BRANDONArini berlari ke dalam pelukan begitu aku merentangkan kedua tangan menyambutnya. Dia terisak di dada ini lama sekali. Kubiarkan dia melepaskan apa yang terasa, meski tidak tahu persis apa yang terjadi belakangan ini. Termasuk apa alasannya menjauh dariku.Tangan ini membelai kepala belakang Iin, berusaha menenangkan. Mataku juga menghangat sekarang, bulir bening seakan ingin berlarian keluar. Akhirnya bisa bertemu Arini lagi dalam jarak dekat.Perlahan pelukan melonggar, Iin memandang lekat wajahku. Senyum lembut tergambar di parasnya.“Lo nangis, Bran?” tanya Iin sambil menyeka air mata yang turun di pipi.Tentu saja aku menangis haru karena bisa berada di dekatnya lagi, setelah enam bulan tidak ada komunikasi yang terjalin dengan baik di antara kami. Kepala menunduk, lantas mengangguk.“Ini pertama kali lo nangis loh,” sambungnya.Lo nggak tahu gimana rindunya gue selama ini, In, bisikku dalam hati.Gengsi menghambatku mengatakan perasaan yang sebenarnya. Aku memilih diam t
Baca selengkapnya