Home / Pernikahan / MENANTU PILIHAN IBU / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of MENANTU PILIHAN IBU: Chapter 21 - Chapter 30

67 Chapters

21 . TENTANG KEMAL

Sebuah janji yang kuikrarkan dalam hati, sesungguhnya untuk menghalalkan sang bidadari yang sudah mengisi hati ini sejak lama. Namun, aku takut untuk mengatakannya sebab menjaga dirinya. Sudah menunggu waktu yang tepat, yaitu mengatakan niatku untuk menikahinya setelah wisuda. Niat ini sudah lama terpendam, demi dirinya yang sudah kucinta sejak lama. "Rum, bisa nanti temani aku ke toko buku, aku ingin membelikan sesuatu."Butuh keberanian saat aku mengajak Rumi untuk menemani ketoko buku, sebab aku belum pernah sekali pun mengajaknya pergi berduaan. Biasanya jika kami jalan bersama selalu ada temanku atau teman Rumi yang ikut bersama kami. Kalaupun berdua itu pun untuk membahas tentang kuliah dan skripsi bersama dosen pembimbing.Aku lupa sejak kapan bisa menyukai Arumi. Bagiku dia adalah perempuan paket lengkap. Dari segi ibadah, paras, perilaku dan juga aku memang menyukainya sedari dulu. Pembawaannya juga sederhana, malu dan iman menjadi pakaia
Read more

22 . HATI YANG BIMBANG

‘saat aku mulai menerima keadaan, kenapa dia harus muncul dan mengganggu pikiranku’Aku merasa tidak enak dengan Bang Kemal, entah mengapa perasaan ini jadi tidak menentu. Bukankah seharusnya tidak boleh, sebab aku sudah bersuami. Kutatap Bang Kemal yang diam saja sejak Pak Romo memperkenalkan diriku sebagai istri Kak Zaki. Sementara Kak Zaki tidak bergeming sedikitpun, tak acuh padaku. Suasana meja makan saat itu sangat hening, hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Pak Romo makan dengan lahap, begitupun dengan Kak Zaki dan juga Bang Kemal. Apa hanya aku saja yang jadi tidak berselera makan.“Alhamdulillah, Rum. Masakanmu benar-benar enak, iyakan Zaki?” Pak Romo memuji masakan ini, aku hanya tersenyum membalasnya. Sementara Kak Zaki hanya berdeham malas merespon pertanyaan Papanya. Pak Romo yang tahu bagaimana sikap Zaki tidak mempermasalahkannya. Dia melirik ke arah Bang Kemal yang baru selesai makan. “Bagaimana Kemal, n
Read more

23 . TIGA RASA

POV. 3Zaki tersenyum begitu melihat Kemal masuk ke kamarnya. Sebelum itu memang dirinya sudah diberitahu oleh Arumi bahwa Kemal ingin berbicara dengannya. “Mal, sini,” ujar Zaki begitu Kemal berjalan ke arahnya. Zaki menyuruh Kemal duduk di sebelahnya sambil memandang pemandangan langit pagi lewat jendela kamarnya. “Akh, ternyata begini aja kamar pengantin baru,” ejek Kemal begitu sudah duduk di sebelah Zaki. Zaki menyambutnya dengan tawa yang lebar.“Akh, bisa aja, Mal, biasa aja kalee... nggak ada yang spesial dari pernikahanku, kok.” Kemal tersenyum mendengar jawaban sahabatnya itu. “Memang tidak ada yang spesial, tetapi pasti menakjubkan.” Tawa Kemal membuat Zaki ikut tertawa juga. “Hmmm, sudah lama banget aku nggak tertawa seperti ini, Mal. Biasanya hari-hariku selalu sepi dan membosankan.”Kemal menepuk bahu Zaki seraya untuk menguatkannya. “Tapi sekarang nggak ‘kan? Sudah ada istri, pasti semakin romantis,” ejek K
Read more

24 . PELAMPIASAN

Sudah Seminggu sejak pernikahanku dengan Kak Zaki, semuanya berjalan baik-baik saja dan yah, seperti biasa Kak Zaki masih dengan sikap dingin dan cueknya. Kami memang tidur tetap dalam satu kamar, tetapi Pak Romo tidak tahu kalau kami tidak berada di ranjang yang sama. Aku cukup tahu diri untuk merebut ranjang milik Kak Zaki, jadi ketimbang adu mulut dengannya, lebih baik aku ambil tempat di bawah atau di sofa. Beruntungnya Kak Zaki membolehkan aku memakai meja belajarnya untuk kugunakan mengetik skripsiku yang tinggal revisi bab terkahir. Masalah hubungan suami istri, aku dan Kak Zaki tidak pernah membahasnya. Untuk memulainya saja bingung harus bicara dari mana. Jadi kami tidak pernah membicarakan masalah pribadi atau apapun itu jika tidak terlalu penting sekali. Komunikasiku dan Kak Zaki juga terbilang cukup jarang. Aku cukup tahu diri, dia tidak menyukai dan menganggap diri ini adalah masalah dalam kehidupannya, jadi aku pun tidak perlu mengubris apa
Read more

25 . JADWAL TERAPI

Akhirnya kami pergi ke rumah sakit yang sudah disiapkan oleh pak Romo untuk terapi Kak Zaki. Hari ini aku, Pak Romo dan Kak Zaki menemui dokter kenalan keluarga tersebut menggunakan mobil yang dikemudikan Pak Supri, sopir pribadi beliau. Selama perjalanan sikap Kak Zaki masih sama, dingin, cuek dan tidak banyak bicara. Sesekali Pak Romo mengajakku bicara menanyakan soal skripsi dan juga kegiatan mengajar di rumah singgah milik Bang Kemal. “Bagaimana kegiatan mengajarmu, Rum? Apakah ada kendala?” tanyanya sambil tersenyum lebar menoleh ke belakang. “Hmm, sejauh ini baik, Pak,” jawabku sekadarnya saja.“Kau senang?” tanyanya dengan mengangkat ujung bibirnya sedikit, seolah ingin memastikan. “Alhamdulillah sangat menyenangkan.” Tawa Pak Romo memenuhi hawa dalam mobil. Dahi ini mengernyit, menelisik ekspresi Pak Romo bagian mana dari jawabanku yang membuat diirnya sampai tertawa seperti itu. Sementara Kak Zaki masih dengan sikap tidak pedulinya,
Read more

26 . PERMULAAN

Hari ini aku bangun lebih cepat, sebelum subuh sudah berberes di dapur. Memasak, mencuci, menyapu dan membereskan rumah. Bukan tanpa sebab, karena tugas baru tengah menunggu yaitu membawa tuan muda itu jalan-jalan pagi. Menurut pemikiranku jalan-jalan pagi paling segar dikerjakan sekitar pukul setengah enam. Hawanya masih segar dan membuat suasana hati juga nyaman. Setelah selesai salat subuh aku berniat membangunkan Kak Zaki untuk melaksanakan salat lalu mengajaknya jalan-jalan. Kusambut hari dengan bersenandung sedikit, aku juga tidak perlu repot untuk memikirkan cara mengajaknya untuk jalan pagi hari ini, sebab sewaktu pulang dari rumah sakit, Pak Romo sudah mewanti-wanti Kak Zaki untuk konsisten melakukan saran dokter kalau ingin sembuh. Hmm, Aku bersyukur, setidaknya nggak perlu mengeluarkan usaha memikirkan cara untuk mengajaknya memulai rutinitas baru. Azan berkumandang tepat pukul 5 pagi, kupercepat kegiatan ini yang hanya tinggal mencuci pirin
Read more

27 . WAKTU UNTUK SINGGAH

Rutinitas baru yang selalu kulakukan bersama Kak Zaki sudah berjalan selama tiga hari. Dan selama itu juga ada saja tingkahnya yang membuatku naik darah menghadapi sikap keras kepalanya. Dirinya tidak hanya menyulitkanku tapi juga dirinya sendiri. bagaimana tidak, selain mulutnya yang mengeluarkan kata-kata pedas, sikapnya juga membuat tandukku ingin keluar menerjangnya. Seperti kemarin, saat aku akan kembali membawanya ke SMA kami, dirinya menolak keras dan ingin ke taman yang ada didekat balai desa. “Jauh, Kak. Lagian ke sana jalan kaki begini keburu siang,” tolakku saat dia bersikeras mengajak ke sana. Kak Zaki melirikku tanpa senyum, lalu menyunggingkan ujung bibirnya seolah mengejek. “Kalau kau tak mau aku sendiri saja,” ujarnya sambil mengerrakkan tuas otomatis. Jalan berbatu begini, tuas otomatis tidak akan berjalan lancar, pengendalinya tidak ada kecuali akan melemparkan tubuh Kak Zaki jatuh ke tanah atau malah mogok di
Read more

28 . TERAPI 2

Dalam seminggu ini terapi Kak Zaki sudah berjalan tiga kali, selama itu juga dirinya tidak ingin kusentuh saat melakukan fisioterapy, mau tidak mau Pak Romo yang turun tangan sesekali Pak Supri yang membantu orang tua itu memopong tubuh anaknya.Diriku? Yah di sini sebagai penonton saja, menonton Kak Zaki yang terkadang meringis sakit saat mulai melangkahkan kakinya. Dengan berpegangan pada pegangan besi di ruangan yang merupakan ruang untuk melatih motorik pasien orthopedi. Awal mula Pak Romo menyuruhku untuk memgang Kak Zaki, akan tetapi belum juga kusentuh tubuhnya dirinya menatap tajam, seolah tidak ingin melihatku. Namun, aku tidak tinggal diam, bertahan saja sampai di mana dia sanggup memelototi diriku, akan tetapi diluar dugaan, pria itu tantrum tidak jelas. Alhasil aku mundur dan hingga saat ini Pak Romolah yang berperan memegangnya saat terapi, beruntung pria tua itu masih sanggup membopongnya, walau terkadang aku dan Pak Supri bertindak sebagai penolon
Read more

29. PENERIMAAN DIRI

PENERIMAAN DIRI“Aku bersyukur setidaknya dia sudah bisa menerima keadaan dirinya.”Sudah lebih dari dua bulan Kak Zaki mengikuti terapi, alhamdulillah ada perubahan dalam geraknya. Dia sudah bisa berdiri sendiri dari kursi roda untuk menggapai sesuatu, tapi untuk melangkah sendiri dia belum bisa harus ditopang. Melihat perubahannya yang begitu cepat, Kak Zaki pun antusias, emosinya tidak seperti biasa, dia bisa menahannya. Hari ini adalah jadwalnya untuk terapi, dirinya diam saja tidak banyak mengoceh ketika aku mengganti pakaiannya. Dirinya pun tidak protes saat aku yang memilihkan pakaiannya. Setidaknya dia tidak marah-marah lagi seperti dulu selama bulan ini. aku bersyukur setidaknya jadwalku mengajar juga tidak terganggu oleh jadwal terapinya. Aku sudah meminta kepada Bang Kemal untuk menyesuaikan jadwal masuknya dengan jadwal terapi Kak Zaki. “Kau mengajar hari ini, Rum?” tanya Kak Zaki padaku. Dia sudah terbiasa sepertinya memanggil namaku, pad
Read more

30. NYAMAN

NYAMAN“Rasa nyaman itu tidak datang cukup dengan satu kali kebersamaan, ternyata banyak masa yang sudah kami lalui bersama hingga dia merasa nyaman di dekatku, syukurlah”Dua jam sudah berlalu, aku mendorong kursi roda Kak Zaki agar dirinya bisa duduk dengan nyaman sambil mendengarkan nasihat dari dokternya. Terapi sudah selesai, tetapi aku belum memberitahukan kepada Kak Zaki tentang kepergian Pak Romo. Kami berdua duduk di hadapan dokter sambil mendengarkan penjelasan yang akan dokter katakan tentang perkembangan Kak Zaki. “Bu Rumi, sudah dua bulan berjalan, Zaki semakin ke sini semakin mahir menggerakkan kakinya. Ada baiknya di rumah dilatih juga, agar dia terbiasa. Kursi roda digunakan jika memang dibutuhkan saja atau ketika Zaki sedang kelelahan. Kami akan sarankan penggunaan tongkat, tadi sudah di coba oleh Zaki jenis tongkat mana yang nyaman baginya untuk dia gunakan.” “Bagaimana baiknya menurut Dokter saja, saya akan berusaha semaksimal
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status