"Akan kubongkar saja rumah itu, hingga rata dengan tanah."Papa ternganga mendengar penuturanku."Apa? Kamu yakin?" tanya Papa dengan ekspresi keterkejutannya."Ya, aku yakin Pa! Toh mendirikan rumah itu hampir 90% dari uangku.""Ya sudah, itu terserah kamu, tapi janji, setelah itu, sudah! Jangan ada hubungan apapun lagi dengan mereka."Aku mengangguk. Setelah itu, aku akan fokus di kantor. Mas Iqbal, siap-siap, kamu akan jantungan melihat aku dia kantor nanti.*Esok harinya aku langsung menghubungi pihak penyewaan excavator, alat berat untuk meruntuhkan rumah itu.Dikata sayang, ya jelas sayang, rumah besar dengan bangunan kokoh dan kuat harus dirobohkan. Tapi jika hati sudah sakit, maka apapun bisa terjadi, dan tak bisa terelakkan lagi. Dengan begitu, Mas Iqbal dan perempuan itu akan tinggal di rumah ibu.Bu Wina, lihatlah, tanah tempat rumah itu berdiri, tanah yang selalu kau ucap berulang-ulang kali dengan begitu bangga akan kukembalikan. "Rumah ini berdiri di atas tanahku!"Ak
Baca selengkapnya