Semua Bab Wanita Gila Mencari Cinta: Bab 71 - Bab 80

121 Bab

Pulang Tiba-Tiba

"Arrggh!" jerit Aster tangannya disambar sosok tersebut. Panci terayun. Jatuh ke lantai dan berbunyi gaduh. Sosok berbaju hitam itu lebih dulu memutar badan sebelum panci mengenai dirinya. Dia lebih gesit. Dia seorang pria muda yang menatap tajam pada Aster. Masih mencengkeram tangan Aster. "Siapa kamu?" seru orang itu. Aster mengernyitkan dahi. Dia berusaha menyentakkan tangan. "Aster! Tomy!" seru Safira. Aster menoleh ke arah Safira yang berjalan masuk ke dapur. Masih memakai jubah tidur tebal. Segera menarik tangan Safira lepas dari pria asing tadi. "Apa yang lakukan, Tomy? Kamu pulang subuh - subuh membuat gempar rumah," marah Safira. Anti juga datang tergopoh - gopoh. Dia mengucek mata ketika mendapati majikannya sudah ada di sana. "Lho, tuan Tomy pulang?" celetuknya. "Nah, bu Anti! Tolong
Baca selengkapnya

Rapat Kecil

"Mana mas David?" tanya Tomy untuk kesekian kalinya. Dan tak ada jawaban pula. Baik Safira mau pun Rendra memilih diam. Tomy menggeser duduknya di sofa. Dia menopang dagu ke arah Aster. "Sejak kapan mas David punya pacar secantik ini? Dia tidak pernah memberitahuku. Apa dia khawatir aku akan merebut calon kakak ipar?" ujar Tomy malas - malasan. Rendra berdeham. Dia membuat Tomy memperbaiki cara duduk santainya. "Kakakmu sangat sibuk sampai tidak ingat memberimu kabar. David dan Aster sudah bekerja sama lama, tapi mereka memutuskan menikah baru - baru saja," beritahu Rendra. "Oh, cinlok ya. Emang sih. Kalau aku kerja sama mbak Aster lama - lama juga jatuh cinta. Baguslah mas David akhirnya menikah. Aku tidak sabar punya keponakan," komentar Tomy. "Tapi, Tomy, sudah dua minggu ini David menghilang," ungkap Rendra berat hati. Tomy terperanjat. Dia menggeram kencang. "Papa jangan bercanda.
Baca selengkapnya

Bersama Adik Ipar

Tomy mengamati Aster tanpa jeda. Dia tidak menyembunyikan ekspresi penuh tanya. Aster sampai berdiri kikuk. Sabar menunggu Tomy bergerak masuk ke mobil. "Ada yang ingin kamu katakan?" Aster memberanikan diri bertanya. Tomy menggumam tidak. Dia pun naik ke mobil. Juga membiarkan Aster turut naik. "Apa kamu keberatan aku ikut?" kembali Aster bertanya. Tomy hanya melirik. Lebih sibuk menjalankan mobil. "Kita akan mengunjungi sejumlah teman mas David. Apa yang akan kamu katakan kalau mereka bertanya kamu siapa?" ujar Tomy. "Menurutmu apa yang harus aku katakan? Bicara jujur kalau aku tunangan mas David? Atau hanya karyawan yang ikut kamu adiknya?" balas Aster. Tomy mengusap dagu. Dia memandang ke jalan berpikir sesuatu. "Aku belum tahu mas David sudah memberitahu teman - temannya atau belum. Kalian belum mengumumkan ke kolega?" tanya Tomy.
Baca selengkapnya

Petunjuk Samar

"Brian? Kamu tahu Brian dari Pustaka Gemilang?" Pertanyaan itu bagai menabrak dinding kokoh. Sebuah angin yang terpelanting. Kembali tak terjawab. Tomy memilih bungkam. "Mama dan papa bilang aku nggak boleh dekat - dekat sama dia. Padahal dia klien aku," lanjut Aster. "Nanti aja. Aku mau nyetir dulu," sahut Tomy Maka Aster pun diam. Dia tidak akan lagi membahas Brian kalau keluarga David tidak memulai. Meski dia dalam dilema juga menanggapi permintaan Brian untuk bertemu dalam rangka pekerjaan. Tak berapa lama kemudian Tomy berhenti di suatu rumah besar dengan pagar tinggi. Tomy turun, menuju pagar yang kemudian terbuka oleh seorang sekuriti. Aster pun menyusul turun. "Pak, mas Lucky ada di rumah?" tanya Tomy santai. Sekuriti mengangguk. Tampaknya dia sudah mengenal Tomy, jadi tidak banyak bertanya. Malah mempersilakan Tomy masuk. Juga mengantar sampai ke ruang tamu. Tomy dan Aster duduk menunggu tuan rumah. Ruang tamu itu tidak lah terlalu terang. Cahaya han
Baca selengkapnya

Mencari Jejak

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Lucky lirih. Tomy tercenung. Dia memutar leher. Aster pun mematung di luar pintu. Tidak sanggup mengangkat muka ke arah sahabat calon suaminya. "Kalau mas Lucky mendengar apa pun soal mas David, tolong segera memberitahuku," jawab Tomy samar. Lucky mengernyit. Dia menelangkan kepala. "Sudah berapa lama?" sahutnya. Tomy menatapnya lekat. Agak berat baginya membagi informasi tersebut. "Dua minggu. Aku akan mencoba ke Kota S," ujar Tomy. "Baiklah. Aku juga akan memasang mata dan telinga. Dia akan baik - baik saja. Jaga calon kakak iparmu. Pastinya David tidak mau sesuatu hal buruk menimpa calon istrinya," tandas Lucky. Tomy mengangguk. Dia pun berpamitan. Begitu pula dengan Aster. Keduanya menuju mobil di luar pagar. Diam dalam proses masuk ke mobil. Aster menarik sabuk pengam
Baca selengkapnya

Tak Tahu Waktu

Aster membeliak melihat nama di layar ponsel. Untuk apa pula dia nekat menelepon. Apa belum kapok juga. Atau dia memang seorang yang terjepit kondisi. Aster mengabaikan telepon tersebut. Dia tidak mau membuat hatinya makin sakit. "Siapa? Kenapa tidak diangkat?" "Bukan siapa - siapa. Biarkan saja." Namun orang itu kembali menelepon. Suara dering makin memekakkan telinga Aster. Seakan berteriak langsung ke telinga Aster. Dia menggeram kesal. "Siapa sih? Ganggu banget. Angkat saja. Atau kamu mau aku yang angkat?" sergah Tomy. "Mantan pacarku. Dia punya utang padaku, tapi tingkahnya seakan aku yang berutang padanya," ungkap Aster pasrah. Tomy menepikan mobil. Dia lalu meminta ponsel Aster. Begitu telepon dari Reno kembali masuk, Tomy menekan tombol angkat. "Lama sekali kamu angkat. Jangan sok sibuk, Aster. Bukan k
Baca selengkapnya

Tak Bisa Menghindar

Hari kemarin Tomy tidak melanjutkan menuju tempat sahabat David yang lain. Dia membawa Aster kembali ke rumah. Dia sendiri lantas mengunci diri di kamar. Sementara Aster masuk ke kamar David. Namun Aster tidak tinggal lama. Dia pamit pulang ke rumahnya sendiri. Ibu mertuanya pun menyuruh sopir mengantar Aster pulang. Dia tidak mau ada apa - apa pada Aster. Terlebih Rendra memberitahu kalau kiriman makanan tempo waktu ternyata ada racun. Bukan racun yang mematikan. Namun tetap saja berbahaya. Rendra masih melacak bagaimana makanan tersebut bisa diracuni dan diantar. Aster tidak mengerti ada orang yang sampai berbuat demikian pada dirinya. Salah apa Aster pada orang itu? Lantas siapa orang tersebut? "Mbak Aster, mau berangkat sendiri apa sama aku?" tanya Fuad mengaburkan lamunan
Baca selengkapnya

Terpaksa Bertemu

Pesan Aster dibalas sendiri oleh nomor baru. Meski tidak perlu ada keterangan, Aster tahu milik siapa. Dia pun menyimpan nomor tersebut sebelum menjawab. Agaknya perlu berpikir panjang terlebih dahulu. Dia tidak bisa mengedepankan perasaan semata. /Saya harap kita bisa bertemu besok di hotel Semilir pukul 10 pagi. Saya perlu segera membereskan urusan rebranding ini./ Aster seakan mendengar nada tajam penuh tekanan. Sebuah perintah yang tak bisa diabaikan. Jelas harus dipatuhi tanpa tapi - tapi. Dan lama kelamaan Aster membenci hal tersebut. "Ayo pulang, Mbak," ajak Dini. Dia berdiri di dekat meja Aster, membelai perutnya. "Ayo, Din. Sudah ditunggu ya?" sahut Aster beranjak dari area kerjanya. Dini membenarkan. Mereka hendak memeriksakan kandungan Dini. Sampai di bawah, Dini menuju suaminya. Berpisah dengan Aster yang melanjut
Baca selengkapnya

Kepingan Yang Terserak

"Kapan?" cicit Aster. "Dia tidak mengatakan. Tiba - tiba dia mendapat telepon lalu pamit pergi," hela Tomy. Aster memejam mata sejenak. Dia menautkan tangan di pangkuan. Dia geram sendiri. Satu hal, dua hal, dia menemukan. Namun itu hanyalah potongan yang berbeda. Tidak dapar disatukan. Bagai keping puzzle yang berbeda posisi. Ditemukan acak tanpa adanya gambaran besar. "Kamu punya nomor telepon Andre?" tanya Aster. Sayangnya Tomy menggeleng. Dia bisa memotret Andre, tapi tidak mendapat kontaknya. Membuat Aster mengangguk pasrah. Dia mengaduk kopinya. Diminum perlahan beberapa teguk. "Dia tidak mengatakan apa pun soal perusahaannya? Nama? Alamat? Mungkin bisa kita cari," usul Aster. "Belum. Dia belum menyebutkan detail. Kurasa kita perlu kebetulan lain untuk bertemu Andre. A-pa..., mbak Aster tidak ada nomor y
Baca selengkapnya

Deja Vu

Aster mengerjakan tugas sebelum pergi ke tempat pertemuan. Dia memeriksa laporan yang Dini serahkan. Dini sempat memberitahu kalau Brian berada di luar negeri selama empat tahun belakangan. Dia kembali belum ada sebulan, dan langsung menjadi direktur baru. Pustaka Gemilang merupakan perusahaan besar di bidang penerbitan dan pendidikan. Juga merupakan bagian dari Antasena Grup. Nama grup yang membuat Aster berpikir keras. Dia pernah mendengarnya. "Papa Rendra," sebut Aster tercekat. Dia pun ingat pula kalau perusahaan ATK David juga menginduk pada Antasena Grup. Termasuk BaseFood. Semua masih terhubung dalam satu raksasa perusahaan. "Apa, Mbak?" heran Dini. "Knotty Papery dan BaseFood juga berada di bawah Antasena Grup kan? Sama seperti Pustaka Gemilang," kata Aster. Dini membekap mulut. Dia menoleh pada anak magang yang terkejut mendengarnya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status