Semua Bab MENANTU PILIHAN IBU: Bab 51 - Bab 60

67 Bab

51. KECUPAN PERTAMA

Kecupan pertama             Sesampainya di rumah, aku berinisiatif untuk membantunya berganti pakaian, tetapi Kak Zaki menolak halus membuatku jadi merasa bersalah. Sepanjang perjalanan pulang dari rumah sakit, Kak Zaki diam saja. Tidak bicara sepatah katapun, padahal tadi katanya mau pergi jalan-jalan, tetapi kami berakhir di rumah.              Ini semua salahku, andai saja tadi aku tidak berdiri terlalu dekat di depannya, semua ini tidak akan terjadi. Mana aku tahu kalau ada anak kecil berlarian dan menyenggol tubuhku yang mengakibatkan tubuhku jatuh menimpa tubuh Kak Zaki. Yang paling fatalnya lagi, kami berkecupan di tempat umum.              Beruntungnya Kak Zaki tidak marah saat itu, aku sendiri terkejut, kenapa jatuhnya harus di posisi seperti itu. Padahal hanya ingin membersihkan es krim yang belepotan di bibir Kak Zaki. Akh, aku jadi salah tingkah di depan Kak Zaki, bingung harus bagaimana, sepertinya Kak Zaki tidak suka, oleh sebab itu dia diam saja sejak p
Baca selengkapnya

52. RUANG BAHAGIA

RUANG BAHAGIA             Sayup-sayup terdengar suara azan subuh mulai memanggil setiap umat muslim untuk menunaikan salah subuh. Aku bergeliat untuk merenggangkan tubuh. Begitu membuka mata aku terkejut saat tangan Kak Zaki melingkar di tubuhku. Aku mematung berpikir bagaimana kalau dia bangun dan melihat ini, mungkin akulah yang disalahkan, kenapa berani untuk tidur di sebelahnya apalagi di ranjang miliknya ini.              Aku berusaha membangunkan Kak Zaki, tetapi pria itu justru makin mengeratkan pelukannya sambil mengoceh tak jelas. Aku terpaku, haruskah mempetahankan posisi ini sampai dia bangun. Akh, tidak bisa, aku harus keluar dari tempat ini, karena  harus salat.              “Kak.... Kak Zaki,” elusku lembut pada lengannya.              “Hmmm.”             “Ayo bangun sudah pagi, Rumi mau salat subuh.”             “Tunggu, sebentar lagi.... aAu kedinginan Rum, mau peluk kamu,” ocehnya dengan mata terpejam. Aku nyaris tidak percaya apak
Baca selengkapnya

53. DEBARAN

DEBARAN             Aku beranjak ke kamar begitu semua urusan perdapuran selesai. Karena Kak Zaki bilang akan pergi ke rumah sakit aku harus mempersiapkan keperluannya. Begitu sampai di kamar, kupikir Kak Zaki sudah bersiap ternyata  masih duduk di atas ranjangnya, entah apa yang dia lakukan.             “Kak, Rumi pikir udah bersiap, ternyata.....” Langkahku terhenti begitu melihat lebih dekat wajah Kak Zaki yang meringis menahan sakit. “ Kak Kenapa?” tanyaku khawatir berlari ke arahnya segera.              “Aduh, Rum.... Tanganku sepertinya terkilir.”             “Kok bisa?” ucapku cepat segera melihat lengan yang dipengang oleh tangannya.              “Ya biasalah. Aduh, pelan-pelan, Rum,” lirihnya  menahan sakit.              “Astaga, Kak. Kok nggak hati-hati sih.” Aku memijat tepat di sikunya lalu Kak Zaki setengah berteriak. “Udah, kita nggak usah jadi ke dokter aja, Rumi panggilkan tukang pijat langganan Kak Zaki aja ya.”             Kak Zak
Baca selengkapnya

54

DIA YANG DARI MASA LALU“Membiarkan mereka berdua bicara adalah sebuah kesalahan.”Kak Zaki harus menelan kecewa sebab dokter menyarankan dirinya harus banyak istirahat dan belum boleh terlalu banyak gerak. Jelas perbedaannya bergerak di saat tubuh berbaring dengan pergerakana kaki saat berjalan. Gerakan yang telalu tiba-tiba dan reflek bisa mengakibatkan ngilu yang tidak tertahankan. Oleh sebab itu dokter menyuruh Kak Zaki untuk menahan keinginannya dan berlatih lebih giat selama dua minggu ini. Aku tersenyum melihat raut wajah Kak Zaki sejak keluar dari ruangan Dokter Hasan. Wajah itu terlihat kecewa dan menahan getir, tetapi menahan malu setengah mati juga saat dokter Hasan tersenyum sambil mengatakan. “Pak Zaki, menahan diri karena hasrat adalah sebuah pahala, nikmatnya puasa ada setelah berbuka. Untuk saat ini puasa, menahan semua nafsu yang ada di tubuh, maka setelah itu nikmat dan berkahnya akan dituai saat waktunya berbuka.Sabar ya, Pak.” Dokter Hasan menahan se
Baca selengkapnya

55. MASALAH BERTUBI-TUBI

MASALAH BERTUBI-TUBI“Walau perih, tetapi aku harus bersikap bijak dalam hal ini” Sepanjang perjalanan dari rumah sakit aku lebih banyak diam begitupun dengan Kak Zaki. Mode dingin kembali merasuki jiwanya. Setelah selesai bicara dengan Tiara, Kak Zaki memutuskan untuk pulang, lagipula hari sudah sore, tidak mungkin lagi mengajaknya untuk singgah ke toko musik walau sebentar. Taksi online melesat cepat membawa kami sampai di rumah dengan selemat. Kubantu Kak Zaki turun dari mobil dan memperhatikan langkahnya supaya tidak terjatuh. Masih membopongnya untuk masuk ke dalam rumah selangkah demi selangkah. “Kenapa, Kak? Apa nyeri?” tanyaku khawatir memastikan kondisi kakinya.“Bukan kakiku, Rum, tapi tanganku yang nyeri.” Aku melirik lengan kirinya yang masih terlihat bengkak. “Besok kalau masih sakit, panggil Kang Sardi aja lagi, Kak.”“Nggak bisa, Rum. Kalau bengkak gini di urut malah makin sakit, kamu nih gimana sih. Senang kamu lihat a
Baca selengkapnya

56. GUSAR

GUSAR “Perasaan ini masih ada untuknya, tetapi hati ini gusar karena sebuah nama yang singgah sementara” “Apa yang harus kulakukan, Rum? Apa yang harus kulakukan?” Isaknya menahan perih. “Aku marah, sangat marah padanya, tapi jujur, aku senang melihatnya setelah sekian lama. Paras yang kurindukan kini hadir di hadapanku menawarkan kebaikan untukku.” Aku mencoba kuat, tersenyum di hadapannya untuk menguatkan dirinya yang terlalu rapuh dengan perasaannya sendiri. Sambil mengangkat kedua lengannya dan kuletakkan di dadanya. “Tanya hati Kakak, karena Kakak yang tahu jawabannya. Apakah dengan menerimanya kembali akan menjadikan diri Kakak lebih baik atau malah sebaliknya.” “Tapi, Rum....” “Rumi tahu tidak pantas mengatakan hal ini. Tapi, Rumi tidak ingin Kak Zaki berada dalam keraguan. Kak Zaki sudah punya Rumi yang akan bantu segala hal yang Kakak butuhkan, toh Kakak nggak perlu orang lain untuk itu. Tapi, Rumi tidak
Baca selengkapnya

57. PERTENGKARAN

PERTENGKARAN“Aku butuh kejelasan, sebenarnya seperti apa aku di matamu.”Selesai salat berjamaah, tidak satupun dari kami mengungkit apa yang terjadi tadi malam. Daripada mengungkit hal itu lebih baik membahas hal lain atau diam. Selepas itu, aku menyibukkan diri, membaca buku dan menulis tentang apa saja yang ingin kulakukan hari ini. Sementara Kak Zaki berbaring sambil bermain ponsel di atas tempat tidur. Berdua dalam satu ruangan tidak menjadikan kami sering mengobrol, apalagi habis berselisih tadi malam. Sedikit ada rasa canggung untuk memulai. Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, aku bergegas ke belakang untuk menjemur pakaian, lalu menyiapkan sarapan yang sudah kumasak sejak subuh tadi. Menyiapkan piring dan gelas di meja makan agar Kak Zaki tidak perlu mondar- mandir mengambilnya. Hening sejak kedatangan kami di meja makan, hanya suara sendok dengan piring yang saling beradu. Tidak ada pembicaraan sedikitpun sampai ponselku berbunyi. Aku be
Baca selengkapnya

59. RUANG BAHAGIA

LEPAS BAHAGIA“Gimana mau bosan, kalau kamu aja selucu ini”Ditepi tempat tidur sambil bersandar pada kepala ranjang, kedua tangan diamit erat seolah tidak ingin lepas. Pipi ini sudah jelas seperti kepiting rebus yang siap di santap, senyum pun merekah bak bunga mekar. Pria itu tidak lagi bertelanjang dada, sejak tadi sudah dibantu untuk memakai pakaian setelah memutuskan untuk berdamai. Sambil mengelus kepalaku yang sudah tidak berjilbab, dirinya entah sudah yang keberapa kali mendaratkan kecupan di kepala ini. “Ih, Kak jangan sering-sering,” tolakku saat satu kecupan mendarat lagi di kening ini. “Loh, kenapa? nggak suka?” tanyanya dengan wajah terkejut sambil menangkup wajahku. “Hmmmm, bukan.” Sungguh malu sekali melihat Kak Zaki dalam posisi yang berjarak sempit ini. “Terus kenapa?” tanyanya lagi tanpa memperbolehkan diri ini berpaling. “Nanti Kakak bosan,” ucapku asal tapi sukses membuat dia tertawa keras. “Gimana
Baca selengkapnya

58. CONTEMPLATION

COMTEMPLATION“Dirinya terlalu samar untuk diriku yang butuh kejelasan.”Masih dengan posisi yang sama, meringkuk memeluk lutut sambil merenungi kesalahanku hari ini. Tangis belum juga reda dan dada masih terasa sesak. Kuliirik jam yang berdentang menunjukkan pukul 9 tepat, tanpa sadar berada di posisi ini sudah dua jam lebih. Ponselku berdenting, sebuah pesan masuk dari Bang Kemal.[Rum, sudah di mana?]Begitulah bunyi pesan itu yang tampil di layar bar tanpa membuka aplikasi pesan itu langsung terbaca. Karena terlalu hanyut dengan perasaan ini membuatku lupa mengabari Bang Kemal. [Maaf ya, Bang. Rumi nggak bisa hadir. Kasihan Kak Zaki nggak ada yang temani.]Seperti itulah alasanku, setelah itu kumatikan ponsel tidak ingin diganggu oleh siapapun. Aku masih ingin meresapi perasaan ini, memikirkan bagaimana caranya untuk meminta maaf kepada Kak Zaki. Keras dan angkuhnya itu belum bisa terpatahkan. Kak Zaki terlalu samar untuk kutelus
Baca selengkapnya

60. SURAM

SURAM“Sebentar ya, Bang, Rumi buatkan minum dulu,” ucapku tersenyum lalu meninggalkan keduanya di ruang tamu. Sepeninggalanku keduanya tidak banyak bicara, sesekali curi-curi pandangan ke arah mereka, tetapi keduanya masih diam membisu, tidak seperti biasanya. Aku hanya berharap semoga apa yang kutakutkan tidak terjadi, masalah pertengkaran aku dan Kak Zaki semoga saja tidak menjadi masalah bagi hubungan perteman mereka. Semoga Kak Zaki bisa bersikap biasa saja kepada Bang Kemal. “Ini Bang, silakan di minum,” ucapku mempersilakan Bang Kemal. Kubuatkan dua teh hangat untuk dirinya dan juga Riyan, sekaligus ada camilan roti kaleng yang sudah kutaruh dipiring agar mempermudah keduanya untuk mengambilnya. “Terima kasih, Rum,” balasnya sambil tersenyum. Aku ambil duduk di single sofa yang letaknya tidak jauh dari Kak Zaki dan Bang Kemal. Namun, belum juga duduk lenganku tertahan. “Kamu mau ke mana, Sayang?” tanya Kak Zaki tiba-tiba. Aku terhent
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status