Share

Bab 105

Penulis: Kokoro No Tomo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-17 21:25:11

"Dek, setelah pulang ke Jakarta, kita mau tinggal di mana? Di rumah kita atau rumah Bapak?" tanya Satrio saat mereka duduk-duduk di Malioboro. Menikmati malam terakhir di kota yang terkenal dengan julukan Kota Pelajar itu.

"Aku sih pengennya tinggal di rumah sendiri, Bang. Aku capek dibanding-bandingkan terus sama Vita apalagi sekarang aku sudah ga kerja," jawab Isha.

"Kalau Dek Isha maunya begitu, berarti kita pulang dulu ke rumah Bapak. Pamit baik-baik sama Bapak kalau kita mau mencoba hidup mandiri," timpal Satrio.

"Beneran, Bang?" Isha menoleh pada suaminya dengan mata berbinar-binar.

Satrio tersenyum. “Tentu saja, tapi Abang punya syarat, Dek.”

Isha sontak mengernyit. “Hah! Syarat?”

Pria berambut ikal itu mengangguk. “Iya.”

“Kenapa pakai syarat? Bang Satrio, ga ikhlas ya?” protes Isha.

Satrio menggeleng. “Ikhlas, Dek. Malah sebenarnya sejak nikah, Abang ingin mengajak Dek Isha tinggal di rumah sendiri, tapi ada hal yang membuat Abang harus menunda,” ungkapnya.

“Kalau ikhlas kenap
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 106

    “Aku tidak mau menunggu karena aku berubah pikiran, Bang.” Ucapan Isha itu langsung membuat Satrio terkesiap sekaligus heran. “Berubah pikiran gimana, Dek?” tanya Satrio penuh rasa penasaran.“Walaupun kita hidup sederhana di kampung, Bang Satrio tetap punya banyak kekayaan dan penghasilan ‘kan? Sama aja bohong dong,” sahut Isha.“Memang Abang tetap punya beberapa aset, tapi semua akan dikelola Bayu. Abang tidak ikut campur atau mengambil sedikit pun, dan hanya menerima laporan. Semua aset itu rencananya nanti akan Abang wariskan pada anak-anak kita. Sementara itu, kita akan hidup dari gaji yang Abang dapat dari bekerja. Begitu rencana yang sudah Abang rancang, Dek,” jelas Satrio.Isha menggeleng. “Rencananya tidak usah dijalankan, Bang. Lebih baik melanjutkan hidup kita yang sekarang saja,” tukasnya.“Terus gimana Abang bisa membuktikan kalau Abang benar-benar cinta sama Dek Isha? Bukankah kemarin Dek Isha yang ingin bukti?” Satrio masih tak habis pikir dengan perubahan keinginan s

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 107

    “Pak, antar kami ke rumah dulu ya,” pinta Satrio pada sopir yang menjemput mereka di bandara.“Ke rumah mana, Mas?” tanya sang sopir.Satrio kemudian menyebutkan alamat rumah yang dibangun untuk sang istri tercinta.“Sekarang tinggal di sana, Mas? Sudah tidak di apartemen lagi?” tanya pria yang sedang memegang kemudi itu.“Baru sekali tidur di sana sebelum ke Jogja kemarin, Pak. Mungkin minggu depan baru benar-benar pindah ke sana,” jawab Satrio.“Tapi Pak Basuki jangan bilang papa sama mama dulu ya, biar saya yang kasih tahu sendiri sekalian ngenalin istri saya. Insya Allah besok atau lusa saya ke rumah,” sambungnya.“Walah, Mbak yang cantik ini ternyata istrinya Mas Bhumi, saya kira masih calon,” lontar pria bernama Basuki itu.“Iya, Pak. Isha ini istri saya. Kalau masih calon, tidak mungkin saya ajak tinggal di rumah,” timpal Satrio.“Mas Bhumi pinter cari istri, sudah cantik, sopan, insya Allah juga salihah,” puji Basuki.“Alhamdulillah, Pak. Allah mengabulkan doa-doa saya. Dapat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 108

    Lina melirik tak suka pada anak tirinya. “Maksudmu apa ngomong kaya gitu, Is?” “Sudah, Dek. Jangan diterusin.” Satrio berbisik pada istrinya agar tidak terjadi keributan di rumah itu. Dia merasa tak enak hati pada bapak mertuanya.“Ga ada maksud apa-apa, Bu. Jangan suka suuzan!” timpal Isha dengan santai.“Bapak sama Ibu dapat oleh-oleh, buatku mana, Mbak?” lontar Vita tanpa rasa basa-basi.“Itu ada bakpia sama yangko.” Isha menunjuk dua makanan khas Jogja yang diletakkan di atas meja.Vita mengernyit. “Cuma itu? Ga ada batik buatku sama Mas Surya?” tanyanya tak tahu malu.“Budget buat oleh-oleh udah habis buat beliin batik Bapak sama Ibu. Lagian sama aja dari Jogja ‘kan bakpia sama yangko itu. Kamu ‘kan bisa liburan ke Jogja sendiri kalau mau beli batik,” sahut Isha enteng.“Ck, makanan khas Jogja itu yang bakpia kukus, Mbak. Bukan bakpia kaya gini. Ga gaul banget sih,” ledek Vita dengan pandangan meremehkan kakak tirinya.Isha tertawa kecil. “Kamu itu yang ga gaul, Vit. Yang asli b

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 109

    “Maksud Mbak Isha ngomong kaya gitu apa? Nyindir aku sama Mas Surya jadi beban di sini?” Vita meradang setelah mendengar ucapan kakak tirinya.“Siapa yang nyindir kamu? Jangan ge er, Vit! Sejak aku nikah sama Bang Satrio, Ibu ‘kan minta uang belanja karena nambah orang yang makan di rumah ini. Kalau kami pergi dari sini, berarti ‘kan beban belanja Ibu jadi berkurang,” kilah Isha.“Aku sama Mas Surya cuma sementara tinggal di sini sampai rumah kami jadi. Setelah rumahnya bisa ditempati, kami akan pindah ke rumah sendiri, bukan di kos atau kontrakan.” Vita balas menyindir Isha.Andai tak ingat permintaan sang suami, Isha sudah membongkar rahasia Satrio. Dia yakin Vita dan ibu tirinya akan syok saat tahu siapa sebenarnya Satrio. Mungkin saja mereka akan berubah baik untuk menjilat Satrio ataupun dirinya.“Alhamdulillah, biarpun aku sama Bang Satrio tinggal di kos tapi kami tidak ada beban utang jadi bisa hidup tenang,” timpal Isha dengan santai.Vita mengepalkan kedua tangan, menahan kes

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-21
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 110

    “Beb, kapan sih rumah kita jadi?” Vita langsung bertanya pada suaminya begitu mereka masuk ke kamar.Surya mengedikkan bahu. “Mungkin sebulan atau dua bulan lagi. Kenapa memangnya?” Dia memandang istrinya.“Kamu ga dengar tadi Mbak Isha nyindir kita? Dia bilang kita beban di rumah ini?” tukas Vita.“Bukannya tadi dia bilang kalau itu bukan buat kita? Aku sih ga ngerasa disindir, Beb,” timpal Surya seraya menata bantal tidurnya.“Itu ‘kan pinternya Mbak Isha ngelak aja. Masa kamu ga paham sih, Beb.” Vita merasa gemas pada suaminya.“Terus maumu gimana, Beb? Apa kita tinggal di rumah orang tuaku saja sampai rumah jadi?” usul Surya sebelum merebahkan diri.“Gitu juga gapapa, Beb, biar Mbak Isha ga nyindir-nyindir lagi kalau kita masih tinggal di sini.” Vita langsung menyetujui usul suaminya.“Ya udah, kalau begitu. Besok aku bilang sama mama kalau kita mau tinggal di sana sampai rumah jadi,” timpal Surya.“Kamu juga harus bilang lho sama Bapak kaya Bang Satrio tadi, Beb,” lontar Vita.Su

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 111

    “Sudah cantik, Dek,” puji Satrio pada istrinya yang sejak tadi berdiri di depan cermin dan berkali-kali merapikan penampilannya.“Jangan bohong, Bang,” timpal Isha yang tampak belum percaya diri dengan penampilannya malam ini.“Ya Allah, Dek. Buat apa Abang bohong? Dek Isha, beneran sudah cantik.” Satrio meyakinkan istrinya.Isha mencebik. “Kayanya Bang Satrio selalu bilang cantik bagaimana pun keadaanku,” ucapnya.Satrio tersenyum. “Dek Isha memang selalu cantik, masa Abang bilang jelek. Abang bohong dong kalau begitu,” timpalnya.“Tapi pendapat Bang Satrio itu subyektif banget, sama sekali ga obyektif,” tukas Isha seraya melirik suaminya melalui bayangan di cermin.“Kalau Dek Isha ga percaya apa yang Abang katakan, yuk sekarang kita berangkat ke rumah Papa. Kita dengar bagaimana pendapat keluarga Abang setelah melihat Dek Isha.” Satrio menghampiri istrinya.“Aku takut, Bang.” Isha memandang suaminya. Dia terlihat gugup.Satrio meraih tangan Isha lalu menggenggamnya. “Takut apa, Dek?

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 112

    Satrio sontak bangkit dari duduk lantas menghampiri istrinya dan sang mama. “Maaf, Ma. Sudah kebiasaan di rumah, Dek Isha langsung membereskan meja setelah makan,” ucapnya. “Itu ‘kan di rumah kalian, kalau di sini tidak perlu seperti itu. Mama ga mau menantu mama mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Kamu ajak istrimu ke sini ‘kan mau dikenalkan sama kami. Gimana mau kenalan kalau istrimu malah bantu-bantu di belakang,” tukas Laksmi.“Iya, Ma. Maaf, janji ga akan diulangi lagi.” Satrio kemudian beralih pada istrinya.“Yuk, Dek, duduk saja sama Abang dan yang lain. Di sini Dek Isha dilarang kerja karena sudah ada yang mengerjakan.” Dia meraih tangan Isha lalu mengajaknya duduk di sofa yang tadi didudukinya.Isha pun mengangguk dan mengikuti suaminya. Sejoli itu pun duduk bersisian dengan tangan saling menggenggam. “Bhumi, apa mama boleh tahu di mana kamu kenal sama Isha?” Laksmi bertanya pada putra sulungnya setelah duduk di samping sang suami.“Tentu saja boleh. Aku kenal sama Dek Ish

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 113

    Krisna langsung memandang sang istri tercinta. Mereka seolah bicara lewat tatap mata. “Bagaimana, Ma?” tanyanya.Laksmi menghela napas panjang. “Menurut Papa sendiri gimana?” Wanita paruh baya itu malah balik bertanya tanpa menjawab suaminya.“Pa, Ma, kita ‘kan sudah sepakat kalau aku boleh menikah dengan wanita mana pun asal kami saling mencintai dan dia bisa menerimaku apa adanya. Sekarang aku sudah menemukan orangnya. Harusnya Papa dan Mama merestui kami, bukan seperti ini.” Satrio tampak frustrasi karena Krisna dan Laksmi tak segera menjawab pertanyaannya.“Papa tak mempermasalahkan siapa istrimu. Yang papa tidak suka, kamu bertindak sendiri tanpa memberi tahu kami, orang tuamu. Memang kamu sudah dewasa dan mandiri, tapi masih punya orang tua ‘kan?” Krisna menatap tajam putra sulungnya.“Sekali lagi aku minta maaf soal itu, Pa, Ma. Semua sudah terjadi dan tidak mungkin diulang kembali. Karena itu aku datang ke sini untuk menebus kesalahan dan meminta restu Papa dan Mama.” Satrio m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25

Bab terbaru

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 196

    "Apa? Yang benar, Pak?" sergah Lina tak percaya."Silakan Ibu tanya pada teman saya yang lain, kalau ibu tidak percaya," timpal sang penjaga keamanan."Tapi, ga mungkin itu Satrio. Penampilannya saja beda banget. Satrio itu rambutnya gondrong setelinga, terus ikal gitu. Ga klimis kaya tadi." Lina masih saja menyangkal kenyataan."Silakan Ibu mau percaya atau tidak. Tapi apa yang saya katakan itu benar," tukas penjaga keamanan tadi.“Bu Baskoro ini gimana sih? Masa tidak kenal sama menantunya sendiri. Itu tadi sebenarnya Satrio apa bukan?” celetuk salah satu ibu-ibu.“Kayanya bukan, Bu. Tadi Pak Satpam ‘kan manggilnya Pak Bhumi, bukan Pak Satrio,” timpal yang lainnya."Benar apa yang dikatakan teman Ibu itu. Bukankah tadi Ibu mengaku mertuanya Pak Bhumi? Tapi Ibu sama sekali tidak kenal waktu Pak Bhumi lewat. Pak Bhumi pun tidak menyapa Ibu, padahal beliau jelas tahu Ibu berdiri di sini. Sudahlah, Bu, tidak usah menipu kami dengan mengatakan hal yang tidak masuk akal seperti tadi," lon

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Ban 195

    “Beberapa hari ini kok rumahnya sepi, Bu? Pulang ke kampung ya?” tanya pemilik warung pada Lina saat sedang belanja di sana.Lina tersenyum. “Bukan ke kampung, Bu, tapi ke puncak. Menantu saya ngajak staycation di vila miliknya,” jawabnya dengan penuh rasa bangga.“Suaminya Vita ya, yang ngajak,” tebak seorang tetangga yang juga sedang belanja di warung tersebut. Sepengetahuan para tetangga, keluarga Surya adalah orang berada karena Lina sering memuji suami Vita saat belanja di warung.Lina menggeleng. “Bukan, Bu. Tapi Satrio, suaminya Isha,” ungkapnya.“Apa? Satrio yang pengangguran itu, Bu?” seru salah satu ibu-ibu yang terkejut mendengar ucapan Lina.Istri Baskoro itu mengangguk. “Iya. Ibu-ibu pasti kaget ‘kan?” tanyanya sambil melayangkan pandangan pada ibu-ibu yang sedang belanja di sana dan dijawab dengan anggukan oleh mereka.“Saya juga kaget waktu tahu siapa sebenarnya Satrio,” ucap Lina sambil tersenyum menyeringai.“Memangnya siapa sebenarnya Satrio, Bu? Artis sinetron atau

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 194

    Surya masuk ke kamar dan mengunci pintunya. Berjaga-jaga kalau Vita tiba-tiba menyusul ke kamar. Setelah memastikan keadaan aman, Surya pun mengambil ponsel pintarnya yang ada di saku celana.“Ke, kenapa kamu telepon? Kamu tahu ‘kan aku lagi ngumpul sama keluarga istriku?” cecar Surya begitu menerima panggilan di gawainya.“Aku ‘kan khawatir sama kamu, Ya. Tadi katanya mau ngabarin kalau udah nyampai puncak. Tapi kamu sama sekali ga ngabarin aku. Pesanku juga ga kamu buka, apalagi dibalas. Makanya aku telepon biar aku tahu di mana posisimu sekarang.” Ike beralasan.Surya mendesah. “Sori, aku lupa. Tadi begitu nyampe, aku langsung tidur. Aku nyampe sini tadi sekitar jam empat. Aku sekarang lagi barbekuan sama keluarga istriku dan kakak iparku. Udah ya, Ke. Aku ga bisa lama-lama ngomong sama kamu.” Tanpa menunggu tanggapan dari Ike, Surya mengakhiri panggilan tersebut. Suami Vita itu lantas menonaktifkan ponselnya agar Ike tak lagi menghubunginya. Dia memasukkan ponselnya ke tas ransel

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 193

    Vita terkejut saat bangun karena pinggangnya terasa berat. Begitu tahu kalau tangan Surya yang menindih tubuhnya, Vita pun tersenyum. Wanita itu kemudian memutar badannya hingga berhadapan dengan sang suami tercinta. “Kamu kok sweet banget sih, Beb,” ucap Vita sambil menyentuh wajah suaminya.Surya yang merasa terganggu tidurnya karena mendapat sentuhan, lantas membuka mata. “Sudah bangun, Beb?” tanyanya dengan suara serak khas bangun tidur.Vita mengangguk. “Jam berapa nyampe? Kok ga ngabarin kalau mau ke sini?” Dia menatap lekat wajah yang sangat dirindukannya itu.“Sekitar jam empat. Emang sengaja ga ngabarin biar jadi kejutan,” timpal Surya sambil meringis. “Kamu pasti terkejut ‘kan. Hayo ngaku!” sambungnya.Wanita yang sedang hamil itu kembali mengangguk. “Aku benar-benar terkejut sih, Beb. Kirain tadi Ibu yang pindah tidur di sini. Tapi aku bingung, kok pakai meluk pinggang segala? Ibu ‘kan ga pernah meluk pinggangku kalau tidur bareng. Setelah kulihat kok ternyata tanganmu, Be

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 192

    "Ga mampir ngopi dulu, Ya?" tanya Ike saat Surya menghentikan mobil di depan pintu lobi bangunan apartemen dan tidak masuk ke area parkir.Surya menggeleng. "Makasih. Lain kali aja, Ke," sahutnya sambil menurunkan kaca jendela pintu yang dibuka oleh petugas yang berjaga di depan lobi."Oke. Hati-hati di jalan. Jangan lupa kabari kalau udah nyampe," pesan Ike sebelum turun dari mobil."Siap. Aku pergi dulu," pamit Surya setelah Ike turun dan menutup pintu mobil.Ike melambaikan tangan saat kendaraan milik Surya itu meninggalkan kompleks apartemennya. Setelah mobil tak terlihat lagi, dia baru masuk ke lobi lantas berjalan menuju lift yang akan membawanya ke lantai sepuluh di mana unitnya berada.Surya memutuskan menyusul Vita ke puncak untuk mengurangi rasa bersalahnya karena sejak semalam sampai tadi, Ike terus menempel padanya. Wanita itu bahkan tak malu bergelayut manja di lengannya saat berkumpul dengan teman-teman kuliah mereka. Memang tidak semua teman kuliahnya tahu kalau dia su

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 191

    “Vit, ayo pergi.” Lina menarik putrinya yang tak bergerak dan terus memandangi kakak iparnya padahal mereka sudah berpamitan pada Isha dan Satrio. Baskoro pun sudah beranjak dari taman samping.“Bu, aku ga jadi ikut aja.” Vita coba melepas tangan sang ibu yang menarik lengannya.“Kenapa ga jadi ikut?” Lina mengerutkan kening melihat sikap Vita. “Jangan punya pikiran aneh-aneh, Vit! Mending kamu ikut aja. Bapak sudah nungguin di mobil.” Lina tetap menarik putri kandungnya itu menuju mobil yang akan membawa mereka ke kebun teh.“Ibu kenapa sekarang maksa aku ikut sih,” protes Vita saat sedang berjalan menghampiri mobil yang sudah menanti mereka.“Mau ngapain juga kamu di sini sendirian? Mau jadi obat nyamuk buat Isha sama Satrio? Nanti galau lagi karena ga ada Surya,” lontar Lina dengan frontal.Vita mendengkus mendengar ucapan sang ibu yang kalau dipikir-pikir ada benarnya. Isha dan Satrio pasti terus berduaan. Mereka seperti ga pernah terpisah sebentar saja. Di mana ada Isha pasti ada

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 190

    "Dek, renang yuk." Satrio mengajak Isha usai mereka menjalankan salat Duha sendiri-sendiri di kamar."Airnya dingin banget ga, Bang?" tanya Isha sambil melipat mukenanya.Satrio yang sedang melepas baju koko, menggeleng. "Ga terlalu, Dek. Ini 'kan udah agak siang. Matahari juga udah nongol dari tadi," jawabnya."Tapi aku ga bawa baju renang, Bang," lontar Isha seraya meletakkan alat salatnya di atas meja."Coba dicek dulu, Dek. Harusnya ada karena kemarin Abang masukin baju renang ke koper," timpal Satrio.Isha tampak terkejut. "Serius, Bang Satrio, masukin baju renang ke koper? Kok aku ga tahu sih?" ucapnya dengan kening yang mengerut."Abang masukin waktu Dek Isha lagi mandi kayanya," cakap Satrio sambil mengingat-ingat saat melakukannya."Masa sih?" Isha kemudian membuka koper pakaian mereka. Dia memang tak mengeluarkan pakaian dari koper dan menatanya di lemari karena semalam sudah capek setelah tiba di vila. Mau dikeluarkan semua juga tanggung karena tinggal semalam lagi mereka m

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 189

    "Kalau Bapak sama Ibu mau jalan-jalan ke kebun teh atau ke mana, bilang saja sama Pak Kasno biar diantar ke sana, Pak." Satrio bicara pada Baskoro kala mereka bersantai di taman samping yang menghadap kolam renang setelah mereka makan pagi bersama."Memangnya kamu dan Isha tidak jalan-jalan?" Baskoro menoleh pada menantunya.Satrio menggeleng. "Dek Isha, ga mau, Pak. Katanya jalan-jalannya di sekitar sini saja karena sudah pernah ke kebun teh waktu saya ajak ke sini tempo hari," jelasnya.Baskoro menganggut. "Ya sudah, nanti Bapak tanya sama Ibu mau jalan-jalan ke kebun teh apa tidak," timpalnya."Mumpung libur ga ada salahnya jalan-jalan, Pak. Biar pikiran jadi lebih segar. Saya lihat Bapak ‘kan juga jarang bepergian kalau libur. Soal tiket masuk dan lainnya, ga usah dipikirkan. Pokoknya Bapak sama Ibu nanti tinggal berangkat saja dan nikmati liburannya," lontar pria berambut ikal itu."Wah, bapak jadi ga enak, Sat. Semua kamu yang menanggung. Terima kasih banyak ya. Kamu sudah menci

  • Dikira Pengangguran Ternyata Hartawan   Bab 188

    “Kalian dari mana?” tanya Lina saat Baskoro, Satrio, dan Isha masuk ke ruang tengah bersamaaan. Lina yang sedang menonton acara gosip merasa penasaran dengan apa yang dilakukan ketiga orang itu. "Dari jalan-jalan," sahut Baskoro. "Tolong ambilkan air putih hangat ya, Bu. Bapak haus," pintanya kemudian. Mau tak mau Lina berdiri dari duduknya lalu pergi ke dapur, mengambilkan minum untuk suaminya. “Bang Satrio, mau minum apa?” Isha bertanya pada suaminya. “Dek Isha, istirahat aja. Biar Abang ambil sendiri sekalian bikin susu buat Dek Isha,” jawab Satrio sambil membimbing istrinya duduk di sofa ruang tengah. Pria berambut ikal itu kemudian pergi ke dapur. Membuat kopi untuknya sendiri, dan susu hamil untuk sang istri. Lina kembali ke ruang tengah sambil membawa segelas air hangat. Dia kemudian memberikannya pada Baskoro. “Ini Pak, air angetnya,” ucapnya. “Terima kasih, Bu,” timpal Baskoro saat menerima minumannya. Setelah berdoa, pria paruh baya itu pun mulai membasahi tenggorokann

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status