Share

Bab 216

Penulis: Kokoro No Tomo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-05 22:48:29
Satrio sontak berdiri kala melihat dokter keluar dari ruang operasi. Dia gegas menghampiri dokter tersebut. “Bagaimana operasinya, Dok? Lancar ‘kan?” tanyanya tak sabar.

Dokter itu tersenyum. “Alhamdulillah lancar. Kondisi Ibu sejauh ini stabil, tapi putra Bapak harus mendapatkan perawatan intensif karena lahir prematur dan berat badan lahirnya rendah,” jawabnya.

Satrio menghela napas lega meskipun kondisi sang anak masih belum bagus. Setidaknya istri dan anaknya selamat. “Alhamdulillah. Berarti saya boleh menemui istri dan anak saya sekarang, Dok?” tanyanya lagi.

Sang dokter menggeleng. “Untuk saat ini belum, Pak. Ibu masih di ruang pemulihan untuk diobservasi. Kalau putra Bapak nanti bisa ditemui di NICU, sekarang masih ditangani oleh dokter anak,” jelasnya.

Bahu Satrio meluruh karena tidak bisa menemui istri dan anaknya. “Kalau begitu sebaiknya saya menunggu di mana, Dok? Di sini atau di kamarnya?” Dia kembali bertanya.

“Di sini boleh. Di kamar juga boleh. Nanti kalau Ibu seles
Kokoro No Tomo

Ada yang mau sumbang nama untuk putra pertama Satrio dan Isha? Jujur, saya sedang malas cari nama 🙈🙈🙈 Kalau ada yang mau sumbang nama, kasih juga artinya ya. Nanti saya beri apresiasi untuk yang namanya terpilih. Oke ditunggu 🥰

| 14
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
iya, dia juga terlalu sibuk kerja
goodnovel comment avatar
Kokoro No Tomo
makasih sarannya, Kak ...
goodnovel comment avatar
Yurnawati
pak Baskoro orang yang baik hati sampai dia tidak akan meduga . Bagaimana jahat nya istrinya sendiri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 217

    Isha langsung diberi ucapan selamat oleh Baskoro, Bisman, Bayu, Marni, dan Kasno begitu dia dibawa ke kamar oleh petugas. Wanita yang baru menjadi ibu itu mengucapkan terima kasih atas perhatian dan doa-doanya mereka. Baru setelah itu Satrio mendekati sang istri yang duduk menyandar pada bagian atas brankar yang dinaikkan dan diatur posisinya sampai Isha merasa nyaman.“Makasih ya, Dek, sudah bertahan dan berjuang bersama anak kita. Terima kasih sudah melahirkan jagoan di keluarga kita,” lontar Satrio sambil menggenggam tangan sang istri tercinta. Dia duduk di kursi samping brankar, menghadap belahan jiwanya itu.Isha mengangguk. Wajahnya yang masih tampak pucat tersenyum. “Bang Satrio udah ketemu anak kita?” Dia berusaha tetap tegar dan tenang walaupun sang putra saat ini menjalani perawatan yang intensif.Pria yang kini mengenakan kemeja biru muda dengan lengan digulung sampai siku itu, menggeleng. “Belum, Dek. Katanya kalau mau ketemu harus ke NICU. Abang maunya ke sana sama Dek Is

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 1

    "Astaghfirullah! Apa yang kalian lakukan di kontrakanku ini!?" Teriakan seorang pria membangunkan Isha dan Satrio yang tertidur di ruang tamu."Bisa-bisanya kalian berzina di sini!" tuduh sang pemilik kontrakan sambil berkacak pinggang.Kesadaran Isha dan Satrio langsung terkumpul begitu mendengar tuduhan tersebut. Keduanya sontak berdiri. Satrio membenarkan ikatan sarungnya yang tidak sempurna, sementara Isha mengancingkan bagian atas kemeja yang terbuka dan menutupnya dengan hijab yang tadi tersingkap.Kedua orang itu membelalakkan mata begitu menyadari beberapa warga melihat mereka dengan sorot mata tajam dan penuh amarah. Membuat Isha jadi bergidik."A-apa?! Zina? Itu tidak benar, Pak! Kami sama sekali tidak melakukan apa-apa!" sahut Isha dengan panik.“Jangan mengelak! Buktinya sudah jelas! Lihat! Kamu saja memakai baju Satrio!” Pemilik kontrakan itu menunjuk kemeja yang dikenakan Isha.Gadis berusia 25 tahun itu melihat pakaiannya. Dia baru ingat memakai kemeja Satrio karena kem

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 2

    “Apa? Menikah?” teriak Isha dan Baskoro bersamaan.Satrio sebenarnya juga sangat terkejut, tapi dia tetap terlihat tenang. Pria berambut ikal hanya melirik Isha dan Baskoro tanpa bersuara.“Iya, Nak Isha dan Nak Satrio harus menikah sekarang. Kalau tidak kalian harus pergi dari sini,” sahut Pak RT.Isha menggeleng berulang kali. “Aku tidak mau menikah, Pak,” ucapnya pada Baskoro.“Pak RT dengar sendiri apa yang dikatakan anak saya! Dia tidak mau menikah. Saya juga tidak setuju Isha menikah dengan pengangguran seperti Satrio,” timpal Baskoro seraya menunjuk pemuda berambut ikal itu dengan dagunya.“Kalau begitu Nak Isha dan Nak Satrio akan diarak dan diusir dari kampung ini,” sahut Pak RT.“Harusnya Satrio saja yang diarak dan diusir! Selama ini anak saya baik-baik saja dan tidak pernah macam-macam. Kalau tidak karena pengangguran itu, mana mungkin anak saya seperti ini.” Baskoro membela anaknya.“Tetap saja Isha melakukannya dengan Satrio. Tidak adil kalau Satrio saja yang dihukum. Me

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 3

    Pria berambut ikal sebahu itu seketika menoleh pada pemilik kontrakan. Satrio pikir masalahnya selesai begitu menikah dengan Isha, ternyata masih saja ada. Di mana dia dan istrinya akan tinggal kalau begini?“Bawa barang-barangmu ke sini! Kalian lebih baik tinggal di sini daripada harus mencari kontrakan lagi.” Belum sempat Satrio menimpali, Baskoro sudah berbicara terlebih dahulu dengannya.“Ya, Pak. Terima kasih.” Satrio menghela napas lega karena masalah tempat tinggal sudah mendapat solusi.“Is, bantu Satrio berkemas,” titah Baskoro pada putrinya. Walau sebenarnya masih tak rela Isha menikah dengan Satrio, tapi dia tidak tega membiarkan putri sulungnya itu tidak punya tempat tinggal.Isha mengangguk kemudian ikut Satrio ke kontrakan. Tak banyak barang milik pria itu. Hanya pakaian dan alat makan saja. Barang eletronik juga tak punya. Jadi tak butuh waktu lama untuk berkemas.“Ini kuncinya, Pak. Terima kasih sudah mengizinkan saya mengontrak di sini. Mohon maaf atas segala salah da

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 4

    “Dek, bagaimana?” Pertanyaan Satrio membuat kesadaran Isha kembali. Gadis itu kembali menatap Satrio. Dia masih merasa bimbang. “Apa Dek Isha ragu?” Satrio berusaha menyelami perasaan gadis di depannya melalui mata bening yang memandangnya. Isha mengangguk pelan. “Maaf, Bang. Semua ini terlalu mendadak. Aku—aku belum bisa memutuskan,” ungkapnya sambil menunduk. Satrio menghela napas panjang. “Abang ngerti, Dek. Pernikahan kita mendadak. Kita juga tidak saling cinta. Apalagi pekerjaan Abang tidak jelas. Wajar kalau Dek Isha merasa ragu.” “Maaf, Bang.” Isha jadi merasa tak enak hati. “Bagaimana kalau kita jalani saja dulu, Dek? Anggap saja kita baru jadian dan sekarang sedang pacaran.” Satrio menawarkan opsi baru. “Abang tidak akan meminta hak sebagai suami sampai Dek Isha yakin dengan pernikahan kita,” imbuhnya. Isha berpikir sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Oke, tapi Bang Satrio jangan terlalu berharap sama aku.” Pria berambut ikal itu mengulum senyum. “Terima kasih, Dek.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 5

    Satrio menyusul Isha ke kamar lalu duduk di samping istrinya. "Ngapain Bang Satrio ke sini?" tanya Isha sambil bersedekap. Dia kesal sekali pada suaminya itu. Satrio menghela napas panjang. "Dek, bukan maksud Abang membela Vita. Abang hanya tidak ingin Dek Isha ribut dengan Vita apalagi di depan Bapak. Kasihan Bapak nanti jadi tambah pikiran." Dia memberi pengertian pada istrinya. "Vita yang mulai duluan, Bang. Aku 'kan cuma menimpali." Isha membela diri. "Iya, Abang tahu. Biar saja orang bicara apa, yang penting kita tahu kebenarannya bagaimana. Kalau meladeni semua orang, nanti Dek Isha capek sendiri," timpal Satrio. Isha mendengkus. Dia merubah posisi duduknya jadi membelakangi Satrio. Pria berambut ikal sebahu itu bangkit. Melangkah lantas berlutut di depan Isha. "Abang minta maaf sudah membuat Dek Isha kesal. Mau 'kan memaafkan Abang?" tanyanya seraya menatap lekat istrinya. Melihat ketulusan dan kesungguhan Satrio, gadis itu pun mengangguk walau masih sedikit kesal. Satr

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-16
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 6

    "Ibu boleh tahu karena itu bukan rahasia. Tapi sekarang sudah malam, jadi ditunda besok saja sekalian sama Bapak. Dek Isha juga capek karena baru pulang dari kerja. Kami permisi ke kamar dulu, Bu." Satrio menarik tangan sang istri lantas mengajaknya masuk kamar. "Itu tadi Bang Satrio ngasih ibu uang sepuluh juta?" Isha memastikan saat mereka sudah di dalam kamar. Satrio mengangguk. "Iya, Dek. Buat berbagi makanan sama belanja." "Kebanyakan itu, Bang. Nanti sisanya pasti diambil Ibu," protes Isha seraya meletakkan tasnya di atas meja rias. "Gapapa. Anggap saja uang lelah buat Ibu yang sudah mengurus semuanya." Satrio kemudian mengambil dompet dan mengeluarkan satu lembar uang berwarna merah dari sana. "Ini untuk ganti uang yang tadi Abang pinjam, Dek." Dia menyerahkan uang itu pada Isha. "Tidak usah dikembalikan, Bang. Lagian aku juga tidak punya kembalian." Isha tidak mau menerima uang tersebut. Satrio menggeleng. Dia meraih tangan Isha lantas meletakkan uang itu di atas

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-27
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 7

    Tangan kiri Isha mengepal. Menahan kesal karena ucapan ibu tirinya. “Mau ini perhiasan asli atau palsu, yang penting Bang Satrio punya niat baik memberikan aku perhiasan, Bu,” balasnya. Lina mencebik. “Kalau Ibu sih alergi pakai perhiasan palsu. Bisa gatel-gatel dan merah kulit Ibu. Beda sama kulitmu itu, pakai perhiasan asli bisa jadi malah alergi karena biasa pakai yang palsu,” ledeknya.“Ibu, bisa tidak sekali saja tidak merendahkan aku atau Bang Satrio?” Isha lama-kelamaan tidak bisa menahan emosinya.Lina memandang anak tirinya itu dengan tatapan meremehkan. “Terus aku harus menyanjung kalian begitu? Apa yang harus aku sanjung kalau tidak ada kelebihan yang kalian miliki? Beda sama Vita dan Surya yang punya gaji besar dan kerja di perusahaan ternama. Ibu bisa membangga-banggakan mereka,” tukasnya.“Kamu saja cuma jadi karyawan toko biasa dengan gaji kecil. Terus suamimu si Satrio itu, entah punya kerjaan apa tidak. Setiap hari cuma keluyuran saja tidak pernah kelihatan kerja. Ap

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-27

Bab terbaru

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 217

    Isha langsung diberi ucapan selamat oleh Baskoro, Bisman, Bayu, Marni, dan Kasno begitu dia dibawa ke kamar oleh petugas. Wanita yang baru menjadi ibu itu mengucapkan terima kasih atas perhatian dan doa-doanya mereka. Baru setelah itu Satrio mendekati sang istri yang duduk menyandar pada bagian atas brankar yang dinaikkan dan diatur posisinya sampai Isha merasa nyaman.“Makasih ya, Dek, sudah bertahan dan berjuang bersama anak kita. Terima kasih sudah melahirkan jagoan di keluarga kita,” lontar Satrio sambil menggenggam tangan sang istri tercinta. Dia duduk di kursi samping brankar, menghadap belahan jiwanya itu.Isha mengangguk. Wajahnya yang masih tampak pucat tersenyum. “Bang Satrio udah ketemu anak kita?” Dia berusaha tetap tegar dan tenang walaupun sang putra saat ini menjalani perawatan yang intensif.Pria yang kini mengenakan kemeja biru muda dengan lengan digulung sampai siku itu, menggeleng. “Belum, Dek. Katanya kalau mau ketemu harus ke NICU. Abang maunya ke sana sama Dek Is

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 216

    Satrio sontak berdiri kala melihat dokter keluar dari ruang operasi. Dia gegas menghampiri dokter tersebut. “Bagaimana operasinya, Dok? Lancar ‘kan?” tanyanya tak sabar. Dokter itu tersenyum. “Alhamdulillah lancar. Kondisi Ibu sejauh ini stabil, tapi putra Bapak harus mendapatkan perawatan intensif karena lahir prematur dan berat badan lahirnya rendah,” jawabnya. Satrio menghela napas lega meskipun kondisi sang anak masih belum bagus. Setidaknya istri dan anaknya selamat. “Alhamdulillah. Berarti saya boleh menemui istri dan anak saya sekarang, Dok?” tanyanya lagi. Sang dokter menggeleng. “Untuk saat ini belum, Pak. Ibu masih di ruang pemulihan untuk diobservasi. Kalau putra Bapak nanti bisa ditemui di NICU, sekarang masih ditangani oleh dokter anak,” jelasnya. Bahu Satrio meluruh karena tidak bisa menemui istri dan anaknya. “Kalau begitu sebaiknya saya menunggu di mana, Dok? Di sini atau di kamarnya?” Dia kembali bertanya. “Di sini boleh. Di kamar juga boleh. Nanti kalau Ibu seles

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 215

    “Vit, ada tamu tuh. Sana buka pintunya!” titah Lina yang sedang tiduran di sofa depan televisi pada putrinya setelah mendengar bel rumah berbunyi.“Siapa sih? Ganggu aja orang lagi santai!” Meskipun menggerutu, Vita tetap melangkah menuju pintu depan. Keningnya mengerut kala melihat beberapa sosok pria berbadan tinggi, kekar, dan mengenakan pakaian serba hitam. Sejujurnya dia takut melihat para pria di hadapannya yang tampangnya tampak menyeramkan dan sama sekali tak ramah.“Kalau kalian mencari Bang Satrio dan Mbak Isha, mereka tidak ada di rumah!” Vita bicara dengan ketus untuk menutupi ketakutannya.“Siapa, Vit?” Lina menyusul ke depan karena penasaran dengan tamu yang datang.“Ga tahu, Bu!” Vita menggeleng.Lina terkesiap melihat orang-orang yang bertamu. Dia langsung menelan ludah dan mendekat pada putrinya. “Mereka bukan debt collector yang mau nagih utang Satrio atau Isha ‘kan?” bisiknya.“Mana kutahu, Bu. Sejak tadi mereka cuma diam. Ga ngomong apa-apa,” balas Vita juga dengan

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 214

    Bayu mendekat pada Satrio yang sedang makan siang dengan para pejabat daerah dan pengusaha lokal—yang datang di acara pembukaan anak perusahaan Digdaya Grup. "Pak, saya baru dapat kabar kalau Bu Isha jatuh dari tangga dan sekarang sedang dalam perjalanan ke rumah sakit," bisiknya usai mendapat pesan dari Marni. Satrio sontak menghentikan makan lalu mengelap mulut dengan sapu tangan. "Segera siapkan helikopter. Kita pulang ke Jakarta sekarang!" perintahnya juga dengan berbisik. "Baik, Pak." Bayu menjauh lalu melakukan koordinasi dengan yang lain untuk mengatur kepulangan sang atasan. Di setiap kantor anak perusahaan Digdaya Grup memang ada helipad untuk memudahkan transportasi para petinggi perusahaan bila ada kepentingan yang mendesak. Meskipun mengkhawatirkan keselamatan istri dan calon anaknya, Satrio tetap berusaha bersikap tenang di hadapan yang lain. Dia minta maaf pada para pejabat dan pengusaha yang semeja dengannya karena tidak bisa menemani makan siang sampai selesai. Tak l

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 213

    “Mau ke mana, Bi?” tanya Vita saat melihat ART Isha akan menaiki tangga.“Saya mau manggil Ibu untuk makan siang, Mbak,” jawab Marni.“Bi Marni, lakukan pekerjaan lain saja. Biar aku yang panggil Mbak Isha.” Vita menawakan diri.“Tapi Bapak sudah pesan kalau saya sendiri yang harus manggil Ibu di kamar, Mbak.” Marni tak mau begitu saja menerima tawaran adik tiri Isha itu.Vita tampak mengernyit. “Kenapa memangnya?”“Soalnya Bapak minta saya membantu Ibu waktu turun tangga karena Bapak khawatir Ibu jatuh atau kepleset.” Marni mengungkapkan alasannya.“Kalau cuma bantu Mbak Isha turun tangga, aku juga bisa, Bi. Sudah sana Bi Marni siapin aja makannya, aku yang akan manggil Mbak Isha.” Vita meminta ART itu pergi.“Biar saya yang manggil Ibu, Mbak. Makanannya sudah siap semua kok di meja makan. Lebih baik Mbak Vita panggil bapak dan ibunya atau langsung ke ruang makan saja.” Marni tetap bersikeras memanggil Isha.“Kenapa sih ga mau dibantu, Bi? Takut saya ngapa-ngapain Mbak Isha?” tukas Vi

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 212

    Vita kembali ke rumah Baskoro setelah dokter mengizinkan dia pulang dari rumah sakit. Sejak Vita dirawat sampai pulang, Surya selalu memberi perhatian walau sering diabaikan oleh sang istri. Namun pria itu tak mau menyerah begitu saja untuk mengambil hati istri yang pernah disakitinya. Walaupun Surya sudah menunjukkan perubahannya, Vita tetap bersikeras untuk bercerai. Sejak awal Surya memang tidak mau berpisah dengan istrinya. Dia ingin mempertahankan pernikahan mereka. Surya menunjukkan kesungguhannya dengan meninggalkan Ike dan tidak pernah berhubungan lagi dengan teman kuliahnya itu. Dia juga janji akan bekerja di perusahaan yang direkomendasikan oleh Satrio demi masa depan mereka meskipun harus tinggal di luar Pulau Jawa. Orang tua dari kedua belah pihak sudah berusaha menasihati dan menengahi permasalahan antara Vita dan Surya. Namun Vita tetap pada pendiriannya. Dia ingin bercerai dari Surya. Vita sudah tidak bisa percaya lagi pada suaminya jadi percuma kalau tetap bersama t

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 211

    "Mumpung semua kumpul di sini, aku mau ngomong sesuatu yang penting." Vita memecah keheningan di ruang rawat inapnya.Malam itu kedua keluarga berkumpul setelah kondisi Vita membaik usai menjalani prosedur kuretase. Ada Surya dan kedua orang tuanya, Baskoro, Lina, Isha, dan juga Satrio. Mereka semua sontak melayangkan pandangan pada Vita yang duduk menyandar di atas brankar."Kamu itu masih masa pemulihan, Vit, ga usah mikir yang macam-macam," tukas Lina yang duduk di samping brankar putri kandungnya itu.Vita menggeleng. "Cuma badanku yang lemah, Bu. Aku masih bisa mikir kok. Menurutku masalah ini lebih baik kalau diselesaikan lebih cepat biar aku juga lebih tenang menjalani masa pemulihan," ucapnya."Masalah apa sih, Vit? Benar apa yang dibilang Ibu, kamu ga usah mikir yang aneh-aneh. Mending pulihin badan dulu. Kalau udah sehat lagi, baru mikir yang lain," timpal Surya.Vita seketika menoleh lalu menatap tajam suaminya. "Masalah kita, Mas. Aku ingin secepatnya selesai," ucapnya den

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 210

    “Vita, kamu di mana?” teriak Surya saat mendapati sang istri tidak ada di atas brankar. Dia baru masuk ke ruang rawat inap setelah sekitar sepuluh menit menerima telepon di luar bangsal. Pria itu lantas menuju kamar mandi. “Vit, apa kamu di dalam?” tanya Surya sambil mengetuk pintu. Dia lalu merapatkan telinga ke pintu, tapi tak terdengar suara apa pun dari dalam. Surya kembali mengetuk pintu dan memanggil Vita. Lagi-lagi tak ada sahutan suara dari dalam kamar mandi.Surya kemudian coba membuka pintu, tapi tidak bisa. Kemungkinan dikunci dari dalam oleh istrinya. “Vit, buka pintunya! Kamu gapapa ‘kan?” Surya menggedor pintu kamar mandi.Surya akhirnya keluar dari kamar tersebut untuk mencari bantuan. Tak berapa lama dia kembali ke kamar bersama dua orang perawat. Surya bekerja sama dengan perawat pria mencoba mendobrak pintu kamar mandi. Setelah beberapa kali dobrakan, akhirnya pintu itu terbuka.“Vita!” teriak Surya saat melihat istrinya tergeletak di lantai kamar mandi dengan dara

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 209

    "Jangan bicara sembarangan, Vit. Kamu 'kan yang tadi minta tanganmu dilepaskan? Kamu mungkin yang malah mau menggugurkan kandungan. Pas aku lepasin tanganmu kok terus jatuh." Surya membela diri karena tak terima dituduh mencelakai Vita."Apa? Bisa-bisanya kamu malah balik menuduhku, Mas. Sejak tahu hamil, aku bersikeras mempertahankan anak ini. Jadi mana mungkin aku mau menggugurkannya," sergah Vita yang juga tak terima dituduh oleh suaminya.Surya mendengkus. "Makanya jangan suka asal tuduh! Kamu ga terima 'kan dituduh balik?""Soalnya aku ga seperti yang kamu tuduhkan, Mas," timpal Vita."Kamu pikir aku seberengsek itu sampai mau melenyapkan darah dagingku sendiri? Hilangkan pemikiran gilamu itu, Vit!" lontar Surya."Siapa tahu 'kan memang begitu biar kamu cepat bisa bersama pelakor itu!" sindir Vita.Surya mengacak rambutnya karena merasa frustrasi menghadapi Vita. Niatnya ingin memberi perhatian malah mendapat tuduhan yang menyakitkan. Saat dia akan kembali menanggapi istrinya, se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status