Home / Pernikahan / Aku Ingin Bercerai, Pak CEO! / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!: Chapter 21 - Chapter 30

280 Chapters

21. Ular Berbisa

Sementara itu Kakek Roi tampak memperhatikan dari jauh, melihat Adhitama yang pergi membawa Sevia, sedangkan Risha malah pergi bersama Haris.Tentu saja hal itu membuat Kakek Roi bingung. Dia hendak menyusul Risha, tetapi Arin mencegah langkahnya.“Papa mau ke mana?” tanya Arin menghalangi langkah Kakek Roi.“Aku ingin melihat kondisi Risha, dia seperti tak baik-baik saja,” jawab Kakek Roi. Arin melirik ke arah pintu keluar, lantas kembali memandang Kakek Roi.“Papa tidak bisa meninggalkan pesta begitu saja, bagaimana reaksi para tamu jika Papa pergi? Aku yakin Risha baik-baik saja, lagi pula dia juga bersama kakaknya. Papa tetaplah di sini,” ucap Arin membujuk.Kakek Roi memandang ke pintu keluar dengan ekspresi cemas, tetapi akhirnya dengan terpaksa tetap tinggal di pesta meski dengan banyak pikiran macam-macam.Di luar hotel, Haris membawa Risha masuk ke dalam mobil, dia cemas melihat Risha yang kesakitan sambil memegangi perut. “Kamu baik-baik saja? Apa sangat sakit?” tanya Hari
Read more

22. Tidak Bisa Melihat Ketulusan

Adhitama memejamkan mata dan mengatur napasnya.Wajar Risha mengabaikannya, ia meninggalkan istrinya begitu saja di pesta.Namun, ia juga tidak bisa membiarkan Sevia kesusahan bernapas seperti tadi.Adhitama tidak senang berada di situasi seperti ini. Ia harus pulang, ia harus bertemu Risha.Adhitama bangkit dari duduknya dan kembali masuk ke ruang perawatan Sevia. Dia melihat wanita itu masih berbaring meski tidak memejamkan mata.“Kamu istirahat dulu di sini sampai benar-benar pulih. Aku tidak bisa menemanimu. Aku harus kembali,” ujar Adhitama datar.Sevia mengangguk pelan, tidak bisa menahan Adhitama di sana, dia takut kalau pria itu benar-benar marah kepadanya.“Iya, tidak apa-apa,” balas Sevia patuh. Adhitama hendak berbalik pergi, tetapi tertahan ketika mendengar Sevia berkata, “Mas Adhitama, pasti tidak akan cerita yang sebenarnya pada Kakek Roi, ‘kan? Aku tahu kalau Kakek Roi sangat menyayangi Kak Risha.”Alis Adhitama berkerut samar.“Mas Adhitama pernah cerita seperti itu,”
Read more

23. Percaya Diri

Adhitama memilih pergi saat mulut Arin tak lagi mengeluarkan kata-kata untuk menjawab.Adhitama bergegas pulang, ia harus bertemu dengan Risha di rumah. Namun, Adhitama lupa, Risha tidak ada di rumahnya. Adhitama memandang ruang tamu rumah sesaat setelah pembantu membukakan pintu.Tidak mendapati Risha di sana, perasaannya suram. “Apa mungkin dia pulang ke apartemen?” Adhitama bergumam lirih, hingga pembantunya mengira dia sedang memberi perintah."Maaf, Tuan?"Adhitama menoleh, menatap datar pembantunya kemudian meminta pembantu itu kembali beristirahat karena hari sudah malam.Adhitama menaiki anak tangga menuju kamar, tangannya melonggarkan dasi yang terasa mencekiknya. Punggungnya yang tegap tampak sedikit membungkuk seolah ada beban yang menekan pundaknya.Adhitama membuang dasi sembarangan lalu melepas jas yang dipakai. Pikirannya melayang, memikirkan ucapan Sevia. “Apa mungkin Risha berbuat sejauh ini hanya untuk bercerai dariku?”Adhitama menggelengkan kepala. Pikirannya
Read more

24. Mulai Gusar

Sudah lewat tiga hari dari pesta Kakek Roi dan hari itu Adhitama pergi ke kantor seperti biasa.Meskipun masih tak ada kabar dari Risha, tetapi Adhitama tidak memiliki waktu untuk memikirkan masalah rumah tangganya.Lagipula semenjak saat itu Risha selalu pergi darinya. Mungkin istrinya ingin waktu sendiri. Jadi, saat ini, Adhitama akan membiarkan Risha untuk menenangkan dirinya, dan jika sudah waktunya, Adhitama yang akan menjemput Risha.Saat ini, ia harus kembali bekerja. Adhitama sangat disiplin, memiliki masalah, tetapi tetap bisa fokus bekerja.Dia bergelut dengan dokumen yang perlu diperiksa saat Andre tiba-tiba membahas hal di luar pekerjaan setelah meminta tanda tangannya. “Pak, Pak Haris masih tidak masuk kantor, padahal ini sudah tiga hari,” ucap Andre.Tangannya berhenti di salah satu dokumen mendengar ucapan Andre. Sekarang, yang disampaikan Andre membuat Adhitama agak gelisah.“Jika tidak ada lagi yang akan kamu bahas, kamu boleh pergi,” balas Adhitama tak acuh.Namun,
Read more

25. Wanita Yang Putus Asa

Risha saat ini sedang duduk di atas ranjang pesakitan rumah sakit. Risha memandang lurus ke jendela, tetapi tatapannya tampak begitu kosong, bahkan wajahnya juga terlihat sangat pucat.Haris yang baru saja menemui dokter mendekat melihat Risha yang terus melamun.“Istirahatlah agar kondisimu semakin membaik,” ucap Haris.Risha hanya diam, setelah beberapa saat kemudian menoleh karena Haris menyentuh tangannya. Dia menatap sendu, terlihat jelas banyak kesedihan dan kepedihan dari pancaran mata Risha.Haris tidak tega melihat kondisi Risha. Adik angkatnya itu sekarang tak ceria dan tak selalu tersenyum seperti dulu.“Bawa aku pergi dari sini, Kak, terserah mau ke mana asal bisa pergi dari sini,” pinta Risha dengan tatapan memelas.“Tapi kondisimu belum stabil, tunggu kesehatanmu pulih, ya.” Haris mencoba membujuk.Risha menggeleng dengan air mata yang menggenang di pelupuk.“Aku merasa sesak di sini,” lirih Risha seperti menahan sakit.Haris benar-benar tak tega melihat kondisi Risha
Read more

26. Hal Bodoh

Risha masih mencoba mengendalikan rasa sesaknya. Mengatur emosi yang didominasi oleh rasa sakit dan kecewa hingga akhirnya ia bisa sedikit tenang.Perlahan Risha melepas pelukan Haris, menyeka air mata yang membasahi paras cantiknya. “Aku memang sangat benci dengan segala sikap dan perlakuan Mas Tama. Tetapi, aku juga tak bisa memungkiri kalau aku benar-benar mencintainya. Dia adalah cinta pertamaku, satu-satunya pria yang aku cintai,” ucap Risha lirih. Haris hanya diam mendengar ucapan Risha. Dia tahu kalau Kakek Roi dan Kakek Risha memang bersahabat sejak lama, bahkan dulu mereka sering sekali bermain golf atau sekadar minum kopi bersama sambil membawa Adhitama dan Risha saat mereka masih kecil.Haris sendiri masih tak menyangka jika Risha bisa jatuh cinta pada Adhitama sedalam itu. Dia juga masih ingat hari di mana Risha berkata padanya bahwa sangat bahagia dijodohkan dengan Adhitama.Kini Haris tahu alasan Risha memilih bertahan sejauh ini, meski pada akhirnya sekarang Risha ber
Read more

27. Kenangan Masa Lalu

Saat Risha tiba di rumah orang tuanya bersama Haris, ia duduk cukup lama di tepian ranjang, memandang meja kerja yang ada di kamarnya.Risha berjalan mendekat lalu membuka laci yang ada di sana. Dia melihat kotak berwarna cokelat tergeletak apik di laci itu.Risha mengeluarkannya kemudian membuka, dia melihat foto-foto masa kecilnya juga beberapa benda lain. Risha tersenyum kecil melihat foto-foto masa kecil yang membahagiakan, meskipun air mata ikut menetes bersamaan dengan senyumnya.Risha melihat dirinya dan Adhitama di dalam foto itu. Di sana mereka masih kecil.Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Ia senang menatap foto itu, namun gurat kepedihan juga ada di dalam tatapan matanya.“Ternyata waktu berlalu begitu cepat,” gumam Risha dengan senyum getir di wajah.Risha ingat pertemuan pertama mereka saat dia berumur delapan tahun sedangkan Adhitama berumur sebelas tahun. “Kamu dulu sangat baik dan perhatian,” gumam Risha menambah rasa pedih yang menyiksa di rongga dada.Sikap Ad
Read more

28. Tidak Mungkin Nyata

Malam itu Adhitama masih lembur di kantor. Dia mengecek beberapa berkas yang masih bertumpuk di meja kerjanya.Sudah beberapa hari ini, ia lebih memilih menghabiskan hari-harinya di kantor. Ia tidak ingin pulang ke rumah di mana hanya para pembantunya yang menyambutnya.Saat Adhitama masih fokus bekerja, ponsel Adhitama berbunyi. Ada nama Ayah tertera di sana. Pria itu mengambil ponsel dan mendekatkannya ke telinga. “Ada apa, Pa?” ‘Kakek memintamu datang ke rumah. Datanglah sekarang!’ perintah Roshadi dari seberang panggilan.Adhitama mengerutkan kening mendengar perintah Roshadi. “Aku sibuk, Pa.”‘Jangan keras kepala! Cepat ke sini!’Adhitama cukup terkejut mendengar Roshadi berbicara agak memaksa. Namun, ia tidak ingin membuat ayah dan kakeknya mungkin akan memarahinya lagi atas sikapnya belakangan ini, jadi ia lebih baik menuruti permintaan ayahnya untuk pulang.Saat ini ia sedang tidak berada dalam suasana hati yang baik. Adhitama tidak ingin menambah pikiran dengan menerima amuk
Read more

29. Menghilang Selamanya

Beberapa detik kemudian Adhitama tersadar lantas mengejar Haris. Dia melihat mobil Haris yang baru saja akan meninggalkan halaman rumah Kakek Roi. Adhitama berlari dengan cepat, lantas menghadang mobil Haris yang sudah berjalan pelan. “Turun!” perintah Adhitama sambil berdiri di depan mobil. Haris menatap Adhitama yang menghadangnya. Dia turun seperti apa yang Adhitama minta. “Kamu pasti berbohong soal Risha, ‘kan?” tanya Adhitama. Dia masih tak percaya dengan kabar yang diberikan Haris. “Bohong katamu?” Haris mendengkus. “Memangnya kematian itu sebuah candaan?” Haris menatap datar Adhitama. “Kalau memang itu benar, aku ingin melihat makamnya langsung. Tunjukan padaku di mana makamnya?” Adhitama tetap tak percaya meski Haris sudah menjelaskan berkali-kali. Haris masih memandang datar, lalu membalas ucapan Adhitama dengan tegas. “Kamu memang tidak punya perasaan, ya? Risha sudah berpesan jika tidak mau kalau kamu sampai menginjakkan kaki di makamnya. Dia sudah meninggal, bagaima
Read more

30. Menyombongkan Diri

Esok paginya, Adhitama terbangun di ranjangnya. Ketika bangun ini perasaannya masih kacau.Perlahan, Adhitama bangun dan duduk. Rambut dan pakaiannya berantakan, pria itu bahkan tidak mengganti pakaiannya sejak tiba di rumah tadi malam.Adhitama membuang napasnya kasar. Ia masih belum bisa menerima kabar kematian Risha, tetapi ia juga tidak tahu harus berbuat apa.Semua ini terlalu mendadak untuknya.Namun, jika hari ini Adhitama hanya berdiam diri di rumah, bisa-bisa ia jadi gila.Sebaiknya ia pergi ke perusahaan, lagipula hari ini ada rapat yang harus Adhitama hadiri.Saat sampai di kantor, Adhitama melihat Andre yang sudah tiba dan menyambut kedatangannya. “Pak, kenapa pagi-pagi sekali Anda sudah datang?" tanya Andre agak bingung."Pagi-pagi sekali?" Adhitama balas bertanya kemudian memutar pergelangan tangan untuk melihat jam yang melingkar di sana. “Aku hanya tiba lima menit lebih cepat, lagipula hari ini ada rapat, bukan?”Saat Adhitama melihat raut wajah Andre yang berubah mur
Read more
PREV
123456
...
28
DMCA.com Protection Status