Semua Bab Pembalasan Terindah untuk Wanita yang Menyakiti Ibuku: Bab 11 - Bab 20

142 Bab

Mereka Akan Menderita

"Aduh," teriak Liqa, kemudian ia berbalik arah sehingga Liqa dan Melia berhadapan."Makanya punya mulut itu digunakan untuk berbicara baik-baik," kata Melia dengan sinis."Mulutmu lebih kotor lagi, mulut sampah!" kata Liqa dengan tenang. Melia yang emosi agak lengah dan mengendurkan tarikan rambut Liqa. Liqa berusaha melepaskan rambutnya dari tangan Melia, kemudian gantian ia yang menjambak rambut Melia.Rosita yang sedang berjalan mendekati pun berteriak."Lepaskan! Dasar perempuan kotor, tak tahu diri!" teriak Rosita."Yang kotor itu kamu bukan aku. Dasar pelakor nggak punya malu. Urat malu sudah putus dengan menggadaikan tubuhnya pada suami orang." Liqa melepaskan tangannya dari rambut Melia kemudian melangkah pergi. "Awas akan aku adukan pada Ayah," teriak Melia sambil merapikan rambutnya.. Liqa sudah tidak peduli lagi, ia pun segera mengendarai motornya dan keluar dari rumah itu.Sepanjang perjalanan Liqa tampak sangat kesal. Ia masih emosi dengan kejadian tadi. "Lihat saja pem
Baca selengkapnya

Ada Maunya

"Tante sedang banyak masalah, usaha Om Hendri sedang sepi. Banyak klien yang belum membayar, akhirnya produksi menjadi terhambat," kata Farida dengan pelan kemudian menarik nafas panjang.Liqa sudah tahu arah pembicaraan tantenya itu, pasti berhubungan dengan uang."Dan tentu saja pemasukan menjadi berkurang termasuk uang belanja untuk Tante dan untuk kebutuhan Gio dan Irene. Sebenarnya Tante malu untuk mengatakan semua ini, tapi karena terpaksa, mau tidak mau harus Tante katakan. Tante mau meminjam uang sama kamu, bulan pertengahan bulan depan Tante kembalikan," lanjut Farida. Giovani dan Irene adalah anak Farida, mereka terbiasa hidup mewah."Benar dugaanku," kata Liqa dalam hati."Memangnya Tante mau pinjam berapa?" tanya Liqa."Dua puluh juta saja, nanti Tante kembalikan dua puluh satu juta."Liqa kaget mendengar nominal yang disebutkan oleh Farida. Memang uang di rekening Liqa lebih dari itu, tapi ia sudah berjanji akan menggunakan uang itu sebaik mungkin."Banyak sekali Tante!"
Baca selengkapnya

Sial

Melihat makanan dan snack yang tertata rapi di raknya, membuat Liqa mengingat Nayla, anak Esti. Nayla paling senang kalau diajak membeli jajan disini. Tanpa sadar, Liqa pun mengambil beberapa buah Snack dan makanan yang lainnya. Liqa berpikir untuk mampir ke rumah Esti. Setelah selesai berbelanja, ia keluar dan meletakkan belanjaan di motor."Liqa?" panggil seseorang yang sangat ia kenal. "Ayah?" sahut Liqa."Mau kemana?" tanya Farhan, ayah Liqa."Ke rumah Tante Esti.""Wah, sedang banyak uang nih. Tuh belanjaannya banyak. Kamu itu selalu merepotkan Kakek dan Nenek, kamu minta uang sama mereka, kan?" celetuk Rosita yang baru turun dari mobil.Liqa diam saja. Ia sudah muak dengan Rosita."Kalau ditanya itu jawab," kata Rosita."Sudahlah, Bu. Nggak usah bikin keributan disini," kata Farhan berusaha menenangkan Rosita."Siapa juga yang membuat keributan. Aku cuma mau mengetes telinga anakmu, masih berfungsi nggak? Ditanya baik-baik malah diam saja. Jangan-jangan anakmu sekarang sudah t
Baca selengkapnya

Hidup Menumpang

"Kenapa Ara tidak jujur padaku? Kenapa harus membohongiku? Aku benar-benar kecewa dengan mereka.""Aku kira Ara itu teman baikku, ternyata bukan."Semua pertanyaan itu melintas dipikiran Liqa. Rasa sedih, kesal dan terluka memenuhi hati dan pikirannya. Tak terasa air mata menetes di pipi Liqa. Drtt…drtt ponselnya berdering, ia melihat nama yang tertera di layar ponsel, Ara. Liqa pun mendiamkan saja, ia sedang malas berinteraksi dengan Ara. Ia merasa Ara mengkhianatinya. Tok…tok, suara orang mengetuk pintu kamar Liqa."Liqa, Liqa." Bu Tari memanggil cucunya.Liqa hanya diam saja, kalau ia menyahut, akan jadi pertanyaan kenapa mata Liqa sembab. "Liqa!" Bu Tari memanggil lagi."Maafkan Liqa, Nek. Liqa membohongi Nenek, terpaksa pura-pura tidur," kata Liqa dalam hati.Ceklek! Pintu kamar Liqa dibuka oleh Bu Tari bersamaan dengan ponsel Liqa yang berdering lagi.Bu Tari pun mengangkat panggilan di ponsel itu karena ia mengenal siapa yang menghubungi Liqa."Halo," sapa Bu Tari."......."
Baca selengkapnya

Apa Salah Kami?

"Maaf Kek. Liqa mau mandi," kata Liqa."Mandi? Jam segini baru mandi? Dari tadi kemana saja?" kata Pak Umar dengan nada tinggi. Ia heran, karena biasanya Liqa sudah mandi sebelum magrib. Liqa tersentak, karena baru kali ini kakeknya berkata dengan intonasi tinggi padanya. Ia merasa dimarahi oleh Pak Umar. Hatinya sangat kecewa, ia pun menunduk. Bu Tari yang melihat ekspresi wajah Liqa menjadi iba. "Tuh kan. Tadi sudah aku bilang, anak gadis kok jam segini baru mandi. Malah tadi aku datang baru bangun dari tidur. Dasar pemalas, hidup menumpang kok kayak bos," kata Farida memprovokasi Pak Umar. Pak Umar hanya menggeleng-gelengkan kepala saja. Ia sudah sangat paham dengan watak anaknya itu. Selalu menganggap orang lain itu salah, hanya dirinya yang paling benar."Sudah selesai ngocehnya? Ayo salat magrib dulu, nanti setelah salat ngocehnya disambung lagi. Liqa, buruan mandi," perintah Pak Umar."Iya, Kek!" Liqa segera menuju ke kamar mandi. Ia merasa sedih karena tadi kakeknya sempat
Baca selengkapnya

Jangan Pacaran

"Iya, Tante Farida mau meminjam uang sama Liqa." Liqa berkata dengan pelan."Berapa?" tanya Bu Tari."Diam kamu, atau aku usir kamu dari sini." Farida beranjak dari duduknya dan mendekati Liqa. Liqa sudah tidak mau lagi mengalah, ia bertekad akan melawan Farida."Dua puluh juta!" sahut Liqa dengan tegas."Apa?" Bu Tari membelalakkan matanya."Untuk apa uang sebanyak itu Farida?" tanya Pak Umar sambil mengelus dadanya. "Untuk apa!" bentak Pak Umar."U…untuk kebutuhan sehari-hari," jawab Farida dengan pelan."Memangnya Hendri tidak memberi nafkah?" tanya Bu Tari."Tentu saja masih memberi nafkah," kilah Farida."Terus untuk apa uang itu?" cecar Bu Tari."Tadi kan aku sudah ngomong," elak Farida. Liqa tersenyum melihat Farida gugup."Rasain Tante! Coba Tante selalu bersikap baik sama Liqa, mungkin Liqa mau meminjamkan uang. Makanya jangan sombong," cibir Liqa dalam hati. Farida yang menatap Liqa menjadi semakin kesal."Awas kamu Liqa, aku akan membuat perhitungan padamu," kata Farida
Baca selengkapnya

Terlalu Menghayati Peran

[Liqa, beberapa kali aku menelponmu, tapi tidak kamu angkat. Kamu marah sama aku ya?][Aku mau jujur sama kamu. Aku dan Naren memang berpacaran, maaf aku menyembunyikan semua ini. Termasuk ketika aku putus dengan Rifky.][Naren selalu ada untukku, dia yang menghiburku ketika aku sedang patah hati. Ternyata selama ini Naren memang menyukaiku, tapi karena aku masih punya pacar, jadi Naren mengalah.][Maaf kalau aku membuatmu patah hati. Aku tahu kalau kamu menyukai Naren. Walaupun kamu menutupinya, tapi aku tahu. Sebenarnya aku sudah menolak Naren, karena aku tidak mau menyakiti kamu. Tapi Naren tetap menegaskan kalau ia sangat mencintaiku. Kamu tahu kan kalau aku gampang luluh.][Semoga kamu mau memaafkan aku. Aku yakin kamu nanti akan mendapatkan laki-laki yang mencintaimu dengan tulus. Karena akan sangat menyakitkan kalau kamu tetap berharap pada Naren, sedangkan Naren mencintai orang lain.]Air mata Liqa mengalir membaca pesan dari Ara. Berbagai pertanyaan muncul di kepalanya."Kok
Baca selengkapnya

Ribut

"Sudahlah Naren, nggak usah dibahas lagi. Aku tadi salah bicara," kata Liqa dengan mata yang berkaca-kaca.Naren menjadi iba melihat Liqa yang mau menangis. Ia pun memegang tangan Liqa, Liqa tampak terkejut, jantungnya berdebar-debar."Maafkan aku," kata Naren."Enggak, kamu nggak salah kok!" Liqa berusaha untuk tersenyum."Aku pasti akan merindukan saat-saat bersamamu. Bercerita, bercanda, melihatmu menangis dan main ke rumah Kakek." Naren berkata dengan serius."Liqa, sejujurnya aku sangat menyukaimu. Aku ingin kita punya suatu komitmen untuk masa depan kita nanti. Apa kamu mau berjanji kalau kita sama-sama berjuang kuliah dan setelah kuliah kita bisa bersama merencanakan masa depan. Impianku, suatu saat kita akan hidup bersama." Naren berkata dengan menatap Liqa. Liqa yang dari tadi deg-degan mencoba mengalihkan pandangan ke tempat lain."Naren, aku nggak tahu mau menjawab apa. Fokusku sekarang adalah keluar dari kota ini, kuliah dengan sungguh-sungguh. Bekerja, melihat Aksa mandir
Baca selengkapnya

Bumerang

[Ara, aku nggak nyangka kalau kamu berubah jadi seperti ini. Kamu juga tidak bercerita denganku ketika putus dengan Rifky. Inikah yang dinamakan teman? Aku pikir kamu itu teman baikku. Ternyata hanya aku yang menganggapmu teman, tapi kamu malah menganggapku musuh. Apakah karena Naren kamu menjadi seperti ini?] Liqa membalas pesan dari Ara.[Aku mencintai Naren, Naren juga mencintaiku. Jangan kamu mencoba untuk merebutnya dariku. Awas kalau kamu berani merebutnya!][Jangan khawatir, Ara. Kalau kalian saling mencintai, tidak akan ada yang bisa memisahkan kalian. Semoga kalian selalu bahagia.]Tidak ada lagi jawaban dari Ara. Liqa sangat heran dengan perubahan sikap Ara. Ia sangat sedih karena ia merasa sudah tidak bisa mengenali sahabat baiknya itu. "Semua ini gara-gara Naren. Kenapa kamu ganteng sih Naren? Makanya banyak yang tergila-gila denganmu. Termasuk aku, tapi aku cukup sadar diri. Aku harus menggapai impianku dulu. Aku yakin kalau emang jodoh, pasti ada jalannya," gumam Liqa.
Baca selengkapnya

Lebih Baik Menjauh

Setelah Liqa berkata panjang lebar, Liqa pun masuk ke kamarnya. Ia menangis sepuasnya. Hatinya sangat sedih, ia sangat kecewa dengan ayahnya. Kata orang, cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya. Tapi itu tidak berlaku untuk Liqa. Ayah di mata Liqa adalah sosok yang tidak bertanggung jawab, selalu marah-marah dan tidak pantas dijadikan panutan."Farhan, pikiranmu sudah dibutakan oleh Rosita. Liqa itu anak kandungmu sendiri, kenapa kamu selalu marah-marah tidak jelas padanya? Kamu lebih membela Melia daripada Liqa. Apakah didalam doa Melia selalu menyebut namamu? Kalau melihat wataknya Melia, tidak mungkin dia akan berdoa untukmu. Salat saja belum tentu. Tapi Liqa selalu mendoakanmu, semoga kamu mendapatkan hidayah dan membukakan pintu hatimu untuk Liqa dan Aksa. Kamu sudah menyakiti Ibu mereka, sekarang kamu pun selalu menyakiti hati mereka. Kamu nggak pantas disebut Ayah!" Pak Umar sudah sangat marah pada Farhan."Farhan, jujur saja, Ibu malu sekali memiliki anak sepertimu. Oke la
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
15
DMCA.com Protection Status