Semua Bab Mempelai yang Tak Diharapkan: Bab 71 - Bab 80

188 Bab

Menjadi ibu.

Sepsendiri. asa, ritual pagiku bangun pukul setengah lima, sholat shubuh lalu membuatkan sarapan untuk Sabia sambil menunggu putri cantik itu bangun tidur. Sejak menginjak 10 bulan aku sudah membiasakan Sabia makan nasi tim yang kubuat sendiri sesuai petunjuk bidan bayi. Dulu saat Sabia umur enam bulan, aku memberinya bubur instan tapi Sabia kurang suka, makannya sedikit dan berat badannya susah naik. Hal itu membuatku stress dan sering menangis persis seperti saat awal-awal paska melahirkan. Kata dokter aku mengalami Baby blues. Sebuah kondisi dimana aku merasa tidak bisa menjadi ibu yang baik untuk bayiku. Setiap malam aku menangis dan menyalahkan diriku sendiriBeruntung ada Mama dan Bik Tutik yang saat itu langsung tanggap dan membawaku ke psikiater. Dengan dukungan Mama dan Bi tutik sehingga aku bisa kuat dan percaya diri kembali. "Mbak, itu ponselnya bunyi terus. Nggak dilihat dulu takutnya ada pesan penting," "Oh... iya Bik." Aku memandang benda pintar yang berben
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-19
Baca selengkapnya

Menjaga hati.

Laki-laki semuanya sama. Kalau sudah punya yang baru, pasti lupa sama anak. Kueratkan pelukanku pada Sabia. Mama tidak akan pernah mengabaikanmu. Kamu satu-satunya cinta Mama. Kuambil ponsel dari dalam saku celana lalu memesan taksi online. Sampai di lantai satu aku dan Bibi berjalan cepat menuju lobby. Sayangnya taksi yang sudah kupesan masih belum datang. Sembari menunggu Bi Tutik mengambil biskuit bayi dan memberikannya pada Sabia. "Mungkin Sabia lapar," kata Bibik. "Makasih Bik," ucapku menatapnya sendu. Beruntung ada Bibi yang menemaniku. Membantu dan mengingatkan aku karena aku masih belum bisa jadi ibu yang baik untuk Sabia. Tak jarang rasa bersalah itu muncul dan membuatku sedih. Tapi Bibi selalu meyakinkan aku jika aku pasti bisa jadi ibu yang baik untuk Sabia. Dan itu benar-bnear bearti untukku. Tak lama sebuah mobil berhenti tak lama jendelanya terbuka. "Maaf dengan Bu Tari? tanya seorang pria dari dalam mobil. "Iya," jawabku dan pria itu langsung turu
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-19
Baca selengkapnya

Kecelakaan.

Tengah malam aku terbangun karena suara nyaring dari ponsel baru pemberiaan Papa. Nomer lama tetap Kupakai tapi ada beberapa nomor yang aku blokir. Termasuk nomor Kak Satya. Jadi pria itu tetap tak bisa menghubungiku. Dengan malas aku bangun, kulihat nomor tidak dikenal melakukan panggilan. Kalau bukan karena takut tidur Sabia terganggu aku tidak akan peduli. Terpaksa aku bangun dan mengangakat telpon tersebut. "Ck.... siapa juga yang menelpon malam-malam begini." Aku menggerutu karena kesal. Sebuah nomor tak dikenal nampak di layar ponsel. Kuingat-ingat aku tak mengenal nomor ini jadi, kuputuskan merijek panggilan itu. Tak lama nomor itu mengirim pesan, [Tolong diangkat, penting. Ini dari rumah sakit.] Rumah sakit?? Mama, Tak lama nomor itu kembali melakukan panggilan, segera aku meneggeser gambar gagang telpon berwarna hijau. [Halo, selamat malam. Dengan Ibu Tari?] Suara lembut dari seberang sana. "Iya," jawabku. [Ini dari ruamh sakit. Kami ingin mengabarkan j
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-20
Baca selengkapnya

Jadi wanita itu bernama Erika.

"Aku...." Kak Satya menatapku lekat. Sontak jantungku berdegup kencang. Tak ingin dia mendengar degup jantungku, segera kutarik tanganku dari genggamannya . "Aku harus panggil dokter," sentakku lalu berbalik dan berjalan keluar kamar. Di depan kamar inap Pak Anton langsung berdiri begitu melihatku. "Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanyanya sopan. "Tolong panggilkan dokter. Katakan kalau pasien sudah sadar." Aku menghempaskan bokongku diatas kursi depan kamar inap. Kamar yang kupilihkan kelas paviliun, jadi memiliki teras yang dilengkapi dua kursi dan satu meja. Pak Anton mengangguk patuh lalu berjalan cepat menuju tempat suster jaga. Setelah Pak Anton pergi aku memegang dadaku untuk menetralkan degup jantung yang berisiknya sudah mengalah suara genderang perang. Sampai dokter datang aku masih tak beranjak. Kuminta Pak Anton yang menemani dokter masuk untuk memeriksa keadaan Kak Satya. Tak lama Pak Anton keluar dan memintaku masuk. "Kata Dokter, ingin bicara
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-21
Baca selengkapnya

Untuk sementar tinggal bersama.

Pov Author. "Bisa tolong bantu aku makan?" pinta Satya pada Tari yang duduk di sofa. Tanpa membuka mulut Bestari beranjak lalu mengambil nampan berisi makanan yang baru saja diantar petugaa ruamh sakit dan membawanya ke Satya. "Apa mau kutelponkan Tante Aisyah dan Om Farhan untuk datang ke sini?" tanya Tari sambil menyuapi Satya. "Mungkin Kak Satya lebih nyaman dirawat Tante Aisyah," Satya langsung meggeleng. Sontak saja membuat kening Bestari menjadi berlipat-lipat. "Aku tidak mau membuat mereka kerepotan. Mama punya butik yang harus diurusnya dan Papa juga lagi sibuk-sibuknya kantor. Banyak proyek dan cabang baru yang dibangun." Satya menjelaskan setelah menelan makanannya. "Tapi kamu merepotkan aku." Tari berkata jujur. "Sabia juga butuh ibunya." "Astaghfirullah..." Satya terkesiap saat teringat putri kecilnya. "Sabia sama siapa? Apa dia nggak nyariin kamu?" Tari memutar matanya jengah, sejak tadi kemana saja? batin Tari jengah. "Sabia di rumah sama Bibi," jawab
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-22
Baca selengkapnya

Ternyata pernah menolak kehadirannya.

Suasana jadi canggung setelah kejadian Tari keluar kamar mandi. "Maaf, tadi aku hanya ....." "Sudah gak usah dibahas." Tari memotong ucapan Satya. Malunya setengah mati. Apalagi mengingat sikap absurdnya yang berlenggak-lenggok sok cantik, rasanya ingin menenggelamkan diri ke rawa-rawa. Tanpa sadar Tari mendesah lirih sambil menepuk jidaynya berkali-kali. 'Duh.... malunya..." batin Tari. "Kamu gak usah khawatir, aku tidak berpikir aneh-aneh tentang kamu. Aku tahu kamu wanita baik-baik, gak mungkin berniat menggoda---," "Stop!!" Tari menoleh, matanya menatap tajam Satya yang duduk berjarak di sebelahnya. Tadinya ada Sabia, tapi karena bayi itu mengantuk jadinya dibawa masuk ke kamar oleh Bik Tutik. Satya langsung menutup mulutnya. Mengancungkan jempolnya lalu menundukkan kepalanya. Tak bisa dipungkiri setiap kali teringat kejadian satu jam yang lalu itu membuat Satya harus menggigit bibirnya untuk menahan tawa. Lebih dari itu, sebagai laki-laki normal Satya haeus beru
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-22
Baca selengkapnya

Ternyata masih peduli.

Setelah pembicaraan kemarin Satya jadi murung. Dia mulai tak yakin bisa kembali bersama Tari. Perasaan bersalahnya makin membesar setelah tahu Tari sempat tak menginginkan kehadiran Sabia. Dan itu pasti karena kebencian Tari kepada dirinya. Seharian Satya melamun, memikirkan langkah apa yang seharusnya dia ambil. Bolehkan egois dan memaksa untuk bersama? Atau hatuskah berbesar hati mengikhlaskan Tari bahagia dengan kehidupannya sendiri? Semalaman dia tak bisa tidur, bayangan kehilangan Sabia dan Tari menghantuinya setiap kali menutup mata. Jadilah sampai adzan shubuh dia tak sekalipun tertidur. Dan pagi ini dia melamun lagi di teras. Panggilan Bik Tutik yang sudah ketiga kalinya pun tak membuat pria itu tersadar dari lamunannya. "Mas Satya," panggil Bibi sekali lagi sambil menepuk pundak Satya. Sontak membuat pria itu terkesiap. "Sarapannya sudah siap," "Oh iya Bik," jawab Satya, bangun dari duduknya lalu melangkah masuk mengikuti Bik Tutik. Di meja makan sudah ada Sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-23
Baca selengkapnya

Ternyata wanita itu

Dengan sangat terpaksa Satya mempersilahkan dua orang itu ikut masuk ke ruangannya. Duduk di sofa ruang kerjanya. Sedangkan Tari disuruhnya duduk di kursi kerjanya dan dia sendiri berdiri di samping Tari seperti bodyguard. Satya memang sengaja meminta Tari untuk duduk di kursi kerjanya agar tidak berdekatan dengan Rendra. Meski sudah mengetahui Rendra tunangan Erika namun tetap saja, ada rasa kesal jika melihat Tari berdekatan dengan pria yang sudah terang-terangan mengakui akan merebut ibu dari putrinya itu. Apalagi Erika sendiri pernah bercerita jika dirinya tidak mencintai calon suaminya dan ingin mengakhiri pertunangan yang diatur oleh orang tuanya. "Jadi, apa ada yang bisa menjelaskan?" ucap Erika setelah mereka saling diam. "Jujur, aku sangat penasaran." Erika menatap Satya, Tari dan Rendra bergantian. Tapi ketiga orang itu kompak diam. "Baiklah aku mulai dulu. Aku dan Rendra dijodohkan tapi kami sama-sama menolak. Jadi hubungan kami. hanya sebatas teman saja," ungkap Er
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-23
Baca selengkapnya

"Jangan pernah maafkan aku,"

Di dalam mobil suasana menjadi hening, baik Satya atau Tari sama-sama diam. Sampai mobil memasuki tol dua orang itu masih diam. Sesekali Tari melirik Satya yang memangku Sabia. Pria itu tersenyum sambil memandangi wajah Sabia yang tertidur pulas. Pipi bayi itu terus jadi sasaran kegemasannya, ditoel dan dielusnya. "Emm..." Tari ingin bicara tapi bingung merangkai kata jadinya kembali diam. Wajahnya dibuang ke arah jendela. Menyadari itu, Satya pun membuka mulutnya. "Kenapa ada yang mau ditanyakan?" Satya menoleh. "Katakan saja, jangan selalu menyimpan perasaanmu yang akhirnya menjadikan kita salah faham." Tari mendengus kasar. "Ternyata wanita itu tunangan Pak Rendra. Aku pikir dia..." Tari menggantung kaliamatnya. Pelan dia menoleh, menatap Satya yang juga menatapnya. "Apa kamu menyukai Rendra?" tanya Satya yang membuat Tari tersentak. Matanya mengerjap beberapa kali karena bingung, sampai akhir dia menyadari kesalahannya. "Bukan-bukan... Bukan begitu maksudnya. Ak
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-24
Baca selengkapnya

"Luapkan kemarahan dan kebencianmu,"

"Maaf.... aku ti..." Kalimat Tari terputus. Satya memegang tangannya erat "Tidak, aku tidak mau mendengar kata maaf. Bukankah aku bilang jangan memaafkan aku. Hukum aku Tari, hukum sesukamu tapi jangan memintaku menjauh." Satya tak sanggup mendengar penolakan dari wanita itu. Dengan ragu-ragu Satya mengakat tangan hendak menyentuh pipi Tari. Namun wanita cantik terlihat langsung memejamkan matanya dengan kerutan di keninganya, seperti ketakutan.Traumanya ternyata masih ada dan itu membuat hati Satya seperti teriris, perih sekali. Meski tak yakin Satya melanjutkan niatnya untuk menyentuh wajah cantik di depannya. Perlahan Tari membuka matanya. "Kamu takut?" ucapnya dengan air mata yang berderai. Sakit sekali hatinya menyadari orang yang dicintai takut pada dirinya. Entah kerasukan setan apa sampai Satya tega memukul wanita baik-baik seperti Tari. Dulu Hatinya pasti buta sampai menuduh gadis lugu dan suci itu jala*n dan pelakor. Melihat tangis Satya Tari pun ikut menangis.
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-24
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
19
DMCA.com Protection Status