Semua Bab Just Friend (Trilogi Just, Seri-1): Bab 61 - Bab 70

74 Bab

BAB 61: Kenyataan Pahit Lainnya dalam Hidup Brandon

ARINIRasanya segar banget selesai mandi. Begitu pulang anterin Bran ke Menteng Dalam, gue langsung masak apalagi Donny sebentar lagi mau pulang. Selesai berpakaian, pikiran kembali teringat dengan Brandon. Apa yang terjadi dengannya? Siapa yang telepon tadi? Kayaknya bukan Tante Lisa.Gue meraih ponsel dari atas meja rias, lantas melihat pesan yang dikirim kepada Bran begitu sampai di rumah. Masih belum dibaca. Pikiran sekarang jadi nggak tenang, apalagi dia belum memberi kabar sampai sekarang.Selesai menyisir rambut dan mengikatnya setengah di bagian atas, gue langsung keluar dari kamar. Donny kayaknya sudah pulang, tapi belum turun ke bawah. Mungkin istirahat dulu dan mandi.Baru mau melangkah menuju meja makan untuk menyediakan makan malam, terdengar pintu diketuk. Kening ini berkerut memikirkan siapa yang bertamu menjelang malam begini? Pandangan beralih melihat rak sepatu, benar Donny sudah pulang. Siapa yang datang?Sebelum membuka pintu, gue mengintip dulu dari jendela. Dilih
Baca selengkapnya

BAB 62: Perhatian Arini

BRANDONAku memandang Iin lekat ketika menyuapkan nasi untukku. Dia memaksaku makan, khawatir sakit katanya. Sungguh beruntung sekali memiliki sahabat seperti Arini yang perhatian, pintar masak dan tidak pernah meninggalkanku di saat terpuruk.Andai saja aku tidak pernah bertemu dengan Inez dan Moza, masih bisa menjaga kesucian diri, pasti tanpa berpikir panjang sudah kulamar dia. Tapi sekarang diri ini tidak pantas bersanding dengan Iin yang belum pernah tersentuh laki-laki lain. Gadis yang masih suci ini pantas mendapatkan pria yang lebih baik dariku. Siapapun laki-laki yang akan menjadi suaminya kelak, semoga saja tidak pernah menyakiti hati sahabatku.“Habisin ya,” ujarnya tersenyum lembut.Aku mengangguk. Tangan kiri terangkat ke atas memegang tangan Iin, sementara tangan kanan meraih piring yang dipegangnya lantas diletakkan di atas meja. Arini melihatku dengan kening berkerut bingung.Entah apa yang merasukiku sekarang, sehingga berani menarik pinggangnya sehingga tubuh ringan
Baca selengkapnya

BAB 63: I Will Always by Your Side

ARINISelesai salat subuh, gue langsung mengambil ponsel dari samping tempat tidur. Baru ingat Tante Lisa belum dikabari kalau Bran hari ini nginap di rumah. Baru saja ponsel berada di tangan, sebuah panggilan masuk. Ternyata Tante Lisa yang menelepon.“Halo, Tan,” sapa gue setelah menerima panggilan.“Halo, Rin. Brandon tidak ada di rumah. Tante coba telepon, ponselnya tidak aktif. Kamu tahu dia sekarang lagi di mana?” tanya Tante panik dengan suara sengau.“Bran tadi malam nginap di sini, Tan. Maaf aku belum kasih kabar, jadinya Tante khawatir sekarang,” jawab gue.Terdengar embusan napas lega. “Syukurlah. Tante baru tahu waktu ke kamarnya barusan, ternyata kosong tidak ada orang.”“Tante tenang aja ya. Brandon masih tidur di luar.”Hening di seberang sana, hanya terdengar isakan Tante yang menghadirkan pilu di hati ini.“Brandon sudah cerita?” Tante bersuara kemudian.“Sudah, Tan,” sahut gue singkat. Nggak tahu harus gimana meresponsnya.“Kalian berdua ke sini ya, Nak,” pinta Tante
Baca selengkapnya

BAB 64: Wanita-wanita Hebatku

BRANDONAku senang setiap kali melihat wajah Iin bersemu merah. Rasanya menggemaskan. Bahkan dengan candaan yang dilontarkan beberapa jam lalu, dia jadi salah tingkah.Dan hei, apakah kalian mengira aku tidak tahu saat dia mencium kening ini tadi? Ya, aku merasakannya tapi memilih pura-pura tidak tahu. Mungkin Iin melakukan hal itu, karena kasihan kepadaku. Entah kenapa terasa begitu damai, sehingga seluruh masalah menghilang seketika.Arini benar-benar menjadi tonggak penyangga yang menguatkan ketika fondasiku mulai rapuh. Rasanya aku tidak bisa lagi hidup tanpa dirinya. Semoga saja jika dia menikah nanti, kami masih bisa berjumpa.Desahan pelan keluar dari sela bibir ketika selesai berpakaian di kamar yang biasa ditempati Tante Asma dan Om Yunus. Setelah dibujuk oleh Iin, akhirnya aku setuju pulang menemui Mama dengan catatan kembali lagi ke rumah ini setelah berbicara dengan beliau.“Udah selesai, Bran?” teriak Iin dari luar kamar.“Ya, sebentar. Gue keluar sekarang.” Aku segera me
Baca selengkapnya

BAB 65: Perjodohan

ARINISetahun sudah pasca perselingkuhan yang dilakukan oleh Om Sandy. Kondisi psikologis Bran dan Tante Lisa mulai pulih. Meski begitu, ada yang berubah setelah kejadian itu. Rumah keluarga Harun di Menteng Dalam menjadi lengang, tanpa kehadiran Om Sandy dan Brandon.Bran memutuskan keluar dari rumah dan memilih tinggal di kos-kosan dekat tempat gue kos, hanya berjarak dua rumah di daerah Kebon Melati, Jakarta Pusat. Katanya mau resign juga dari perusahaan Om Sandy, padahal belum satu tahun bekerja di sana.Awalnya Bran menolak bekerja di perusahaan tersebut, namun Tante Lisa terus membujuk. Gimanapun juga dia adalah pewaris The Harun’s Group, meski nggak lagi menjadi pewaris tunggal sekarang.Oya, sekarang gue bekerja di perusahaan konsultan data milik Singapura yang terletak di kawasan Sudirman. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa informasi perusahaan yang ada di Indonesia baik masih dalam berbentuk CV, PT, BUMN hingga Perusahaan Modal Asing (PMA).“Gimana kerjaan lo sekarang, I
Baca selengkapnya

BAB 66: Kegusaran Hati

BRANDONMata ini susah diajak tidur sejak tadi malam. Baru terpejam, beberapa saat kemudian kembali terbuka. Arini mau dijodohkan oleh Om Yunus? Tidak bisa! Dia masih terlalu muda untuk menikah. Usianya juga baru akan menginjak dua puluh empat tahun, dua bulan lagi.Hati menjadi resah membayangkan tidak bisa lagi bersama dengan Iin nanti. Siapa yang akan menguatkanku, jika kami jarang berjumpa? Belum tentu calon suaminya akan mengizinkan kami bersahabat seperti sekarang, ‘kan?“Trus lo mau, In?” Percakapan dengan Iin tadi malam kembali terngiang.Dia menggeleng lesu. “Nggak mau, Bran. Gue masih mau berkarir dulu. Belum setahun kerja juga, ‘kan?”“Ya udah, tinggal ngomong aja sama Om Yunus. Nggak susah, In.”Kepalanya tertunduk dalam dengan mata terpejam. “Lo kayak nggak tahu Papa aja.”Aku mendesah mendengar tanggapan Iin, karena tahu bagaimana kerasnya Om Yunus. Hampir sembilan tahun mengenalnya, sehingga tahu persis jika beliau mengatakan A maka harus dituruti.Sejak tadi malam, aku
Baca selengkapnya

BAB 67: Bertemu dengan Pria Bernama Desta

ARINIPagi ini rasanya berat untuk bangun. Pertama kali dalam hidup, gue pengin tidur saja seperti putri tidur yang nggak bangun dalam jangka waktu yang lama. Beberapa jam lagi waktunya bertemu dengan lelaki yang dijodohkan oleh Papa.Mama bilang kemarin, jika gue setuju dengan perjodohan ini maka pernikahan akan dilaksanakan dua bulan lagi. Berarti hanya dua bulan waktu yang tersisa untuk bertemu dengan Bran, karena setelah itu gue akan menetap di Bukittinggi.Pertemuan direncanakan di rumah, bukan di luar. Desta, nama pria itu, akan datang bersama kedua orang tuanya melihat gue. Semenjak tadi malam hanya doa yang dipanjatkan, agar mereka membatalkan perjodohan setelah melihat diri ini.“Ari?” Terdengar suara Uda David memanggil.“Ya, Da?” Gue langsung bangkit dari tempat tidur, lantas membukakan pintu.Uda masuk kamar dan duduk di pinggir tempat tidur. Dia menatap gue lekat tanpa berkata apa-apa. Kayaknya sih tahu kalau adiknya ini sedang galau.“Kamu nggak pa-pa?” tanya Uda setelah
Baca selengkapnya

BAB 68: Kulepas Kamu dengan Ikhlas

BRANDONBesok Iin akan menikah dengan pria pilihan Om Yunus. Pada akhirnya sahabatku hanya bisa pasrah menerima perjodohan itu. Jangan ditanyakan lagi bagaimana hati ini sekarang. Hancur. Ya, kuakui selama dua bulan belakangan perasaanku tidak baik-baik saja.Aku, Mama dan Gadis datang ke Bukittinggi menghadiri pernikahan Iin. Kebetulan Gadis sedang berlibur ke Jakarta, karena sedang menempuh S2 di negeri Kanguru. Dia memaksa ikut menyaksikan pernikahan sahabatku itu. Kami baru saja sampai tadi pagi, setelah mengambil penerbangan pertama dari Jakarta.Saat sedang istirahat di kamar hotel, terdengar pintu diketuk. Itu mungkin Gadis atau Mama. Aku langsung beranjak membukakan pintu. Ternyata Gadis yang datang. Tanpa basa-basi dia menyelonong duduk di pinggir tempat tidur. Netra hitam kecilnya kini menatapku lama, tanpa mengucapkan sepatah katapun.“Gimana kabar lo sekarang?” tanya Gadis.“Baik kayak yang lo lihat,” jawabku apa adanya.“Maksud gue hati lo, Ngeng.” Dia mengerling ke dadak
Baca selengkapnya

BAB 69: My (Her) Wedding Day

ARINIPandangan menatap nanar ke arah cermin yang memantulkan wajah dengan riasan khas pengantin. Sebuah kebaya muslimah kini membalut tubuh. Kerudung juga menutupi rambut yang biasa terlihat. Tangan ini terangkat ke atas dan terlihat inai yang baru dihias kemarin sore, setelah bertemu dengan Bran.Mata ini terpejam saat ingat obrolan kami kemarin. Suasana yang terasa penuh emosional, karena perasaan bercampur aduk. Ada sedih, marah dan sayang semua menjadi satu. Jika saja tidak memikirkan Papa yang akan malu di kampung, pasti gue sudah menyetujui ajakan Bran pergi dari sini. Kabur berdua dengannya.Saat Bran ingin mencium bibir ini, sekuat tenaga gue lawan perasaan yang hadir ketika itu. Gimanapun juga, diri ini akan menikah dengan pria lain. Pria yang baru saja ditemui tiga kali sebelum pernikahan digelar. Gue bahkan belum mengenal Desta dengan baik.Hati diselimuti kekalutan ketika membayangkan rumah tangga seperti apa yang akan dilalui dengan Desta. Jika pria yang akan menikahi gu
Baca selengkapnya

BAB 70: Missing You

ARINIDelapan bulan sudah menjalani biduk rumah tangga dengan Bang Desta. Orangnya baik, tapi hati ini masih terasa berjarak. Jangan ditanya lagi apakah gue sudah mencintainya atau nggak. Hambar, nggak ada perasaan sama sekali.Berbeda dengan yang dirasakan ketika bersama dengan Bran. Astaghfirullah. Sudah seharusnya nggak boleh memikirkan pria lain lagi selain suami. Kata Mama hal itu termasuk dosa.Brandon apa kabar ya? Kenapa dia jarang hubungi gue setelah menikah?Gue melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul 15.30. Sebentar lagi Bang Desta pulang bekerja dari salah satu Bank BUMN yang ada di kota ini.Ya, semenjak menikah gue mengabdikan diri menjadi ibu rumah tangga. Fokus mengurus segala macam keperluan suami. Kami juga tinggal terpisah dari orang tua. Benar-benar berdua di sini.Hingga sekarang, kami masih belum diberikan amanah. Mama bilang santai saja, nikmati kemesraan dengan Bang Desta dulu.Seketika gue pengin tertawa mendengar kata mesra yang dikatakan Mama waktu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status