Home / Pernikahan / MENANTU PILIHAN IBU / Chapter 61 - Chapter 67

All Chapters of MENANTU PILIHAN IBU: Chapter 61 - Chapter 67

67 Chapters

61. TARIK MENARIK

TARIK MENARIK Selagi aku sibuk di dapur membuka barang belanjaan yang dibawa Riyan, kubiarkan mereka bertiga di ruang tamu. Sambil membuka layar televisi agar suasana tidak terlalu hening. Dari dapur bisa kuperhatikan apa yang sedang ketiganya lakukan. Kak Zaki masih tetap dengan posisinya fokus menatap layar televisi, Bang Kemal lebih memilih membaca buku yang ada di atas nakas sebelah sofa. Yah, memang di sebelah sofa itu selalu kusiapkan beberapa buku yang sering kubaca, sengaja di letakkan di sana agar tidak berulang mengambil ke kamar. Sementara Riyan sama dengan Kak Zaki, fokus menonton acara kesukaan keduanya, apalagi kalau bukan berita tentang sepak bola. Sesekali kudengar keduanya mengobrol. Membincangkan berita yang disampaikan presenter televisi tentang acara bola tersebut. Sedikit merasa lega, karena akhirnya Kak Zaki tidak diam saja, bisa mengobrol dengan Riyan membincangkan hal yang dia sukai. Supaya suasana mencair tidak mencekam seper
Read more

62

DEBAT KUSIRPOV KEMALAku menunggu Riyan di meja pantry yang ada di dapur Rumi. Sambil main ponsel melihat dokumentasi kegiatan yang baru dilakukan hari ini bersama pihak yayasan chariety peduli rumah singgah. Aku tersenyum senang melihat wajah-wajah semringah anak-anak rumah singgah yang senang mendapat bantuan dari para relawan. Selain itu juga sebagai pendiri rumah singgah, yayasan tersebut mengucurkan dana berupa bantuan untuk membangun bangunan sekolah semi permanen agar dindingnya tidak beralaskan kardus lagi. Aku banyak mengucap syukur, setidaknya apa yang kulakukan bisa memberikan mafaat bagi orang lain. Melihat foto kegiatan para pengajar terbesit rasa sedih walau hanya sedikit, karena Rumi tidak hadir. Namun, aku mencoba menepisnya. Bukannya Rumi tidak mau datang, pasti ada sebabnya kenapa dia tidak bisa hadir. Aku mengulas smirk, menyadari bahwa Rumi bukanlah wanita yang kukenal dulu. Dia sudah bersuami dan pasti dia harus menuruti perkataan suaminya. Sepanjang kegiatan
Read more

63. UNGKAPAN

UNGKAPAN             Aku masuk terlebih dahulu membiarkan Kak Zaki yang masih diteras memandang ke arah jalan, seolah tengah menunggu seseorang. Mulai dari membereskan ruang tamu juga sisa piring yang masih ada di wastafel belum aku bersihkan.              Oh ya, aku lupa mengecek ponsel yang belum sempat kuperiksa tadinya.  Kubuka ponsel dan melihat beberapa banyak pesan masuk dan panggilan tidak terjawab dari Bang Kemal juga Riyan.              [Rum, kamu baik-baik aja, kan?]             [Apa Zaki melarangmu datang?]              Jariku berhenti tepat di pesan tersebut begitu membacanya, seolah Bang Kemal tahu apa yang terjadi. Pantas saja tatapan pria itu tidak sedikitpun terusik dengan apa yang Kak Zaki lakukan, dia masih terlihat santai di saat Kak Zaki melakukan aksi konyolnya tadi.               [kamu nggak bisa di hubungi, nggak terjadi apa-apa, kan?]             [Nanti aku sama Riyan mau datang ke rumah menjenguk kamu.]             Ak
Read more

64. SALAH PAHAM

SALAH PAHAM “Siapa, Kak,” tanyaku dari dalam sambil berjalan ke arah pintu. Langkah kaki ini terhenti begitu pintu kubuka lebar. “Kak,” lirihku pelan menatap Tiara berpelukan dengan Kak Zaki, dirinya tesenyum ke arahku sambil mengedipkan sebelah matanya. “I miss you,” bisiknya sengaja di depanku sambil melirik. Kak Zaki menoleh, dia segera melepaskan pelukan wanita itu dan berjalan pelan ke arahku perlahan. “Rum,” desisnya sembari meraih tangan ini. Namun, tanpa diduga tangan yang berusaha meraih tangan ini kutepis begitu saja, refleks karena merasa kecewa dengan apa yang sudah kulihat. Kutatap kedua netra Kak Zaki yang terlihat seperti memohon. “Rum, dengar sebentar, Sayang,” ucapnya lembut sambil memegang tanganku lagi. Mata ini sudah memupuk air yang siap
Read more

65. PROBLEM

PROBLEM“Terima kasih karena sudah peduli dan khawatir”              Aku menghela napas pelan berjalan lunglai melewati tiang-tiang koridor perpustakaan. Napas ini sesak, bukan karena Kak Zaki, tetapi lebih kepada diri sendiri. Mulai dari pergi menuju kampus kesialan sudah mengikutiku. Ban taksi online yang bocor di tempat sepi, membuat sopir taksi tersebut kewalahan melakukan pergantian ban sendiri dengan peralatan seadaanya.              Begitu tiba di kampus dosen pembimbing sudah tidak ada lagi, beliau pergi karena menunggu terlalu lama. Entah bagaimana nanti aku menemuinya karena sudah membuatnya menunggu.              Aku mengutuki diri, mungkin ini adalah salah satu pelajaran karena mengingkari dan mengabaikan ucapan Kak Zaki. Dia melarangku pergi, tetapi aku paksa untuk pergi, alhasil begini hasilnya. Allah langsung menegurku dengan berbagai rentetan kejadian di luar kuasa diri.              Getaran dari dalam tas membuat langkahku terhenti, menepi se
Read more

66. PRIA LAIN

PRIA LAIN“Kalian berdua sama pentingnya di hati ini. Nggak mungkin aku harus memilih”              Pagi ini aku bangun lebih awal, sebab jam 8 nanti ada undangan dari Bang Kemal untuk menghadiri acara wisudanya. Masalah kemarin sudah selesai, nggak diperpanjang dan berlarut. Kami sama-sama minta maaf.             Kak Zaki sudah menjelaskan padaku tentang Tiara. Perasaan itu berubah sejak lama, saat Tiara mengabaikannya, tidak ingin tahu tentang dirinya. Kalaupun Tiara  merasa kehilangan Kak Zaki, harusnya Tiara mencari bukan malah menghilang tanpa kabar.                Dia katakan kalau Tiara banyak berubah, bukan seperti wanita yang dikenalnya dulu. memang sejak dulu Tiara ambisius, tetapi sekarang jadi lebih terobsesi ingin kembali pada Kak Zaki, padahal Kak Zaki sudah menolaknya.               “Kakak, pakai baju ini?” tanyaku saat melihat Kak Zaki mengeluarkan kemeja batik berwarna hijau botol dengan celana hitam berbahan kain. Dia menatapku sekilas
Read more

67. WISUDA

WISUDA POV ZAKI. Sejak keluar dari rumah hingga sampai di pelataran auditorium kampus, aku tidak melepas genggaman ini dari tangan Rumi. Dirinya sampai mengomel karena aku tidak melepas pegangan tanganku padanya. “Sebentar aja, Kak, Rumi mau ke toilet,” ucapnya padaku yang berusaha melepas pegangan tangannya. “Yaudah, aku ikut. Aku tunggu di luar.” Dia melotot menatapku, kuabaikan saja berpaling menatap ke arah lain. “Astaga, Kak Zaki. Rumi cuma ke situ, toiletnya dekat.” “Emang salah kalau aku ikut? Ya aku mau jagaian kamu,” balasku tak mau kalah, seulas senyum kuberikan untuknya sebagai peredam amarahnya, tetapi tampaknya tidak berhasil. Kuabaikan lirikan Rumi yang seolah ingin memakanku hidup-hidup. Rumi melangkahkan kakinya dan kuikuti berdampingan dengannya. Tangannya kugenggam erat agar dia tidak menjauh dariku.
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status