Home / CEO / Hinaan Ipar untuk Sang Raja Bisnis / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Hinaan Ipar untuk Sang Raja Bisnis : Chapter 61 - Chapter 70

72 Chapters

Diskusi Makan Malam

"Anak itu sudah dikasih tahu, sudah diberi pelajaran, tetap saja tidak mau berubah. Padahal bukan darah daging Sultan, tapi karena aku menghormati almarhum kakekmu, aku tetap mempertahankan Agung,” gerutu Adnan sedikit kesal, karena melihat anaknya yang ingin menjawabnya lagi. “Jika menuruti egoku, anak itu sudah ku jebloskan ke penjara. Ingat Daran, Agung lah yang membuat ibumu tidak bisa melihatmu tumbuh dewasa. Selama ini, aku berusaha sabar. Tapi sekarang, sepertinya itu sulit kulakukan. Aku menyesal karena tidak mendengarkan apa kata Nabila waktu itu, ibumu sudah memiliki firasat tidak enak terhadap Agung.” Adnan menatap tajam anaknya yang masih menganggap masalah ini tidak serius, Daran yang masih belum bisa menjaga imagenya agar tidak diremehkan. Daran harus menanggalkan image tengil di dirinya. Diana yang mendengar penuturan ayah mertuanya tertegun, cewek itu tidak pernah melihat Adnan bicara penuh emosi seperti itu. Dia pun tidak pernah mengetahui masa lalu keluarga suamin
Read more

Ungkapan Cinta Pertama Tanpa Diminta

Adnan terdiam sejenak, mencerna informasi yang baru saja disampaikan oleh Daran. Pikirannya berputar, mencoba menghubungkan titik-titik yang selama ini terlewatkan. Dia merasa marah, kecewa, dan sedikit malu karena tidak menyadari apa yang terjadi di bawah hidungnya sendiri. Bagaimana mungkin dia, seorang pemimpin yang selalu bangga dengan ketajaman insting bisnisnya, bisa melewatkan sesuatu yang begitu penting?“Daran, kenapa kamu tidak memberitahu Ayah lebih awal?” tanya Adnan dengan nada yang lebih tenang namun tegas. Dia berusaha menahan emosinya, meskipun hatinya bergolak.“Ayah, waktu itu aku pikir aku bisa menyelesaikannya sendiri. Aku tidak ingin membuat Ayah khawatir,” jawab Daran dengan nada menyesal. Dia menundukkan kepala, merasa bersalah karena telah menyembunyikan masalah ini dari ayahnya.Diana yang mendengar percakapan itu merasa perlu untuk ikut campur. “Ayah, mungkin kita bisa melakukan audit internal untuk memastikan semua berjalan sesuai prosedur. Diana bisa memban
Read more

Pemecatan Pak Budi

Daran dan Diana pergi ke kantor bersama dengan mengendarai mobil sport milik Daran. Calon pimpinan dan istrinya itu menjadi pusat perhatian bagi seluruh karyawan yang ada di lobby. Beberapa dari mereka menunduk hormat begitu berpapasan dengan mereka.“Selamat pagi, Pak Daran, Bu Diana,” sapa salah satu karyawan dengan penuh hormat.“Selamat pagi,” balas Daran dengan senyum tipis, sementara Diana hanya mengangguk sopan.Sedangkan Anggun memilih mengambil jalan yang lain ketika melihat Daran dan Diana berjalan menuju lift. Hatinya terasa sesak melihat kebersamaan mereka. Sementara itu, Pak Budi menjadi tegang ketika Daran masuk ke dalam lift. Tadinya beliau berdiri angkuh di hadapan pegawai rendahan menurut lelaki tua itu.“Selamat pagi, Pak Budi,” sapa Daran dengan nada datar.Pak Budi hanya mengangguk singkat, merasa canggung di hadapan anak pimpinan yang pernah ia hina tanpa sengaja.Diana yang hamil tidak bisa dengan leluasa berjalan, apalagi mengambil langkah lebar sehingga Daran s
Read more

Kehamilan Kembar

Kehamilan Diana yang sudah memasuki bulan ke-5 membuat perutnya semakin melebar dan membesar dua kali lipat dari orang yang hamil biasa. Dengan keadaan itu, membuatnya semakin tidak leluasa pergi terlalu jauh dan berjalan terlalu lama.“Bagaimana kalau kita periksa ke dokter, Sayang,” ujar Daran yang khawatir melihat keadaan istrinya. Seringnya Daran pergi seorang diri ke kantor membuatnya khawatir meninggalkan Diana tanpa keberadaannya.“Aku gak apa-apa, Daran. Kamu jangan berlebihan,” ucap Diana kesal. Meski sebenarnya dia juga khawatir dengan perubahan tubuhnya yang tidak sama seperti yang dipelajarinya di YouTube.“Berat badanmu sudah naik lima kali lipat, kita harus USG, ya,” bujuk Daran.“Iya nanti, sekarang aku lagi capek. Kamu harus ke kantor kan?” Dengan beribu alasan, Diana menolak karena takut dengan hasilnya yang mengecewakan.“Iya, ada rapat pemegang saham. Aku harus hadir mewakili ayah. Tapi setelah selesai, aku akan segera pulang.” Daran mengecup dahi Diana lama. Berat
Read more

Ingatan Daran Tentang Nabila

"Fatimah … apa yang membuat kamu datang kemari?” tanya Daran terkejut, dia tidak dapat menutupi suaranya yang sedikit bergetar. Sudah lama dia tidak melihatnya, terakhir kali bertemu Fatimah ketika Agung akan pergi keluar pulau.“Kenapa kamu terkejut begitu, Daran? Aku gak mengganggu reuni keluarga kalian, kan?” Fatimah menatap Daran dan Diana bergantian, lalu menatap Bu Mislah dan Hanum yang masih berdiri di teras, juga menatapnya dengan diam.“Tentu saja tidak, Fatimah. Silahkan saja masuk,” jawab Diana dengan senyum ramah, membuka lebar pintu masuk. Dia mempersilahkan Fatimah untuk masuk terlebih dahulu sebelum ibu mertua dan kakak iparnya.Fatimah melangkah masuk dengan hati-hati, seolah-olah takut mengganggu suasana. “Aku hanya sebentar, Diana. Aku ingin mengambil barang milik Agung yang ada di kamarnya dahulu,” ujarnya dengan suara pelan namun tegas.Diana mengangguk, “Tentu, silahkan. Kamarnya masih seperti dulu, tidak ada yang berubah.”Fatimah berjalan melewati Daran dan Dian
Read more

Kedatangan Fatimah

Daran teringat beberapa tahun yang lalu, ketika dia masih bekerja dengan Pak RT. Saat mereka membawakan bibit cabe rawit ke sebuah rumah sederhana yang memiliki halaman luas. Saat itu, Daran merasa canggung ketika pemilik rumah itu menatapnya tanpa henti ketika membantu Pak RT menurunkan puluhan bibit rawit dari mobil pick up. Tatapan wanita itu begitu tajam, seolah-olah mencoba mengingat setiap detail wajahnya. Daran merasa tidak nyaman, tetapi dia tetap fokus pada pekerjaannya.Begitu ayahnya Daran memberitahunya bahwa mereka memiliki rumah di daerah itu, Daran terkejut, karena selama ini dia tidak pernah tahu tentang rumah tersebut. Ayahnya menjelaskan bahwa rumah itu adalah rumah mereka ketika mengandung dirinya, dan ibunya memilih kembali tinggal beberapa tahun lalu sebelum meninggal. Banyak pertanyaan yang mengganggu Daran, dia merasa ada sesuatu yang mengganjal, tapi dia tidak ingin membuat ayahnya sedih dengan pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu.Diana, yang mendengar cerit
Read more

Pulau Karang

Diana dan Daran sudah menempati rumah almarhum Nabila. Seperti rencananya dulu, Daran bakal pergi ke perusahaan menggunakan helikopter. Sedangkan Adnan sudah kembali ke rumahnya dan sudah jarang pergi ke kantor, karena dia mempercayakan perusahaan ke tangan Daran, kecuali ada keadaan darurat barulah pria itu turun tangan. Adnan hanya menyibukkan dirinya dengan bersantai di halaman belakang rumahnya, atau akan berjalan-jalan menjenguk cucu kembarnya.“Pintar sekali sih cucuku, Amin dan Aminah. 4 bulan sudah bisa duduk, sedangkan bapakmu dulu 4 bulan masih belum bisa membalikkan badannya,” ucap Adnan, sambil memangku kedua anak Daran yang sudah beranjak usia 5 bulan.“Diminum, Yah, kopinya.” Diana membawa secangkir kopi dan sepiring pisang goreng ke hadapan ayah mertuanya.“Kenapa Daran belum pulang, sudah sore seperti ini?” tanya Adnan, menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 6 sore.Diana menghela nafas panjang. “Palingan mampir dulu ke sungai, Yah. Daran lagi keracunan hob
Read more

Muhammad Aminuddin & Siti Aminah

Fatimah menengok ke belakang, menatap Agung yang berteriak memanggil namanya. Ada rasa berat di hatinya meninggalkan Agung yang selalu mendukungnya, meski lelaki itu sangat dingin.“Sudahlah, Sayang. Sudah waktunya kamu move on. Pria gak guna itu wajib ditinggalkan.” Seorang lelaki bertampang bule mengelus pelan pundak Fatimah.“Ya, kamu benar,” jawabnya seraya berpaling dan tersenyum ke arah lelaki yang bernama Bram, teman lelakinya selama ini.“Untung aku menemukanmu setelah menelusuri jejak yang kamu tinggalkan, Sayang. Suamimu itu bukan darah biru seperti aku, kalau sama aku, kamu hanya bisa senang-senang dan uang ngalir terus ke rekening kamu,” seloroh Bram sombong, sambil meremas-remas pundak Fatimah.Fatimah tertawa lebar mendengarnya, dan si Bram langsung mengecup bibirnya, lalu terjadilah adegan dewasa yang tak diinginkan.Sementara Agung jatuh berlutut, dia tidak menyangka Fatimah yang penurut ternyata mengkhianatinya. Dia tidak pernah menduga, wanita itu bakal berselingkuh
Read more

Ayah Pengangguran

"Putri kesayanganmu itu sudah mematahkan giginya, Daran!”Mendengar itu Daran ternganga, terkejut mendengar penjelasan istrinya. “Kamu pikir itu bermain, itu sudah taraf melukai, apa kamu tidak pernah berantem semasa kecil?” ujar Diana lagi, suaranya penuh kekhawatiran.“Pernah sih, aku lebih seringnya dikeroyok oleh orang lain,” jawab Daran, dengan tampang yang masih ada gurat keterkejutan. Dia mengingat masa kecilnya yang penuh dengan kenangan pahit.“Orang kaya seperti kamu juga dibully?” Diana bertanya tidak percaya. Matanya membesar, seolah-olah tidak bisa menerima kenyataan bahwa suaminya yang tampak kuat dan berwibawa itu pernah menjadi korban bullying.“Lebih tepatnya, mereka dibayar oleh Kak Agung untuk membuatku tidak percaya diri.” Daran termenung mengingat masa kecilnya, karena dia merasa bodoh waktu itu sebab menganggap Agung sebagai malaikat tak bersayapnya. Kak Agung, saudara tirinya, selalu tampak baik di depan orang tua mereka, tetapi di belakang, dia adalah sumber pe
Read more

Ayah yang Tidak Terduga

Suara tegas dari seorang pria membuat mereka berdua menoleh. Darrel, sang atasan yang dulu giginya pernah dipatahkan oleh Aminah, tiba-tiba muncul di dekat pintu masuk, menyusul Amin dan Daran. Dengan senyum dingin yang membuat suasana semakin canggung, dia melangkah mendekati mereka."Apa yang sedang terjadi di sini?" Darrel bertanya, meskipun jelas dia sudah tahu jawabannya. Pandangannya tertuju ke Daran, seakan menilai pria yang berdiri di depannya. "Jadi, ayahmu datang, Amin?" lanjutnya, menekankan kata 'ayah' dengan sedikit nada mengejek.Amin tergagap, tidak tahu harus menjawab apa. Dia ingin sekali menyembunyikan kenyataan bahwa ayahnya, yang disangkanya pengangguran, muncul di acara ulang tahun ayah bosnya itu. Dia khawatir Darrel akan menganggap rendah dirinya atau mempermalukannya di depan rekan-rekan kerja."Ya, Pak. Ini ayah saya," jawab Amin akhirnya, suaranya terdengar lemah.Namun, yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Darrel mengulurkan tangannya ke arah Daran
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status