“Mas Yudhis, ayo cium kening Kiran! Nah, begitu, saya ambil fotonya. Satu, dua, ti... nah bagus. Sekarang jalan perlahan ke arah pelaminan!” perintah sang fotografer dan videografer.Kiran sangat menyadari bahwa hidupnya kini berubah. Rasanya Kiran ingin menangis, bukan menangis terharu, apalagi menangis bahagia. Ia ingin menangis dalam arti yang sesungguhnya saat tangan besar Yudhis menggenggam tangannya yang mungil.Impian Kiran adalah ingin menikah dengan seseorang yang ia cintai dan mencintainya. Kemudian membentuk sebuah keluarga kecil yang berbahagia. Seorang pria dengan love language act of service lebih diutamakan. Mereka akan tinggal di sebuah istana yang meskipun kecil tapi terasa indah karena mereka menghiasinya dengan cinta. Namun sekarang, apa yang terjadi padanya sungguh jauh dari yang ia harapankan.“Mas, jangan terlalu cepat jalannya,” keluh Kiran. Gaun pengantin berharganya hampir terinjak karena berusaha menyeimbangkan langkah kaki Yudhis yang lebar, meski ia sudah
Baca selengkapnya