last updateLast Updated : 2024-10-20
Read more

Bab 109

“Maksud Mbak Isha ngomong kaya gitu apa? Nyindir aku sama Mas Surya jadi beban di sini?” Vita meradang setelah mendengar ucapan kakak tirinya.“Siapa yang nyindir kamu? Jangan ge er, Vit! Sejak aku nikah sama Bang Satrio, Ibu ‘kan minta uang belanja karena nambah orang yang makan di rumah ini. Kalau kami pergi dari sini, berarti ‘kan beban belanja Ibu jadi berkurang,” kilah Isha.“Aku sama Mas Surya cuma sementara tinggal di sini sampai rumah kami jadi. Setelah rumahnya bisa ditempati, kami akan pindah ke rumah sendiri, bukan di kos atau kontrakan.” Vita balas menyindir Isha.Andai tak ingat permintaan sang suami, Isha sudah membongkar rahasia Satrio. Dia yakin Vita dan ibu tirinya akan syok saat tahu siapa sebenarnya Satrio. Mungkin saja mereka akan berubah baik untuk menjilat Satrio ataupun dirinya.“Alhamdulillah, biarpun aku sama Bang Satrio tinggal di kos tapi kami tidak ada beban utang jadi bisa hidup tenang,” timpal Isha dengan santai.Vita mengepalkan kedua tangan, menahan kes
last updateLast Updated : 2024-10-21
Read more

Bab 110

“Beb, kapan sih rumah kita jadi?” Vita langsung bertanya pada suaminya begitu mereka masuk ke kamar.Surya mengedikkan bahu. “Mungkin sebulan atau dua bulan lagi. Kenapa memangnya?” Dia memandang istrinya.“Kamu ga dengar tadi Mbak Isha nyindir kita? Dia bilang kita beban di rumah ini?” tukas Vita.“Bukannya tadi dia bilang kalau itu bukan buat kita? Aku sih ga ngerasa disindir, Beb,” timpal Surya seraya menata bantal tidurnya.“Itu ‘kan pinternya Mbak Isha ngelak aja. Masa kamu ga paham sih, Beb.” Vita merasa gemas pada suaminya.“Terus maumu gimana, Beb? Apa kita tinggal di rumah orang tuaku saja sampai rumah jadi?” usul Surya sebelum merebahkan diri.“Gitu juga gapapa, Beb, biar Mbak Isha ga nyindir-nyindir lagi kalau kita masih tinggal di sini.” Vita langsung menyetujui usul suaminya.“Ya udah, kalau begitu. Besok aku bilang sama mama kalau kita mau tinggal di sana sampai rumah jadi,” timpal Surya.“Kamu juga harus bilang lho sama Bapak kaya Bang Satrio tadi, Beb,” lontar Vita.Su
last updateLast Updated : 2024-10-22
Read more
PREV
1
...
910111213
...
21
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status