All Chapters of Just Friend (Trilogi Just, Seri-1): Chapter 11 - Chapter 20

74 Chapters

BAB 11: Bertemu dengan Keluarga Harun

ARINIAsli nggak nyangka si Kunyuk beneran datang nyelamatin gue. Kayaknya dia sampai lari naik ke atap. Napas juga ngos-ngosan, belum lagi wajah yang bersemu merah. Pasti kecapean juga. Tapi ada yang bikin bingung, parasnya memancarkan kekhawatiran waktu lihat diri ini duduk bersandar di dinding. Dia juga sampai peluk gue agar bisa menenangkan perasaan takut yang menguasai tubuh.Seorang Brandon Harun menunjukkan kepeduliannya kepada gue, cewek yang baru dikenalnya empat hari. Sampai detik ini yang diketahui, dia benci dengan gue, begitu juga sebaliknya. Bisa dikatakan, kami berdua nggak suka satu sama lain.Si Kunyuk juga sampai gendong gue waktu tahu kaki ini kesemutan karena lama ditekuk. Jantung juga berdebar kencang saat menuruni anak tangga tadi. Mungkin pertama kalinya digendong sama cowok, sehingga kinerja jantung menjadi sedikit terganggu.“Pake nih,” suruhnya menyerahkan helm yang diberikan oleh penjaga barusan.Meski nggak tahu si Kunyuk mau ajak ke mana, tapi gue tetap me
Read more

BAB 12: Tawaran si Kutilangdara

BRANDONAku tak percaya bisa membawa si Kutilangdara ke sini. Seperti yang dikatakan Mama barusan, dialah perempuan pertama yang dibawa ke sini. Meski memiliki banyak TTM (Teman Tapi Mesra), aku tidak pernah membawa seorang pun dari mereka ke rumah, karena tidak ada yang dianggap serius.For your information, hingga saat ini aku tidak pernah berpacaran. Belum ada seorangpun perempuan yang mampu membuat jantung ini berdebar. Aku hanya memanfaatkan keadaan dan ketertarikan mereka terhadapku. Terserah kalian mau menganggapku brengsek atau sejenisnya.“Siapa yang jahat sama kamu di sekolah? Bilang sama Tante, biar langsung dilaporkan ke Kepala sekolah,” ujar Mama masih melihat si Kutilangdara.Mamaku memang tipe wanita penyayang. Dia selalu baik kepada semua orang, termasuk teman-teman cowok yang pernah datang ke sini.Si Kutilangdara mengerling ke arahku, mungkin bingung harus menjawab apa.“Geng cewek yang berpikiran mereka populer, Ma. Nggak usah bilang ke Kepala sekolah, biar aku yang
Read more

BAB 13: One Step Closer

ARINIBaru satu jam berada di rumah si Kunyuk, gue bisa melihat sisi lain dari dirinya. Ternyata dia nggak sedingin dan sekasar di sekolah. Ada sisi manis dan manja yang ditunjukkan ketika berinteraksi dengan Tante Lisa barusan. Sekarang si Kunyuk, malah menjadi sedikit terbuka.Ah, seharusnya nggak panggil dia dengan sebutan si Kunyuk lagi kali ya? Gimanapun juga, dia sudah tolongin gue dua kali dan itu lebih dari cukup. Start from now on, gue bakal panggil dengan sebutan nama, Brandon. Atau mungkin ikutan Tante Lisa yang memanggilnya Bran.“Mau nggak belajar bareng?” tanya gue lagi karena nggak dapat jawaban dari Brandon.“Lo jangan salah paham. Niat gue murni karena balas budi, nggak ada udang di balik bakwan. Sumpah!” sambung gue lagi nggak ingin juga dia salah paham.Dia tergelak mendengar perkataan gue. Ada yang lucu?“Dih, kok ketawa sih?”Lucu juga lihat si Brandon tertawa kayak gini, biasanya cuma menyeringai dengan tampang sok tengil. Semakin kenal, ternyata dia sosok yang m
Read more

BAB 14: Lima Perempuan Berhati Iblis

BRANDONPagi ini tiba-tiba menjadi semangat berangkat ke sekolah. Setelan batik telah melekat di tubuh ini. Segera kuraih tas dan mencantolkannya di bahu kanan. Kaki kemudian melangkah menuruni anak tangga menuju ruang makan untuk sarapan.Seperti biasa, Mama dan Papa sudah menunggu sambil duduk berdekatan di sana. Papa duduk bagian ujung tengah, tempat kepala keluarga. Sementara Mama di samping kanan depan. Aku memilih kursi di seberang Mama.“Cerah sekali wajah anak Mama pagi ini,” puji Mama senyam-senyum.“Iya dong. Kan mau semangat belajar, biar bisa dibelikan PS3 sama Papa.” Aku mengerling ke arah Papa.“Begitu dong, Bran. Kamu ini laki-laki, harus belajar dengan benar. Apalagi—”“Kamu pewaris tunggal The Harun’s Group,” sambungku sebelum Papa menyelesaikan kalimatnya.Papa tergelak mendengar perkataanku, lantas mengusap lembut kepala ini.“Tenang, Pa. Aku sudah ketemu sama guru les yang cocok.”“Oya? Kamu kursus di mana?” tanya Papa sambil memotong sandwich.“Kursus sama temanny
Read more

BAB 15: Kunjungan Brandon

ARINIHari ini gue nggak masuk sekolah. Bangun tidur badan tiba-tiba panas 38,5 derajat celsius. Mungkin efek kepanasan di atap kemarin, hampir satu jam loh itu. Untung saja Brandon cepat datang, kalau nggak sudah pingsan tuh.Beruntung siang ini panasnya turun, setelah keluar keringat banyak. Gue jadi bisa duduk di ruang tamu sambil nonton. Besok juga bisa ke rumah Brandon buat menunaikan janji.“Sudah minum obat lagi siang ini, Ri?” tanya Mama setelah menata barang belanjaan, karena baru pulang dari pasar.“Udah nggak panas lagi kok, Ma. Nih coba rasain deh,” jawab gue sambil memajukan kening.Mama menempelkan telapak tangan di jidat, lantas mengangguk. “Syukur Alhamdulillah sudah turun. Mama jadi tenang.”“Kamu kemarin ke mana saja, bisa sampai demam tinggi?”“Itu, Ari—”Ting-tong!Baru mau menjawab pertanyaan Mama, terdengar bel berbunyi.“Biar Mama saja. Mungkin David dan Donny yang pulang Jumatan. Tadi pintu Mama kunci.” Mama langsung berdiri dan beranjak menuju pintu.“Arini ad
Read more

BAB 16: Rencana yang Terancam Batal

BRANDONSetiap akhir minggu, aku selalu lari pagi di sekeliling perumahan sambil menghirup udara segar yang belum terkontaminasi asap kendaraan. Perasaan menjadi lebih tenang dibanding sebelum-sebelumnya. Ada damai di hati beberapa hari belakangan ini.Selesai lari lima belas menit, aku kembali lagi ke rumah bersiap untuk sarapan. Mama pagi-pagi sudah rapi seperti biasa. Katanya biar selalu terlihat cantik ketika Papa ada di rumah. Mereka berdua membuatku iri. Sudah tua tapi masih pamer kemesraan di depan anak.“Mandi dulu gih, Bran. Pasti bau asem tuh,” suruh Mama sebelum menata meja makan.“Iya, ini mau mandi tapi dinginin badan dulu.”“Arini jadi ke sini ‘kan hari ini?” tanya Mama.“Katanya jadi sih. Aku udah bilang nggak usah, karena habis demam. Eh anaknya masih kekeh mau datang juga,” jawabku.“Tandanya dia anak yang tepat janji dan bertanggung jawab,” sela Papa tiba-tiba sudah berdiri di sampingku.“Setuju, Pa. Pendapat Mama juga begitu. Arini anaknya cantik, pintar, sopan dan
Read more

BAB 17: Hampir Ketahuan

ARINIJantung nyaris copot. Panik banget waktu lihat Uda David datang. Brandon pasti ingat sama motor dan helm yang dipakainya. Apalagi gue ngaku-ngaku pacaran sama cowok yang sering anterin ke sekolah. Kepala langsung menoleh ke arah Bran. Pandangannya nggak lepas dari Uda sekarang.“Pacar lo ‘kan, In?” cetusnya kemudian.Jangan sampai Uda buka helm sekarang. Gue harus lakukan sesuatu agar Bran nggak tahu kalau dibohongi.“Sebentar, Bran,” seru gue meninggalkannya sendirian.Gue bergegas berlari menuju pagar, sebelum Uda turun dari motor dan membuka pagar. Begitu tiba di dekatnya, tangan ini langsung memegang lengan Uda David.“Jangan buka dulu, Da,” cegah gue.Dia pasti bingung sekarang dengan kelakuan adiknya.“Kenapa sih, Ri?”“Jangan buka helm dulu sekarang.” Gue memejamkan mata dengan iras cemas.“Kenapa?” tanya Uda David lagi.“Nanti Ari ceritakan deh. Sekarang Uda jangan masuk dulu. Muter dulu ke mana kek sampai Ari dan Brandon pergi.”“Kamu aneh deh, Dek,” ujar Uda David past
Read more

BAB 18: Koki Arini

BRANDONPapa apa-apaan sih pakai tanya itu segala sama Iin? Tadi pagi aku sudah bilang kalau kami hanya berteman, tidak lebih.“Pa?” protesku dengan wajah mengerucut.“Kenapa, Bran? Papa sekarang tanya sama Arini lho,” sahut Papa.Aku memalingkan paras ke arah Iin yang sama terkejut denganku. Matanya berkedip pelan seiringan dengan bibir yang terbuka sedikit. Ekspresinya lucu sekali membuatku ingin tertawa. Kepala Arini menggeleng dengan cepat. Kedua tangan digoyangkan di depan tubuh.“Nggak, Om. Aku sama Brandon cuma temenan aja, nggak lebih,” jelas Iin membuatku mengembuskan napas lega.Papa sepertinya masih belum percaya, tergambar jelas dari wajahnya. “Benar kamu sudah punya pacar?”“Eh?” Iin hening sesaat, matanya kembali mengedip.Papa masih menunggu jawaban Iin, begitu juga dengan Mama.“Iya, Om. Mahasiswa semester dua,” jawabnya cepat.Mata hitam kecil Papa menyipit, kepalanya sedikit miring ke kanan. Sementara Mama memperlihatkan raut wajah kecewa. Jangan bilang beliau ingin
Read more

BAB 19: Membalaskan Dendam

ARINIGue menelan ludah mendengar perkataan Bran. Segera dialihkan pandangan ke tempat lain, agar dia nggak tahu kalau lagi dibohongi. Mau memperkenalkan siapa? Pacar saja nggak punya.“Wajah lo kok kayak gitu, In?” tanya Bran tahu perubahan raut wajah ini. “Gue nggak bermaksud apa-apa. Hanya nggak mau terjadi salah paham aja. Khawatir juga kalau kalian putus karena kita dekat.”“Nggak pa-pa kok, Bran. Serius! Pacar gue orangnya pengertian banget. Nggak pernah larang bergaul dengan siapa aja,” jelas gue panik.Jangan sampai Bran ngotot pengin ketemu orang yang nggak pernah ada.“Tapi gue jadi nggak enak, In.”“Santai aja, Bran. Dia orangnya baik kok.”Aduh gimana nih?Bran mendesah pelan, lantas mengangguk. “Kalau kalian putus gara-gara cemburu karena kita dekat, jangan salahkan gue ya.”Gue langsung mengacungkan kedua ibu jari. “Tenang aja. Don’t worry.”Brandon bergerak menuju lemari khusus untuk penyimpanan buku, lalu mengambil buku pelajaran dari sana. Kami mulai membahas pelajara
Read more

BAB 20: Gadis yang Menyebalkan

BRANDONRaut wajah Iin berubah seketika. Dia belum tahu bagaimana kalapnya Mama ketika berbelanja. Beliau pernah mengajakku ke mall beberapa kali, ketika Gadis tidak menginap di rumah. Biasanya sepupuku itulah yang menjadi temannya saat belanja.“Ngeeeeeng.” Tiba-tiba terdengar teriakan suara cempreng memanggil dari luar kamar.Aku mendesah saat tahu siapa yang akan muncul sebentar lagi di rongga pintu. Dalam hitungan detik seorang gadis berambut pendek, lengkap dengan bando mirip kuping kelinci, celana jeans selutut dan tanktop berjalan mendekat. Dia langsung melingkarkan tangan di leher.“Sakit, Dis. Gue hampir sesak napas ini,” protesku susah payah menyingkirkan tangannya dari leher.“Jalan yuk, Ngeng. Bete nih,” celetuk Gadis.“Nggak ah, lagi belajar.”Gadis tertawa keras. “What? Sejak kapan lo belajar?”Aku mengerling ke arah Iin yang hanya bingung melihat tingkah kami berdua.Paras Gadis berubah usil, tampak jelas dari tarikan bibirnya yang tipis. “Belajar apa belajar?”“Akhirny
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status