Wijaya Kusuma memperhatikan Amira. Dia tidak melihat cemburu dan kecewa pada mata serta senyuman istrinya. Luka yang diterima oleh sang istri jauh lebih sakit dari itu. Perceraian dan dibuang dari pria pertama dalam hidupnya.“Itu bagus. Dulu, Andika tidak buta karena mempertahankan kamu hingga pernikahan, tetapi sayanngnya. Harta dan tahta membuat pria itu membuang kamu.” Wijaya menatap Amira.“Ya.” Amira tersenyum tipis.“Tidak perlu khawatir, Sayang. Sekarang kamu memiliki suami yang lebih berkuasa darinya. Tidak akan ada lagi orang yang berani menyakiti dan merendahkan kamu. Katakan saja apa kamu inginkan. Pasti akan aku berikan,” ucap Wijaya.“Benarkah?” Amira tersenyum.“Kecuali perpisahan,” tegas Wijaya.“Hahaha. Siapa juga yang mau berpisah,” ucap Amira pelan.“Apa? Ulangi lagi.” Wijaya memegang tangan Amira.“Tidak ada. Sudah lewat. Aku selesai.” Amira beranjak dari kursi.“Aku juga ingin bahagia, tetapi bersamamu sangat sulit. Terlalu tinggi puncak yang harus aku daki. Terlal
Baca selengkapnya