Share

Bab 101

last update Last Updated: 2024-10-11 23:02:38
Satrio memeluk pinggang Isha saat berjalan masuk ke lobi kantor. Dua petugas keamanan yang berjaga di depan lobi terkejut kala melihat pimpinan tertinggi perusahaan bersama wanita. Baru kali ini mereka melihat Satrio datang dengan seorang wanita apalagi dipeluk dengan begitu mesra.

Tak hanya petugas keamanan, dua resepsionis yang berjaga di lobi pun tak kalah terkejut. Mereka hanya saling pandang usai sejoli itu melewati keduanya. Begitu Satrio dan Isha masuk ke lift khusus, mereka baru berani berkomentar.

Untung saja tak ada karyawan lain yang ada di lobi karena sudah masuk jam kerja. Satrio memang sengaja berangkat agak siang agar semakin sedikit karyawan yang melihat kebersamaannya dengan Isha. Bukan niatnya menyembunyikan pernikahan, tapi belum waktunya membuka hal itu pada publik.

“Siapa yang sama Pak Bhumi tadi?” lontar salah satu resepsionis.

“Pacarnya mungkin atau istrinya,” sahut yang satunya.

“Tidak mungkin itu istrinya!” sanggah resepsionis yang pertama.

“Kenapa tidak mungk
Kokoro No Tomo

Hai, semua. Saya ada karya baru di Goodnovel loh yang judulnya 'Dikhianati Tunangan, Dicintai Manajer Mapan", dikepoin yuk! Jangan lupa ditambahkan ke pustaka ya biar tidak ketinggalan update-nya. Saya tunggu di sana :)

| 21
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Netty Tya
Aaaah RoMan bener Pak Satrio
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
makasih, ditunggu di sana ya
goodnovel comment avatar
paris_22
aasssiiiaapppp kakak......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 102

    “Alhamdulillah selesai juga.” Satrio meletakkan pena kemudian meregangkan kedua tangan. Setelah itu menoleh ke sebelah kanannya. Saking seriusnya bekerja, Satrio sampai tidak menyadari kalau Isha tertidur di sampingnya. Pria berambut ikal itu tersenyum melihat wajah sang istri yang tampak damai dalam tidurnya. Dia mengambil gawai lantas mengirim pesan pada Bayu agar mengambil berkas yang sudah ditandatangani dan memintanya langsung masuk ke ruangan tanpa mengetuk pintu.Satrio sontak meletakkan telunjuk di depan bibir begitu Bayu ingin berbicara. Memberi kode agar asisten pribadinya itu tidak bicara keras. Dia tidak ingin tidur Isha terganggu. Kedua pria itu kemudian bicara dengan berbisik atau melalui kode.“Pak, satu jam lagi jadwal penerbangan Pak Bhumi ke Jogja.” Bayu mengingatkan sang pimpinan dengan berbisik.“Tunda dulu. Kamu tidak lihat istriku sedang tidur,” bisik Satrio sambil menunjuk Isha yang tidur dalam posisi duduk di sofa.“Ditunda sampai jam berapa biar saya jadwalkan

    Last Updated : 2024-10-13
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 103

    Isha lagi-lagi terkejut mendengar pengakuan Satrio hingga membuatnya bertanya-tanya sebenarnya seberapa kaya keluarga suaminya sampai bisa punya pesawat pribadi. Apa mungkin mereka salah satu keluarga terkaya di Indonesia? “Kenapa kaget begitu, Dek?” tanya Satrio dengan polosnya.“Ga nyangka aja keluarga Bang Satrio punya pesawat pribadi. Aku kira nyewa kaya artis-artis itu,” aku Isha.Satrio tersenyum. “Kami beli untuk memudahkan transportasi, Dek. Bukan untuk gaya-gayaan. Ribet soalnya kalau naik pesawat komersil. Selain itu, bisa disewakan kalau tidak ada yang memakai jadi mengurangi biaya pemeliharaan tiap bulan,” timpalnya. “Keren, Bang. Selain dipakai buat pribadi juga bisa dipakai untuk mendapatkan penghasilan.” Isha mengacungkan jempol kanannya.“Namanya orang bisnis, Dek. Selama bisa menghasilkan dan halal, kenapa tidak dimanfaatkan,” lontar Satrio.“Aku masih ga nyangka sekalinya naik pesawat langsung naik pesawat pribadi. Rasanya seperti mimpi,” celetuk Isha. Tiba-tiba sa

    Last Updated : 2024-10-14
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 104

    “Dek, mau ikut Abang ke ballroom atau nunggu di kamar saja?” Satrio bertanya pada istrinya saat dia sedang bersiap pergi untuk bertemu dengan para pengusaha dan pejabat daerah yang mengundangnya menjadi pembicara pada seminar kewirausahaan. “Nunggu di kamar saja, Bang. Aku malah bingung nanti kalau ikut,” jawab Isha.“Apa jalan-jalan saja ke mal atau nonton film, biar nanti Abang minta panitia buat nemenin Dek Isha. Abang nanti agak lama perginya, sekitar dua atau tiga jam. Daripada Dek Isha bosan nunggu di kamar, mending jalan-jalan ‘kan?” Satrio menawarkan alternatif lain pada sang istri.Isha menggeleng. “Gapapa, Bang. Aku bisa nonton film di kamar kalau bosan. Atau lihat pemandangan dari balkon,” tolaknya. Bukannya tidak mau jalan-jalan, tapi dia kurang percaya diri kalau pergi tanpa suaminya. Lagian selama ini juga Isha adalah anak rumaha yang sangat jarang pergi ke luar selain untuk sekolah atau bekerja.“Ya sudah kalau Dek Isha maunya gitu. Nanti kalau lapar, tinggal telepon l

    Last Updated : 2024-10-15
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 105

    "Dek, setelah pulang ke Jakarta, kita mau tinggal di mana? Di rumah kita atau rumah Bapak?" tanya Satrio saat mereka duduk-duduk di Malioboro. Menikmati malam terakhir di kota yang terkenal dengan julukan Kota Pelajar itu."Aku sih pengennya tinggal di rumah sendiri, Bang. Aku capek dibanding-bandingkan terus sama Vita apalagi sekarang aku sudah ga kerja," jawab Isha."Kalau Dek Isha maunya begitu, berarti kita pulang dulu ke rumah Bapak. Pamit baik-baik sama Bapak kalau kita mau mencoba hidup mandiri," timpal Satrio."Beneran, Bang?" Isha menoleh pada suaminya dengan mata berbinar-binar.Satrio tersenyum. “Tentu saja, tapi Abang punya syarat, Dek.”Isha sontak mengernyit. “Hah! Syarat?”Pria berambut ikal itu mengangguk. “Iya.”“Kenapa pakai syarat? Bang Satrio, ga ikhlas ya?” protes Isha.Satrio menggeleng. “Ikhlas, Dek. Malah sebenarnya sejak nikah, Abang ingin mengajak Dek Isha tinggal di rumah sendiri, tapi ada hal yang membuat Abang harus menunda,” ungkapnya.“Kalau ikhlas kenap

    Last Updated : 2024-10-17
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 106

    “Aku tidak mau menunggu karena aku berubah pikiran, Bang.” Ucapan Isha itu langsung membuat Satrio terkesiap sekaligus heran. “Berubah pikiran gimana, Dek?” tanya Satrio penuh rasa penasaran.“Walaupun kita hidup sederhana di kampung, Bang Satrio tetap punya banyak kekayaan dan penghasilan ‘kan? Sama aja bohong dong,” sahut Isha.“Memang Abang tetap punya beberapa aset, tapi semua akan dikelola Bayu. Abang tidak ikut campur atau mengambil sedikit pun, dan hanya menerima laporan. Semua aset itu rencananya nanti akan Abang wariskan pada anak-anak kita. Sementara itu, kita akan hidup dari gaji yang Abang dapat dari bekerja. Begitu rencana yang sudah Abang rancang, Dek,” jelas Satrio.Isha menggeleng. “Rencananya tidak usah dijalankan, Bang. Lebih baik melanjutkan hidup kita yang sekarang saja,” tukasnya.“Terus gimana Abang bisa membuktikan kalau Abang benar-benar cinta sama Dek Isha? Bukankah kemarin Dek Isha yang ingin bukti?” Satrio masih tak habis pikir dengan perubahan keinginan s

    Last Updated : 2024-10-18
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 107

    “Pak, antar kami ke rumah dulu ya,” pinta Satrio pada sopir yang menjemput mereka di bandara.“Ke rumah mana, Mas?” tanya sang sopir.Satrio kemudian menyebutkan alamat rumah yang dibangun untuk sang istri tercinta.“Sekarang tinggal di sana, Mas? Sudah tidak di apartemen lagi?” tanya pria yang sedang memegang kemudi itu.“Baru sekali tidur di sana sebelum ke Jogja kemarin, Pak. Mungkin minggu depan baru benar-benar pindah ke sana,” jawab Satrio.“Tapi Pak Basuki jangan bilang papa sama mama dulu ya, biar saya yang kasih tahu sendiri sekalian ngenalin istri saya. Insya Allah besok atau lusa saya ke rumah,” sambungnya.“Walah, Mbak yang cantik ini ternyata istrinya Mas Bhumi, saya kira masih calon,” lontar pria bernama Basuki itu.“Iya, Pak. Isha ini istri saya. Kalau masih calon, tidak mungkin saya ajak tinggal di rumah,” timpal Satrio.“Mas Bhumi pinter cari istri, sudah cantik, sopan, insya Allah juga salihah,” puji Basuki.“Alhamdulillah, Pak. Allah mengabulkan doa-doa saya. Dapat

    Last Updated : 2024-10-19
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 108

    Lina melirik tak suka pada anak tirinya. “Maksudmu apa ngomong kaya gitu, Is?” “Sudah, Dek. Jangan diterusin.” Satrio berbisik pada istrinya agar tidak terjadi keributan di rumah itu. Dia merasa tak enak hati pada bapak mertuanya.“Ga ada maksud apa-apa, Bu. Jangan suka suuzan!” timpal Isha dengan santai.“Bapak sama Ibu dapat oleh-oleh, buatku mana, Mbak?” lontar Vita tanpa rasa basa-basi.“Itu ada bakpia sama yangko.” Isha menunjuk dua makanan khas Jogja yang diletakkan di atas meja.Vita mengernyit. “Cuma itu? Ga ada batik buatku sama Mas Surya?” tanyanya tak tahu malu.“Budget buat oleh-oleh udah habis buat beliin batik Bapak sama Ibu. Lagian sama aja dari Jogja ‘kan bakpia sama yangko itu. Kamu ‘kan bisa liburan ke Jogja sendiri kalau mau beli batik,” sahut Isha enteng.“Ck, makanan khas Jogja itu yang bakpia kukus, Mbak. Bukan bakpia kaya gini. Ga gaul banget sih,” ledek Vita dengan pandangan meremehkan kakak tirinya.Isha tertawa kecil. “Kamu itu yang ga gaul, Vit. Yang asli b

    Last Updated : 2024-10-20
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 109

    “Maksud Mbak Isha ngomong kaya gitu apa? Nyindir aku sama Mas Surya jadi beban di sini?” Vita meradang setelah mendengar ucapan kakak tirinya.“Siapa yang nyindir kamu? Jangan ge er, Vit! Sejak aku nikah sama Bang Satrio, Ibu ‘kan minta uang belanja karena nambah orang yang makan di rumah ini. Kalau kami pergi dari sini, berarti ‘kan beban belanja Ibu jadi berkurang,” kilah Isha.“Aku sama Mas Surya cuma sementara tinggal di sini sampai rumah kami jadi. Setelah rumahnya bisa ditempati, kami akan pindah ke rumah sendiri, bukan di kos atau kontrakan.” Vita balas menyindir Isha.Andai tak ingat permintaan sang suami, Isha sudah membongkar rahasia Satrio. Dia yakin Vita dan ibu tirinya akan syok saat tahu siapa sebenarnya Satrio. Mungkin saja mereka akan berubah baik untuk menjilat Satrio ataupun dirinya.“Alhamdulillah, biarpun aku sama Bang Satrio tinggal di kos tapi kami tidak ada beban utang jadi bisa hidup tenang,” timpal Isha dengan santai.Vita mengepalkan kedua tangan, menahan kes

    Last Updated : 2024-10-21

Latest chapter

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 220 (TAMAT)

    “Bu, kita kabur aja yuk! Aku ga tahan hidup di sini.” Vita mengeluh pada ibunya saat mereka berbaring sebelum tidur. Lina menatap lekat putrinya meskipun dalam cahaya remang-remang. “Ga usah aneh-aneh, Vit. Apa kamu lupa kemarin ada yang kabur terus ketangkap? Sekarang dia dimasukkan ke ruang isolasi. Kamu mau hidup di ruangan sempit, gelap, pengap, dan ga bisa keluar sama sekali?” “Lebih baik aku mati saja daripada dikurung di sana, Bu,” timpal Vita dengan bibir mengerucut. “Ya sudah, kalau gitu terima aja apa adanya!” tukas Lina. “Tapi aku capek banget kalau kaya gini tiap hari, Bu. Kulitku jadi cokelat, kukuku juga rusak semua. Sia-sia perawatan yang aku lakukan selama ini,” keluh Vita. “Vit, kita seperti ini sekarang karena siapa? Kamu ‘kan! Kalau kamu ga mendorong Isha dari tangga, Satrio ga akan semarah itu sama kita. Ya sudah, sekarang kamu terima aja konsekuensinya!” Lama-lama Lina merasa kesal pada Vita yang selalu dia banggakan. “Kita dibiarkan hidup sama Satrio sudah

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 219

    Kondisi Abi setiap hari semakin membaik. Berat badannya terus naik karena rutin minum ASI sang ibu. Paru-parunya sudah berfungsi dengan baik, hingga tak perlu alat bantu pernapasan lagi. Jantungnya pun detaknya sudah normal. Pada hari ke-6, Abi pun keluar dari NICU, tapi belum diperbolehkan pulang oleh dokter. Dokter masih harus mengobservasi kondisi Abi setelah tidak berada di inkubator. Sebenarnya di hari ketiga paska-operasi, Isha sudah diperbolehkan pulang. Namun karena tak tega meninggalkan Abi sendiri di sana, dan repot kalau harus bolak-balik ke rumah sakit untuk memberikan ASI-nya, akhirnya Isha tetap tinggal di ruangan rawat inapnya. Satrio yang bolak-balik karena dia tetap harus pergi ke kantor untuk melakukan tanggung jawabnya sebagai presdir Digdaya Grup. Marni juga setiap hari ke rumah sakit, membawakan baju ganti untuk Isha, Satrio, dan Abi, lalu pulangnya membawa baju mereka yang kotor untuk dicuci di rumah. Selain baju, dia juga membawakan jamu pelancar ASI untuk Isha

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 218

    “Sudah, tapi nanti saja aku kasih tahu kalau semua kumpul biar sekalian jelasin arti namanya.” Satrio menjawab rasa penasaran adiknya. Nila berdecak. “Terus selama Kak Bhumi belum ngasih tahu namanya, kita manggilnya apa dong? Masa Baby sih?” protes gadis yang masih kuliah semester akhir itu. “Kalau begitu panggil saja Abi. Itu nama panggilan yang diambil dari nama tengahnya,” sahut Satrio setelah berpikir beberapa saat. “Iya, deh. Suka-suka, Kak Bhumi, aja. Lagian sok misterius banget namanya sampai ga mau nyebutin.” Nila merasa gemas pada kakak sulungnya itu. “Bukannya sok misterius, tadi aku dah bilang ‘kan alasannya,” tukas Satrio. “Terus kapan rencanamu mau ngadain akikah buat Abi?” Kali ini Krisna yang bertanya. “Sunahnya tujuh hari ‘kan, Pa? Tapi aku belum tahu nanti pas itu Abi sudah bisa pulang atau belum. Menurut Papa sebaiknya gimana?” Satrio memandang papanya. “Tidak harus tujuh hari tidak apa-apa bisa setelah empat belas atau dua puluh satu hari. Tapi kalau kamu mau

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 217

    Isha langsung diberi ucapan selamat oleh Baskoro, Bisman, Bayu, Marni, dan Kasno begitu dia dibawa ke kamar oleh petugas. Wanita yang baru menjadi ibu itu mengucapkan terima kasih atas perhatian dan doa-doanya mereka. Baru setelah itu Satrio mendekati sang istri yang duduk menyandar pada bagian atas brankar yang dinaikkan dan diatur posisinya sampai Isha merasa nyaman. “Makasih ya, Dek, sudah bertahan dan berjuang bersama anak kita. Terima kasih sudah melahirkan jagoan di keluarga kita,” lontar Satrio sambil menggenggam tangan sang istri tercinta. Dia duduk di kursi samping brankar, menghadap belahan jiwanya itu. Isha mengangguk. Wajahnya yang masih tampak pucat tersenyum. “Bang Satrio udah ketemu anak kita?” Dia berusaha tetap tegar dan tenang walaupun sang putra saat ini menjalani perawatan yang intensif. Pria yang kini mengenakan kemeja biru muda dengan lengan digulung sampai siku itu, menggeleng. “Belum, Dek. Katanya kalau mau ketemu harus ke NICU. Abang maunya ke sana sama Dek

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 216

    Satrio sontak berdiri kala melihat dokter keluar dari ruang operasi. Dia gegas menghampiri dokter tersebut. “Bagaimana operasinya, Dok? Lancar ‘kan?” tanyanya tak sabar. Dokter itu tersenyum. “Alhamdulillah lancar. Kondisi Ibu sejauh ini stabil, tapi putra Bapak harus mendapatkan perawatan intensif karena lahir prematur dan berat badan lahirnya rendah,” jawabnya. Satrio menghela napas lega meskipun kondisi sang anak masih belum bagus. Setidaknya istri dan anaknya selamat. “Alhamdulillah. Berarti saya boleh menemui istri dan anak saya sekarang, Dok?” tanyanya lagi. Sang dokter menggeleng. “Untuk saat ini belum, Pak. Ibu masih di ruang pemulihan untuk diobservasi. Kalau putra Bapak nanti bisa ditemui di NICU, sekarang masih ditangani oleh dokter anak,” jelasnya. Bahu Satrio meluruh karena tidak bisa menemui istri dan anaknya. “Kalau begitu sebaiknya saya menunggu di mana, Dok? Di sini atau di kamarnya?” Dia kembali bertanya. “Di sini boleh. Di kamar juga boleh. Nanti kalau Ibu seles

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 215

    “Vit, ada tamu tuh. Sana buka pintunya!” titah Lina yang sedang tiduran di sofa depan televisi pada putrinya setelah mendengar bel rumah berbunyi.“Siapa sih? Ganggu aja orang lagi santai!” Meskipun menggerutu, Vita tetap melangkah menuju pintu depan. Keningnya mengerut kala melihat beberapa sosok pria berbadan tinggi, kekar, dan mengenakan pakaian serba hitam. Sejujurnya dia takut melihat para pria di hadapannya yang tampangnya tampak menyeramkan dan sama sekali tak ramah.“Kalau kalian mencari Bang Satrio dan Mbak Isha, mereka tidak ada di rumah!” Vita bicara dengan ketus untuk menutupi ketakutannya.“Siapa, Vit?” Lina menyusul ke depan karena penasaran dengan tamu yang datang.“Ga tahu, Bu!” Vita menggeleng.Lina terkesiap melihat orang-orang yang bertamu. Dia langsung menelan ludah dan mendekat pada putrinya. “Mereka bukan debt collector yang mau nagih utang Satrio atau Isha ‘kan?” bisiknya.“Mana kutahu, Bu. Sejak tadi mereka cuma diam. Ga ngomong apa-apa,” balas Vita juga dengan

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 214

    Bayu mendekat pada Satrio yang sedang makan siang dengan para pejabat daerah dan pengusaha lokal—yang datang di acara pembukaan anak perusahaan Digdaya Grup. "Pak, saya baru dapat kabar kalau Bu Isha jatuh dari tangga dan sekarang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit," bisiknya usai mendapat pesan dari Marni. Satrio sontak menghentikan makan lalu mengelap mulut dengan sapu tangan. "Segera siapkan helikopter. Kita pulang ke Jakarta sekarang!" perintahnya juga dengan berbisik. "Baik, Pak." Bayu menjauh lalu melakukan koordinasi dengan yang lain untuk mengatur kepulangan sang atasan. Di setiap kantor anak perusahaan Digdaya Grup memang ada helipad untuk memudahkan transportasi para petinggi perusahaan bila ada kepentingan yang mendesak. Meskipun mengkhawatirkan keselamatan istri dan calon anaknya, Satrio tetap berusaha bersikap tenang di hadapan yang lain. Dia minta maaf pada para pejabat dan pengusaha yang semeja dengannya karena tidak bisa menemani makan siang sampai selesai. Tak l

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 213

    “Mau ke mana, Bi?” tanya Vita saat melihat ART Isha akan menaiki tangga.“Saya mau manggil Ibu untuk makan siang, Mbak,” jawab Marni.“Bi Marni, lakukan pekerjaan lain saja. Biar aku yang panggil Mbak Isha.” Vita menawakan diri.“Tapi Bapak sudah pesan kalau saya sendiri yang harus manggil Ibu di kamar, Mbak.” Marni tak mau begitu saja menerima tawaran adik tiri Isha itu.Vita tampak mengernyit. “Kenapa memangnya?”“Soalnya Bapak minta saya membantu Ibu waktu turun tangga karena Bapak khawatir Ibu jatuh atau kepleset.” Marni mengungkapkan alasannya.“Kalau cuma bantu Mbak Isha turun tangga, aku juga bisa, Bi. Sudah sana Bi Marni siapin aja makannya, aku yang akan manggil Mbak Isha.” Vita meminta ART itu pergi.“Biar saya yang manggil Ibu, Mbak. Makanannya sudah siap semua kok di meja makan. Lebih baik Mbak Vita panggil bapak dan ibunya atau langsung ke ruang makan saja.” Marni tetap bersikeras memanggil Isha.“Kenapa sih ga mau dibantu, Bi? Takut saya ngapa-ngapain Mbak Isha?” tukas Vi

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 212

    Vita kembali ke rumah Baskoro setelah dokter mengizinkan dia pulang dari rumah sakit. Sejak Vita dirawat sampai pulang, Surya selalu memberi perhatian walau sering diabaikan oleh sang istri. Namun pria itu tak mau menyerah begitu saja untuk mengambil hati istri yang pernah disakitinya. Walaupun Surya sudah menunjukkan perubahannya, Vita tetap bersikeras untuk bercerai. Sejak awal Surya memang tidak mau berpisah dengan istrinya. Dia ingin mempertahankan pernikahan mereka. Surya menunjukkan kesungguhannya dengan meninggalkan Ike dan tidak pernah berhubungan lagi dengan teman kuliahnya itu. Dia juga janji akan bekerja di perusahaan yang direkomendasikan oleh Satrio demi masa depan mereka meskipun harus tinggal di luar Pulau Jawa. Orang tua dari kedua belah pihak sudah berusaha menasihati dan menengahi permasalahan antara Vita dan Surya. Namun Vita tetap pada pendiriannya. Dia ingin bercerai dari Surya. Vita sudah tidak bisa percaya lagi pada suaminya jadi percuma kalau tetap bersama t

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status