Terima kasih atas semua dukungan kalian semua. Maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. See soon.
Wijaya terlihat fokus di dalam ruang kerjanya. Pria itu masih belum tidur. Ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, tetapi tidak akan pernah habisnya karena begitu banyak bisnis yang dijalankan untuk mendapatkan untung yang tinggi.“Luna pergi ke butik.” Wijaya melihat laporan dari pengurus butik.“Dia harus membayar gaun yang dipilihnya. Itu bagus. Aku tidak akan rugi.” Wijaya hanya melihat pesan dari layar ponsel tanpa membukanya.“Bagaimana kabar, Leon? Dia belum lagi mengirim pesan dan informasi dari pulau itu. Apa pria ini masih hidup?” Wijaya menyenderkan punggung ke kursi kerja. Dia melihat jam yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Pria itu bahkan belum mengantuk sama sekali.Amira yang sudah terlelap meraba kasur yang kosong. Dia benar-benar sudah terbiasa dengan tidur dalam pelukan dan gangguan Wijaya Kusuma. Aroma maskulin sang suami menjadikan dirinya candu dan rindu.“Kemana Wijaya? Apa dia pergi ke luar?” tanya Amira membuka mata dan memperhatikan ruangan yang
Andika masih sibuk di perusahaannya. Pria itu tidak bisa lagi menghindari pernikahan yang telah direncanakan oleh keluarga Cantika. Keluarga Marni terima bersih saja. Wanita itu benar-benar pintar sehingga tidak mengeluarkan biaya sama sekali.“Sayang, kenapa kamu masih kerja?” tanya Cantika masuk ke dalam ruangan Andika.“Kamu pasti tahu tentang goncangan di dunia bisnis akibat gossip perceraian Luna dan Wijaya,” jawab Wijaya. “Apa?” Cantika yang sibuk mengurus pesta pernikahan mereka. Tidak tahu dengan kabar tentang Luna dan Wijaya.“Luna sudah putus kontrak dengan Perusahaan Wijaya Kusuma. Wanita itu bahkan berada di dalam daftar hitam,” jelas Andika.“Sekarang banyak pengusaha yang harus memutuskan kerja dengan Luna. Mereka mengalami kerugian,” lanjut Andika.“Apalagi pertemuan besar masih diundur dan belum tahu kapan dilaksanakan lagi.” Andika terlihat gelisah. Dia khawatir akan menjadi target Wijaya Kusuma karena Perusahaan orang tua Cantika pun telah masuk daftar hapus karena k
Para tamu undangan telah memenuhi aula dan taman. Mereka semua hadir untuk merayakan pesta penikahan. Tuan rumah menyiapkan kamar hotel untuk tamu Istimewa. Mereka bahkan sudah mengirimkan kunci bersama dengan kartu undangan.Wijaya duduk di sofa memperhatikan Amira yang sedang mengenakan gaun biru yang cantik. Pria itu segera beranjak dari sofa untuk membantu sang istri.“Cantik.” Wijaya mencium punggung Amira yang masih terbuka. Pria itu mengikat pita yang ada di belakang.“Terima kasih,” ucap Amira.“Sayang, jika pita ini terbuka akan sangat bahaya.” Wijaya memastikan tali yang diikatnya benar-benar kuat.“Ya. Aku tidak tahu bahwa pita belakang itu harus diikat. Aku pikir sudah terpasang.” Amira memutar tubuhnya di depan cermin.“Ini benar-benar pakaian dengan gaya barat.” Amira melihat punggungnya dari cermin.“Tidak apa, Sayang. Dia hanya memperlihatkan punggung dan tidak akan jatuh ke bawah karena masih ada tali di atas ini.” Wijaya memeriksa gaun Amira dari atas hingga bawah.“H
Amira memegang erat tangan Wijaya Kusuma. Ada begitu banyak pengamat model yang mendekatinya. Mereka ingin mengenal wanita itu lebih jauh. Wajah cantik dengan tubuh seksi sempurna memberikan aura mahal dengan daya jual tinggi.“Pak Wijaya, apa Non Amira mau menjadi model busana tahu ini?” tanya seorang pria.“Tidak. Dia hanya akan terus berada di sisiku. Kalian tidak akan mampu membayarnya,” tegas Wijaya Kusuma.“Pak Wijaya, biarkan Non Amira mengambil peran dalam pemotretan tahun ini. Perusahaan akan meningkat pesat. Kita akan mendapatkan keuntungan.” Para pemburu model benar-benar tidak ingin menyerah. Mereka bisa melihat aura Bintang masa depan dari Amira.“Apa kamu sedang mengajarku?” Wijaya menatap tajam pada pria di depannya.“Maaf, Pak.” Para pria itu segera menjauh. Mereka sangat takut ketika Wijaya marah.“Selamat datang kepada, Pak Wijaya Kusuma dan pasangannya malam ini yaitu Nona Amira,” ucap seorang pembawa acara.“Apa?” Luna sangat terkejut mendengar pembawa acara yang me
Amira berada di taman belakang. Wanita itu sendirian. Dia kebingungan karena seseoran menariknya keluar dari kegelapan.“Kenapa aku di sini?” Amira melihat sekeliling. Dia bisa bernapas karena ada cahaya lain di luar.“Aku benar-benar takut kegelapan dan ketinggian.” Amira duduk di kursi. Dia tidak tahu bahwa dirinya berada di atap hotel.“Di mana tasku?” Amira baru menyadari bahwa dia sudah kehilangan tas. Wanita itu ingin menghubungi Wijaya.“Wijaya!” teriak Amira beranjak dari kursi dan berjalan ke tepi dinding. Dia benar-benar tidak tahu bahwa dirinya dalam bahaya.“Tidak!” Amira terduduk di rumput. Jika dia melangkah satu langkah saja, maka akan jatuh ke jalanan dan dapat dipastikan kematian telah menunggu di bawah. Wanita itu takut pada ketinggian tanpa dinding. Kakinya benar-benar lemas ketika dia sudah menyadari bahwa dirinya berada di atap yang tingi. Angin yang tiba-tiba bertiup kencang menyapu wajah dan tubuhnya yang terbuka. Rasa dingin pun merasuk ke dalam tulang.“Bagaima
Amira membuka mata. Dia merasakan tangannya yang digenggam kuat oleh seseorang.“Amira,” sapa Kristian yang menyadari Amira yang sudah siuman.“Tian.” Amira langsung memeluk Kristian. Wanita itu masih ketakutan dan trauma dengan ketinggian serta hampir dilecehkan oleh pria yang tidak dikenalkan. “Aku takut,” ucap Amira.“Tidak apa-apa, Amira. Aku di sini. Kamu sudah aman.” Kristian membalas pelukan Amira.“Ada pria jahat.” Amira menangis dalam pelukan Kristian. Wanita itu benar-benar ketakutan akan kehadiran pria asing dengan wajah ditutupi masker.“Aku sudah menghajar pria jahat itu. Sekarang kamu di rumah sakit.” Kristian mengusap kepala Amira. Dia tanpa sadar mencium pundak yang terbuka.Wijaya membuka pintu dan terkejut melihat Amira yang berpelukan dengan Kristian. Pria itu sangat pencemburu.“Apa?” Wijaya menarik tubuh Kristian dengan kuat dan memberikan pukulan kuat pada perut pria itu. “Aarrgh!” Kristian yang baru saja berkelahi dengan penjahat masih sangat lemah dan lelah. D
Amira sudah kenyang. Wanita pergi ke kamar mandi untuk membersihkan gigi dan membuang racun dari dalam tubuhnya. Dia kembali naik ke tempat tidur.“Temani aku tidur. Aku tidak mau sendirian,” ucap Amira.“Tentu saja, Sayang.” Wijaya pun merebahkan diri di kasur. Dia memeluk tubuh Amira yang menghadap padanya. Wanita itu mencium aroma maskulin dari dada bidang sang suami. Mendapatkan ketenangan dan perlindungan dari prianya.“Aku harus pergi ke penjara, Amira. Aku sudah tidak sabar ingin menghajar pria itu.” Wijaya melihat Amira yang sudah terlelap dengan tenang. Dia ingin melepaskan pelukan sang istri, tetapi gagal karena tangan indah itu mengunci suaminya.“Dia tidak melepaskanku.” Wijaya tersenyum. Itu artinya Amira tidak akan pernah bisa jauh darinya lagi.“Aku suka, Sayang. Tetapi, kadang aku harus pergi diam-diam untuk balas dendam pada orang-orang yang telah menyakiti kamu.” Wijaya benar-benar tidak bisa bergerak. Amira terus memeluk dirinya dan tidak ingin melepaskan.“Malam ini
Wijaya benar-benar memanjakan Amira sepanjang hari. Pria itu sangat ingin bercinta karena sang istri yang terus menempel padanya, tetapi tidak terlihat ajakan dari ibu susu Keano.“Sayang, apa aku bisa pergi kerja sekarang?” tanya Wijaya. Pria itu sudah tidak sabar mau pergi ke gudang. Dia ingin membalaskan dendam Amira kepada pria yang hampir membunuh dan melecehkan istrinya.“Apa mau pergi sekarang?” Amira masih berada di dalam pangkuan Wijaya Kusuma. Wanita itu merebahkan kepalanya di dada bidang sang suami.“Tidak. Aku akan pergi ketika kamu menginzinkannya,” ucap Wijaya tersenyum.“Kamu bisa pergi sekarang.” Amira mau turun dari pangkuan Wijaya.“Apa kamu marah?” Wijaya menahan tubuh Amira dan menariknya mendekat.“Tidak,” jawab Amira.“Kalau begitu berikan aku ciuman dulu.” Wijaya mendongak.“Baiklah.” Amira mencium bibir Wijaya dengan penuh gaira. Dua orang itu berada di ruang kerja dan duduk di sofa. Ciuman panjang dan basah tidak ingin dilepaskan oleh pasangan yang sedang kasm
Wijaya bekerja di rumah. Pria itu hanya pergi ke kantor ketika benar-benar terdesak dan penting. Lelaki yang sudah menjadi bos besar sejak lama itu tidak mau berpisah dengan sang istri yang hamil besar. Dia ingin terus memantau Amira selama dua puluh empat jam. Memastikan bahwa orang-orang yang dicintai dan dikasihinya aman.“Pak, ada pesan dari keluarga Radit.” Jack berdiri di depan Wijaya.“Apa yang dia inginkan?” tanya Wijaya melihat pada Jack.“Cantika dan keluarga mau bertemu Anda untuk mengucapkan terima kasih,” jawab Jack.“Apa mereka sudah di Indonesia?” Wijaya memicingkan matanya.“Sudah, Bos. Semalam mereka tiba di Indonesia dan hari ini mengirim pesan,” jelas Jack.“Aku tidak butuh ucapan terima kasih. Mereka hanya perlu menghancurkan Perusahaan Andika dan memberikan kepadaku,” tegas Wijaya.“Baik, Pak. Akan saya sampaikan.” Jack segera membalas pesan Radit.“Aku beri waktu dua minggu paling lambat. Sebelum Amira melahirkan. Jika terlambat, aku sendiri yang akan bergerak da
Cantika duduk di kursi roda. Dia menatap keluar jendela. Wanita itu masih di luar negeri. Dia mendapatkan bantuan dari Wijaya dalam proses pengobatan dan sembunyi dari Andika yang mengira istrinya telah meninggal dunia.“Apa kamu sudah siap pulang?” tanya Ranika.“Ma, aku tidak menyangka Andika sangat jahat. Padahal dia begitu lembut dan peduli padaku.” Cantika memegang tangan Ranika. Mata wanita itu tampak berkaca-kaca.“Pria jahat memang begitu. Mereka terlihat baik dan peduli. Padahal ketika sudah mendapatkan apa yang diinginkan akan menjadi berbeda.” Ranika memeluk Cantika.“Tidak disangka Wijaya yang tidak pernah tersenyum adalah pria paling baik. Dia benar-benar meratukan Amira. Aku sangat menginginkan pria seperti itu.” Cantika tersenyum.“Ya, tetapi tidak mungkin mendapatkan Wijaya. Dia sangat mencintai Amira. Pria itu melindungi istrinya dengan luar biasa. Amira bahkan tidak pernah keluar rumah,” jelas Ranika.“Ya. Itulah ratu sesungguhnya. Selalu berada di dalam istana yang
Wijaya lebih sering berada di rumah. Pria itu pun tidak pergi ke kantor karena sangat bahagia. Dia bekerja secara online agar bisa menemani istrinya yang manja. Bermain bersama Devano dan Keano ketika keduanya selesai belajar dan belatih. “Sayang, kamu tidak boleh lelah. Jangan ke dapur. Apalagi beres-beres rumah hingga memindahkan dan mengangkat barang berat atau pun ringan,” tegas Wijaya.“Kenapa?” tanya Amira.“Karena kamu sedang hamil. Ingat di sini ada dua calon anak kita.” Wijaya mengusap perut Amira.“Aku tidak akan pergi ke kantor,” ucap Wijaya.“Pergilah. Aku pasti bisa jaga diri. Kamu tidak usah khawatir.” Amira tersenyum.“Hari ini aku akan terus bersama kamu dan anak-anak. Oh ya. Jangan gendong Devano dan Keano lagi.” Wijaya menatap Amira.“Ya, tetapi mereka sering berlari dan menerkamku.” Amira tersenyum. “Aku akan melarang mereka dan menjelaskan bahwa kamu sedang hami adik kecil.” Wijaya mencubit hidup Amira.“Baiklah.” Amira mengangguk. Wanita itu tidak bisa rebahan se
Mahir berdandan di depan cermin. Wanita itu tampil cantik dengan gaun putih yang lembut. Rambut panjang dan bergelombang dibiarkan tergerai merewati pundaknya. “Sayang, apa kamu mau pergi?” Wijaya memeluk Amira dari belakang. “Mau pergi kemana?” Amira balik bertanya karena wanita benar-benar tidak pernah keluar dari rumah sejak kejadian yang membahayakan nyawa mereka. Anak-anak pun mendapatkan Pendidikan dan pengajaran di rumah saja.“Tidak biasanya kamu berdandan cantik dan seksi. Apa kamu menggodaku yang mau pergi kerja ini?” Wijaya mencium pundak dan leher Amira yang terbuka.“Tidak. Aku sedang suka berdandan. Ada banyak baju baru di lemari yang belum pernah dikenakan. Aku punya banyak waktu untuk merawat diri karena anak-anak sibuk dengan tugas mereka setiap hari. Jadi, aku mencobanya,” jelas Amira. “Bagus, Sayang. Istri Wijaya memang harus tampil cantik dan sehat serta bahagia.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Aku sangat bahagia. Hidupku kini sempurna bersama kam
Andika benar-benar sedang berada di atas angin. Dia tidak peduli dengan dua wanita yang saling serang karena memperebutkan dirinya.“Pak Andika.” Siska berdiri di depan Andika yang tampak sibuk.“Ada apa?” Andika tidak melihat sama sekali kepada Siska. Dia sedang memeriksa berkas dan memberikan tanda tangan.“Pelayan Anda menyerang saya,” ucap Siska.“Apa?” Andika mengangkat kepala dan melihat pada Siska. “Apa kamu terluka?” tanya Andika memperhatikan Siska yang semakin seksi.“Tidak. Aku berhasil menghindar,” jawab Siska.“Bagus. Aku sudah memecat Dena. Kamu tidak usah khawatir lagi,” ucap Andika tersenyum.“Terima kasih, Pak.” Siska mendekat dan memijat pundak Andika. Wanita itu merasa menang karena bosnya telah memecat Dena yang tidak ada kontribusi sama sekali. “Apa Anda akan makan malam di luar?” tanya Siska.“Tidak. Hari ini Dena pamit pulang. Jadi, kami akan makan malam perpisahan,” jawab Andika.“Aku juga meminta sopir untuk mengantarnya pulang. Kasian dia sendirian,” lanjut
Wijaya pergi ke penjara. Pria itu sudah lama tidak mengunjungi orang tua Luna. "Kenapa Anda pergi ke penjara yang kotor, Bos?" tanya Jack mengikuti Wijaya. "Aku hanya mau memastikan keinginan terakhir Lucas dan istrinya," jawab Wijaya. "Baik, Bos." Jack membuka pintu pertama penjara Unu Wijaya. "Pak Wijaya." Leon berdiri di depan pintu. Dia menyambut kedatangan Wijaya. "Kenapa kamu memilih tinggal di sini?" tanya Wijaya kepada Leon. "Ini adalah tempat terbaik untuk bekerja, Bos." Leon tersenyum. Dia senang bisa melihat Wijaya."Terserah kamu." Wijaya menepuk pundak Leon dan melewati pria itu. "Jika kamu mau balas dendam ke pulau. Kamu bebas pergi dan membawa anak buah," ucap Wijaya berlalu.“Aku tidak tertarik, Bos.” Leon tidak menyimpan dendam sama sekali. Baginya itu adalah resiko dari tugas yang dijalankannya.“Kenapa?” tanya Wijaya menghentikan langkah kaki dan menoleh pada Leon.“Tidak apa, Bos. Itu hanya membuang-buang waktu dan tenaga saja. Em, biaya juga.” Leon tersenyum
Dena telah mempersiapkan makan malam untuk Andika. Wanita itu masih berharap dinikahi Andika, tetapi belum juga ada kepastian. “Kenapa Pak Andika masih belum menikahiku?” tanya Dena pada diri sendiri. Dia berdiri di depan cermin melihat tubuhnya yang seksi.“Tubuhku jauh lebih seksi dari pada wanita tadi yang kurus krempeng.” Dena tersenyum menganggumi tubuh sendiri.“Tidak mungkin Pak Andika tergoda dengan sekretarisnya. Tubuhku lebih mirip dengan ibu Amira. Montok dan padat berisi.” Dena berputar di depan cermin.“Aku mendapatkan gaji yang cukup tinggi selama di rumah ini. Tidak masalah hanya menjadi teman tidur Pak Andika. Aku tidak rugi juga. Dia tampandan kaya.” Dena benar-benar menikmati hidup sebagai simpanan Andika.“Kenapa Pak Andika belum juga pulang?” Dena melihat ke luar jendela dan belum ada mobil Andika. “Apa Pak Andika membohongiku.” Dena menerima pesan dari nomor ponsel Andika. “Pak Andika.” Dena sangat senang dan segera membuka pesan.“Apa?” Dena terkejut karena pe
Amira duduk santai memperhatikan dua putranya yang sedang belajar banyak hal di taman. Wijaya memanggil pengajar dalam segala bidang untuk melihat minat dan bakat dua anaknya agar bisa diarahkan.“Nyonya, apa Anda butuh sesuatu?” tanya bibi.“Ya. Aku mau jus Alpukat,” jawab Amira.“Apa?” Bibi terkejut karena Amira sudah minum tiga gelas besar jus buah bergantian.“Nyonya, apa perut Anda tidak apa-apa?” Bibi memperhatikan Amira.“Kenapa dengan perutku?” Amira mengusap perutnya yang rata.“Aku tidak sedang sakit atau pun gembung.” Amira tersenyum dan menatap bibi.“Anda minum jus buah dan makan banyak buah.” Bibi melihat piring buah yang telah kosong.“Akhir-akhir ini aku suka sekali buah-buahan dan daging. Ah ya. Menu makan malam harus sea food.” Amira tersenyum lebar.“Aku sudah mencatatnya.” Amira memberikan selembar kertas kepada bibi.“Ini makanan yang mau aku makan,” ucap Amira.“Baik, Nyonya.” Bibi membaca kertas dengan tulisan tangan yang sangat rapi.“Ini masakan restaurant. Tid
Amira masih berada di atas kasur dalam pelukan Wijaya. Wanita itu sangat lelah setelah bercinta cukup panjang dan penuh gairah bersama sang suami. “Pukul berapa sekarang?” tanya Amira membuka mata dan melihat ruang kamar yang masih gelap karena semua gorden tertutup rapat.“Tidak usah tanyakan waktu. Tidurlah. Tidak ada yang melarang atau menganggu kamu,” bisik Wijaya memeluk erat tubuh Amira. “Sayang, anak-anak pasti sudah bangun,” ucap Amira mendongak. “Istriku tercinta. Apa kamu lupa? Devano dan Keano harus mulai mandiri. Mereka sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin Perusahaan. Kamu harus mulai belajar melepaskan mereka,” jelas Wijaya.“Apa?” Amira terkejut dengan ucapan Wijaya.“Kita tidak boleh memanjakan mereka lagi. Seseorang yang sukses harus dimulai dengan hidup disiplin dan mandiri. Ingat, kamu sedang program hamil. Kita akan memiliki sepasang bayi kembar.” Wijaya tersenyum. “Sayang, anak-anak masih kecil. Mereka termasuk bayi.” Amira menatap Wijaya. “Susah di waktu