Semua Bab Just Friend (Trilogi Just, Seri-1): Bab 51 - Bab 60

74 Bab

BAB 51: Goodbye Putih Abu-abu

ARINIDua tahun kemudianHari ini pengumuman kelulusan. Deg-degan sumpah. Walau bisa mengerjakan soal-soal ketika Ujian Nasional, tetap saja ketar-ketir menunggu pengumuman kelulusan dan nilai evaluasi murni keluar.Gue dan Brandon satu kelas lagi ketika kelas tiga. Syukur saja nilainya masih bagus hingga semester kemarin, jadi bisa masuk kelas unggul 3 IPS-1. Ya, kami sama-sama mengambil jurusan IPS di kelas tiga.Awalnya gue pengin masuk IPA, tapi Bran merengek agar memilih IPS seperti dirinya. Dia nggak mau masuk IPA karena ada Matematika, Fisika dan Kimia. Setelah melewati perdebatan panjang menjelang kenaikan kelas, akhirnya gue mengalah dan memutuskan ambil jurusan IPS. Bersyukur Bokap Nyokap nggak mempermasalahkan jurusan apapun yang diambil.Di sinilah gue dan Brandon berada sekarang sambil menunggu pengumuman keluar satu jam lagi. Di mana lagi kalau bukan di atap? Tempat nongkrong paling enak tiga tahun belakangan. Nggak terasa ya persahabatan gue dan Bran memasuki usia tahun
Baca selengkapnya

BAB 52: Sang Maheswari (Bidadari) Penolong

BRANDONSungguh luar biasa senang hati ini lulus dari SMA. Nilai juga memuaskan tidak ada lagi C yang pernah singgah sebentar di rapor. Nilai evaluasi murni juga bagus. Papa benar-benar puas dengan apa yang telah kuraih.Hari ini Papa akan mengajakku ke dealer mobil. Beliau ingin menunaikan janji membeli mobil sport. Tentu saja kami tidak pergi berdua, ada Mama dan Iin yang ikut dengan kami nanti. Setelah dibujuk akhirnya sahabatku itu mau menemani ke dealer, agar bisa memilihkan mobil untukku. Aku juga ingin dia orang pertama yang akan dibawa berkeliling Jakarta dengan kendaraan baru.Bagaimanapun juga, apa yang telah diraih sekarang, tidak lepas dari campur tangan Arini. Sesuai dengan namanya, Maheswari, dia menjelma menjadi bidadari yang telah menolongku hingga berada di posisi sekarang. Aku beruntung memilikinya sebagai sahabat, ‘kan?“Arini ke sini sendiri atau kita yang jemput, Bran?” tanya Papa sembari memasangkan kancing lengan kemeja.“Kita aja yang jemput, Pa. Kasihan kalau
Baca selengkapnya

BAB 53: Gurauan yang Tidak Lucu

ARINISatu tahun kemudianGue memandangi pantulan diri di cermin. Ternyata sekarang sudah mulai dewasa. Sebentar lagi memasuki usia 19 tahun. Waktu rasanya cepat banget berlalu, tapi nggak ada yang berubah dari penampilan ini. Masih sama kayak dulu, rambut dikuncir ke atas dengan poni menutupi kening. Lesung pipi juga masih dua. Begitu juga dengan pakaian, celana jeans dan kaus oblong betah membungkus tubuh.Apakah kalian tahu di mana kami kuliah sekarang? Gue dan Bran kuliah di salah satu universitas swasta terbaik di Jakarta. Kami berdua mengambil jurusan Manajemen Bisnis.Tebakan kalian benar. Gue pada akhirnya ngalah lagi melepas impian kuliah di salah satu universitas negeri terbaik yang dimiliki Indonesia. Nggak percaya juga bisa lulus, padahal saat ujian asal-asalan menjawab pertanyaan. Bodoh banget ya sampai segitunya demi sahabat?!Beruntung ada beasiswa dari perusahaan yang sampai sekarang dirahasiakan identitasnya. Pihak kampus hanya mengatakan gue dapat beasiswa dari sebua
Baca selengkapnya

BAB 54: Perempuan yang Menarik Perhatian

BRANDONMalam ini terasa begitu berbeda dari sebelumnya. Seorang perempuan cantik muncul di hadapanku. Dia benar-benar tipe wanita idaman secara fisik.Aku menyambut uluran tangannya yang begitu halus dan lembut. Pandangan tak lepas dari kulit putih mulus yang terekspos jelas, karena mengenakan pakaian mini.“Brandon,” sambutku memperkenalkan diri.“Pacar kamu ya?” tebaknya melirik Iin.Aku menggeleng cepat, tidak ingin dia salah paham. “Sahabatku. Perkenalkan namanya Arini.”Iin menatap Moza dengan ekspresi datar. Tidak biasanya dia memperlihatkan ekspresi seperti ini.“Oh, aku pikir pacar kamu.”“Kita cuma sahabatan sejak SMA. Jangan salah paham.”Mata hitam milik Moza melebar membuat wajah cantiknya semakin menarik di mataku, meski mengenakan make up. Berbeda dengan Iin yang masih cantik tanpa sentuhan make up. Kenapa jadi membandingkannya dengan sahabatku?“Kamu sering manggung di sini?”“Ya, tapi nggak tiap hari juga. Harus kuliah.”Bibir tipis Moza membulat. “Kuliah di mana?”“D
Baca selengkapnya

BAB 55: After The Rain

ARINIHari ini rencananya kuliah sampai sore, ternyata nggak jadi karena dosen berhalangan hadir. Alhasil gue melangkah sendirian menuju halte yang ada di dekat kampus. Brandon bolos kuliah lagi. Sejak jadian sama Moza, dia sering absen ke kampus.“Nanti pulang kuliah gue jemput. Jangan pulang sendiri,” katanya waktu antarkan gue ke kampus tadi pagi.Tiba-tiba gerimis dalam perjalanan menuju halte. Gue langsung panik, mana nggak bawa payung lagi. Gimana nih? Nggak mungkin telepon Brandon suruh jemput sekarang, ‘kan?Secepatnya kaki ini berlari menuju halte yang masih berjarak 100 meter dari gerbang kampus.Kenapa sih nggak dibikin satu aja yang lebih dekat? keluh gue dalam hati.Keinginan pulang cepat, terpaksa di-pending dulu karena hujan semakin deras. Mana sepi juga di halte, hanya ada dua orang mahasiswa lain yang menunggu bus kota datang.Gue bersandar lesu ke dinding kaca halte sambil menatap rintik-rintik hujan yang menyegarkan bumi. Kalian tahu sendiri gimana gersangnya tanah
Baca selengkapnya

BAB 56: Arini yang Tak Tergantikan

BRANDONAda sesuatu yang hilang dalam hidupku enam bulan belakangan. Arini menjaga jarak denganku. Dia tidak mau lagi diantar-jemput ke kampus seperti sebelumnya. Ketika bertemu di kampus, kami hanya bertegur sapa sekedarnya. Ada apa dengan sahabatku, sehingga dia memperlakukanku seperti mahasiswa lain?Selama enam bulan, aku hanya bisa mengawasinya dari kejauhan. Setiap mendekat, Iin selalu menghindar. Aku sungguh tidak suka dengan situasi ini. Ingin rasanya kembali kepada masa kami bersama seperti dulu. Canda dan tawa Arini selalu menghiasi hariku, tanpa ada kata bosan terucap.Apakah perubahan sikapnya berhubungan dengan pertengkaran terakhir kami saat aku menjemputnya di halte enam bulan lalu? Jijikkah dia memiliki sahabat yang tidur dengan wanita sebelum menikah? Atau adakah perkataan yang menyakiti hatinya?Atau dia keberatan jika aku menikahi Moza? Sumpah demi apapun, aku tidak memiliki niat menikah muda. Kalimat itu terlontar sebagai pembelaan diri. Apalagi yang bisa kukatakan
Baca selengkapnya

BAB 57: Kegundahan Hati

ARINIEnam bulan rasanya berlalu dengan lambat. Berat banget dijalani, apalagi sejak jaga jarak dengan Bran. Kalian jangan berpikir gue menjauh karena dia tidur dengan Moza. Sungguh, diri ini nggak akan pernah meninggalkan Brandon hanya karena itu.“Mulai besok, kamu tidak perlu bertemu lagi dengan Brandon! Pergi dan pulang kuliah juga tidak boleh dengannya!” tegas Papa selang satu hari setelah pertengkaran dengan Bran.“Kenapa, Pa? Biasanya Papa nggak pernah larang Ari ketemu sama Brandon,” tanya gue heran.“Dia bukan pria baik-baik lagi sekarang. Papa kemarin lihat Brandon keluar dengan seorang wanita dari hotel berpelukan,” jawab Papa membuat mata ini melebar.Apa kemarin Papa sedang pelatihan di hotel yang sama dengan tempat Bran tidur dengan Moza? Beliau sering melakukan pelatihan di ballroom hotel.“Tapi bisa jadi dia ke sana bertemu dengan seseorang, Pa,” bela Mama.“Brandon sekarang tidak sama lagi dengan Brandon yang kita kenal dulu, Asma. Dia sudah rusak. Apalagi perempuan i
Baca selengkapnya

BAB 58: Mengetahui Kebenaran

BRANDONArini berlari ke dalam pelukan begitu aku merentangkan kedua tangan menyambutnya. Dia terisak di dada ini lama sekali. Kubiarkan dia melepaskan apa yang terasa, meski tidak tahu persis apa yang terjadi belakangan ini. Termasuk apa alasannya menjauh dariku.Tangan ini membelai kepala belakang Iin, berusaha menenangkan. Mataku juga menghangat sekarang, bulir bening seakan ingin berlarian keluar. Akhirnya bisa bertemu Arini lagi dalam jarak dekat.Perlahan pelukan melonggar, Iin memandang lekat wajahku. Senyum lembut tergambar di parasnya.“Lo nangis, Bran?” tanya Iin sambil menyeka air mata yang turun di pipi.Tentu saja aku menangis haru karena bisa berada di dekatnya lagi, setelah enam bulan tidak ada komunikasi yang terjalin dengan baik di antara kami. Kepala menunduk, lantas mengangguk.“Ini pertama kali lo nangis loh,” sambungnya.Lo nggak tahu gimana rindunya gue selama ini, In, bisikku dalam hati.Gengsi menghambatku mengatakan perasaan yang sebenarnya. Aku memilih diam t
Baca selengkapnya

BAB 59: Dilarang Berduaan

ARINISatu tahun berlalu sudah. Gue dan Bran akhirnya merajut kembali jalinan persahabatan yang sempat koyak. Setelah putus dengan Moza, dia kembali rajin kuliah. Katanya nyesel sih telah menyia-nyiakan satu tahun kuliah demi seorang wanita. Alhasil Brandon harus mengulang lagi tahun depan.Oya, gue juga berhasil meyakinkan Bokap kalau Brandon nggak bakal memberi dampak buruk dalam kehidupan ini. Dia akan selalu menjadi sahabat seperti sebelum-sebelumnya.Mengenai kepindahan keluarga ke kampung halaman, awalnya Bran khawatir banget kalau gue bakalan ikut. Sampai uring-uringan takut nggak bisa lagi ketemu, namun lagi-lagi diri ini berhasil meyakinkan Bokap akan tetap tinggal dan bekerja di Jakarta.“Kira-kira gue bisa lulus tahun depan nggak ya? Gengsi nih, lo lulus tahun ini loh,” tanya Bran ketika kami sedang duduk di kantin.“Bisa. Nanti gue bantu belajar dan bikin tugas.”“Skripsi juga ya,” pinta Bran menaik-naikkan alis.Gue mengetuk pelan keningnya. “Nggak mau. Skripsi lo kerjaka
Baca selengkapnya

BAB 60: Pengkhianatan

BRANDONAku panik sekali ketika Bi Ijah menelepon sepuluh menit lalu. Beliau mengatakan Mama dan Papa bertengkar hebat di rumah. Ada apa? Kenapa mereka bisa bertengkar? Selama ini tidak pernah ada masalah berarti.Mata terpejam erat ketika membayangkan berbagai kemungkinan penyebab keduanya bertengkar. Ya Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi?Hingga saat ini aku belum mengatakan alasan kenapa tiba-tiba harus pulang kepada Arini. Bersyukur dia tidak menanyakan dan menurut ketika diminta tolong menyetir ke rumah. Dengan perasaan seperti ini, mustahil bagiku mengemudi kendaraan pulang.Aku memandang sendu Iin yang fokus mengemudi. Beruntung jalanan macet, sehingga dia bisa mengemudi dengan tenang. Ternyata kemampuan menyetirnya mengalami kemajuan yang pesat.“Nanti sampai rumah, lo jangan masuk dulu ya, In. Drop aja gue di depan pagar,” pintaku menoleh ke arah Iin.Arini menggelengkan kepala. “Gue turun sebentar aja. Kangen sama Tante, udah seminggu nggak ketemu.”“Jangan sekarang, In.”“K
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status