Terima kasih atas dukungannya. See You.
Selesai rapat, Wijaya pergi ke gudang. Pria itu tidak bisa menunggu lama lagi untuk menghajar pria yang telah membahayakan nyawa Amira.“Pak Wijaya.” Jack menyambut kedatangan Wijaya yang tidak biasa datang di siang hari.“Di mana pria itu?” tanya Wijaya melepaskan jas dan meninggalkan di dalam mobil.“Di penjara paling ujung,” jawab Jack.“Hm.” Wijaya berjalan cepat masuk ke dalam penjara. Dia ingin menghajar pria jahat itu.Seorang pria tergantung di dinding dengan tangan dan kaki terikat. Mata ditutup dengan kain hitam tanpa pakain dan hanya mengenakan celana saja.“Apa dia yang menyentuh Amira?” tanya Wijaya berdiri di depan penjahat.“Iya, Pak. Kami langsung menjemputnya setelah mendapatkan laporan dari Anda,” jelas Jack.“Apa kamu menyimpan rekaman cctv di atap?” Wijaya duduk di kursi. Dia masih menahan diri untuk tidak menyentuh pria yang tergantung di dinding.“Ada.” Jack memberikan tap pada Wijaya. Pria itu menampilkan rekaman cctvi di atap.“Berani sekali. Dia mencium Amiraku
Wijaya tidak langsung menemui istrinya. Pria itu ke kamar untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Dia harus bersih dan rapi sebelum memeluk dan mencium Amira.“Sudah pulang?” Amira kembali ke kamar.“Ya.” Wijaya keluar dari kamar mandi. Pria itu hanya mengenakan handuk. Tubuh seksi dan masih basah benar-benar menggoda.“Keringkan rambut dan tubuh Anda.” Amira berjalan menuju lemari.“Tidak perlu.” Wijaya mengangkat tubuh Amira dan membawanya ke kasur.“Eh! apa yang Anda lakukan?” tanya Amira terjejut. Pria itu selalu melakuakn gerakan tanpa aba-aba.“Tidak apa, Sayang.” Wijaya melepaskan tubuh Amira di atas kasur. Pria itu berada di atas istrinya. Air menetes dari rambut jatuh membasahi wajah yang putih dan bersih. “Sepertinya kita tidak bisa pergi bulan madu,” ucap Wijaya.“Tidak masalah. Di rumah saja.” Amira tersenyum. Wanita itu melingkarkan tangan di leher Wijaya. “Benarkah? Aku mau setiap malam.” Wijaya mencium bibir Amira. Pria itu mengisi ulang daya baterai yang sudah b
Wajah Wijaya memang tanpa senyuman ketika tanpa Amira, tetapi ada raut kebahagiaan yang tidak bisa disembunyikan. Pria itu benar-benar merasakan hidup berbeda sejak jatuh cinta dan mencintai seorang wanita yang bisa memberikan dirinya sentuhan lembut serta kasih sayang kepada Keano.“Pak Wijaya.” Lucas yang sudah lama menunggu Wijaya berlari mendekati pria yang baru saja melangkah untuk masuk ke dalam Gedung perusahaanya.“Lucas.” Wijaya memicingkan matanya. Dia benar-benar telah membenci Lucas beserta semua anggota keluargannya. Luna tidak akan bisa melakukan apa pun tanpa dukungan kedua orang tuanya. “Pak Wijaya. Saya mohon ampuni kami.” Lucas segera bersimpuh di hadapan Wijaya Kusuma. Dia tidak peduli pada semua orang yang melihatnya. Pria itu tidak bisa hidup tanpa berbisnis dan itu hanya bisa dilanjutkan dengan izin menantunya. “Aku sudah memperingati Luna agar tidak menyentuh Amira, tetapi dia tidak mendengarkanku dan Perusahaan Anda selalu membantu dia. Apa aku bodoh?” tanya W
Dody melihat kepergian Luna. Pria itu telah mempersiapkan semuanya untuk kepergian Luna meninggalkan Indonesia.“Apa Pak Wijaya benar-benar melepaskan Luna? Atau ada rencana lain yang telah disiapkan di luar negeri?” Dody benar-benar tidak mengenal Wijaya Kusuma. Padahal dia sudah lama mengikuti pria berkuasa itu. Ada banyak rahasia yang tidak diketahuinya.Wijaya memberikan berkas kepada anak buahnya untuk diantarkan ke pengadilan. Pria itu juga membayar semua biaya perceraian karena menunggu Luna akan sangat lama. Dia tidak mau lagi menunda perceraian dengan wanita itu agar Amira tidak merasa jadi yang kedua lagi. “Aku akan memberitahu Amira ketika sertifikat cerai telah dikeluarkan oleh pihak pengadilan.” Wijaya tersenyum. Dia tidak tahu bahwa Kristian masih berada di dalam mobil dan mengawasi pria itu.“Sepertinya Wijaya baru akan menceraikan Luna. Apa dia benar-benar telah menikahi Amira? Mengapa Amira mau jadi yang kedua?” Kristian melihat Luna yang juga keluar dari kantor dan b
Wijaya yang sedang sibuk bekerja benar-benar fokus. Pria itu juga masih menunggu kabar dari Leon yang belum juga menghubunginya. Ada banyak yang dipikirkannya sehingga lupa dengan makan malam serta anak dan istrinya yang tertidur di ruang bermain.“Hah! Aku belum makan.” Wijaya melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan.“Pukul sepuluh malam.” Wijaya beranjak dari kursi dan menaiki tangga menuju kamar anaknya.“Apa mereka sudah pergi tidur?” Wijaya membuka pintu dan melihat ruagan yang kosong. Tidak ada Amira dan Keano.“Di mana mereka?” Wijaya pergi ke kamarnya dan tidak juga ada anak serta istrinya.“Apa masih di ruang belajar?” Wijaya dengan cepat menuruni tangga dan berlari menuju ruang belajar.“Ada apa, Pak?” tanya bibi mendekati Wijaya.“Apa mereka masih di sini?” Wijaya berusaha membuka pintu dan masih terkunci.“Sepertinya iya, Pak.” Bibi pun ikut khawatir. Pintu akan dibuka ketika tidak ada siapa pun di dalam sana.“Amira!” Wijaya mengetuk pintu. Pria itu mengitari rua
Wijaya melihat Amira yang berdiri di dekat kompor. Wanita itu memastikan beras yang dimasak menjadi bubur yang benar-benar hancur sempurna dan enak.“Apa masih lama?” Wijaya memeluk Amira dari belanga. “Sebentar lagi.” Amira melepaskan tangan Wijaya. Itu adalah bentuk penolakan yang lembut. “Apa kamu masih marah?” tanya Wijaya menatap Amira. Pria itu sangat tidak suka dengan penolakan wanitanya dalam bentuk apa pun. Itu bisa membuatnya marah.“Tidak,” jawab Amira tanpa melihat Wijaya. Dia terus mengaduk bubur dengan api kecil.“Bohong.” Wijaya mencium leher dan punggung telinga Amira.“Hentikan, Wijaya. Aku sedang masak,” tegas Amira.“Duduk di kursi itu.” Wijaya mendorong tubuh Wijaya ke kursi.“Apa kamu mau melihat aku terluka?” tanya Amira kembali ke dapur.“Tidak,” jawab Wijaya.“Kalau begitu jangan menganggu,” ucap Amira tanpa melihat pada Wijaya Kusuma. “Hm.” Wijaya menahan diri. Dia tidak ingin membuat Amira terluka. Pria itu harus bersabar dan itu bukan dirinya.“Kemana aku
Leon tidak sadarkan diri. Pria itu benar-benar kelelahan. Dia telah mengeluarkan banyak darah dan masih belum mendapatkan pertolongan. Wajah tampan dan putih sudah menjadi pucat. Pria itu berada dalam bahaya.Wijaya tidak bisa mengirim orangnya karena lokasi yang jauh. Mereka harus membayar pasukan lain yang lebih dekat dengan Leon. Pria itu membayar sangat mahal untuk menyelamatan satu nyawa yang sangat berarti.Jack menatap Wijaya yang gelisah memikirkan Leon. Pria itu menganggap Leon seperti keluarga sendiri. Dia terlihat tidak berperasaan, tetapi di hati yang paling dalam lelaki itu sangat peduli. “Apa Anda tidak pulang? Hari hampir pagi. Aku akan mengawasi Leon.” Jack pun tidak bisa tidur karena mengkhawatirkan temannya. “Ya. Aku percaya Leon akan pulang dengan selamat. Aku harus kembali. Amia akan bangun. Tidak usah mengantarku ke depan.” Wijaya beranjak dari sofa. Pria itu keluar dari gudang yang dijadikan penjara. Dia harus melakukan perjalanan pulang ke rumah sebelum Amira t
Sebuah rumah cukup mewah di bangun di atas pulau yang cukup luas dengan para penjaga. Tanah yang subur dengan hewan ternak berupa sapi, ayam, bebek dan domba. Mereka juga Bertani sehingga tidak kesulitan untuk makan dan minum.“Apa para penyusup sudah ditangkap semua?” tanya seorang wanita.“Kami kehilangan satu orang. Dia terlihat sangat terlatih. Yang lain sudah dilempar ke laut dan di makan Hiu,” jawab pria itu.“Kenapa mereka menyusup ke pulau ini?” tanya wanita itu.“Mungkin hanya terdampar,” ucap penjaga.“Permisi, Bu. Aku akan memeras susu segera untuk Devan.” Seorang wanita lain keluar dari rumah.“Apa dia sudah bangun?” tanya Sulas.“Iya dan susu sudah habis,” jawab Aina“Cepatlah peras susu. Jangan sampai Devan lapar.” Sulas menatap tajam pada Aina.“Baik, Bu.” Aina segera pergi ke peternakan sapi. Dia harus memeras susu sapi dan diberikan pada bayi tampan yang disembunyikan di dalam rumah mewah lengkap dengan penjaga.“Aku akan menjaga Devan.” Sulas masuk ke dalam rumah. “B
Anto dan anak buahnya bergerak di malam hari. Mereka meninggalkan pulau dengan kapal. Bayi tampan dengan kulit putih bersih berada dalam gendongan Sulas. Putra dari Andika dan Amira tertidur lelap. Lelaki kecil itu mampu bersaing dengan Keano. Lahir dari bobot dan bibit terbaik kedua orang tuanya.Wijaya dan Amira tidur dalam senyuman. Mereka tidak tahu bahwa putra yang dijaga dan dilindingi dari kejauhan akan datang sendiri ke kota dan tidak sulit untuk digapai. Berbeda ketika berada di pulau terpencil. Ada bgitu banyak penjaga dan lokasi yang sulit dijangkau.Jack yang selalu memantau pulau menggantikan pekerjaan Leon mendapatkan laporan dari anak buah mereka. Pria itu tidak bisa memberikan perintah menyerang dan merebut Devano karena Wijaya yang tidak bisa dihubungi. Dia hanya bisa terus mengikuti dan mengawasi pergerakan Anto beserta rombongannya. “Ada apa?” tanya Leon.“Devano dibawa keluar pulau. Apa kita rebut sekarang?” Jack melihat pada Leon.“Bukankah ini memang rencana Pak
Cantika terlihat melamun. Wanita itu benar-benar telah banyak berkorban untuk Andika dan sang suami menjadikan dirinya pemuas nafsu sebagai pengganti Amira. “Apa aku harus membunuh Devano?” tanya Cantika pada dirinya yang duduk di depan cermin meja rias.“Tetapi, jika aku tidak bisa hamil artinya kami tidak akan pernah punya anak sedangkan Devano adalah putra kandung Andikan. Darah daging suamiku.” Cantika benar-benar gelisah.“Aku akan membawa Devano pulang. Mengatakan kepada Andika bahwa itu anak saudara jauh yang ditinggal orang tuanya. Aku akan meminat izin untuk mengadopsinya dengan alasan sebagai pemancing agar bisa hamil dan kasian.” Cantika tersenyum dengan rencananya. Dia mengambil ponsel dan menghubungi penjaga Devano.“Halo, bawa Devano pulang. Aku menginginkan dia. Pulau itu ambil saja untuk kalian,” ucap Cantika.“Baik, Bos.” Pria di seberang panggilan sangat senang. Mereka memiliki pulau pribadi dengan laut yang kaya. “Aku akan membesarkan anak Andika dan Amira. Itu tid
Luna melakukan penerbangan ke Amerika bersama Robert dan Bella. Wanita itu akan memulai karier sebagai aktris dan melanjutkan status modelling. Mereka sudah berada di apartemen milik Perusahaan.“Hah! Akhirnya aku bisa tinggal di tempat yang mewah lagi.” Luna menghempas tubuhnya di kasur.“Apartemen ini benar-benar mewah,” ucap Bella memperhatikan sekeliling. Kamar itu sangat luas dan lengkap. Ada dapur, ruang tamu dan bahkan balkon untuk bersantai. Kolam renang di atas Gedung.“Iya. Amerika memang gila dalam dunia entertaimen. Apalagi perfilm.” Luna beranjak dari kasur dan berjalan ke balkon.“Pemandangan yang indah. Aku suka tempat ini. Mahal.” Luna membentangkan tangan menghidup udara pagi.“Belum kontrak kerja, tetapi kita sudah dapat kemewahan.” Bella mendekati Luna yang berada di balkon.“Wijaya pasti punya saingan di Amerika ini. Aku ingin membuat pria itu menderita dengan kehilangan Amira. Aku akan balas dendam.” Luna mengepalkan tangannya.“Dia mencintai Amira dan membuang dir
Amira berada di halaman belakang. Wanita itu bermain bersama bayi tampan dan cerdasnya. Wanita itu benar-benar telah mengiklaskan Devano dengan adanya Keano.“Non, hari sudah mulai gelap. Sebaiknya Anda dan Keano masuk ke dalam rumah,” ucap bibi.“Bibi bawa Keano ke kamar.” Amira memberikan Keano kepada bibi.“Anda mau kemana?” tanya bibi.“Aku mau menunggu hujan turun.” Amira tersenyum.“Non, nanti Bapak marah,” ucap bibi khawatir.“Tidak akan. Aku suka hujan. Sudah lama tidak bermain air hujan. Bibi masuklah. Aku akan selesai sebelum Pak Wijaya pulang. Hari ini dia lembur.” Amira mendorong tubuh bibi masuk ke dalam rumah. Dia menutup pintu dan duduk di tengah halaman.“Semoga hanya hujan dan tidak ada kilat, Guntur serta petir.” Amira mendongak dan tetesan pertama jatuh tepat di wajahnya.“Aah!” Amira tersenyum. Dia benar-benar menyukai hujan. Aroma dan suara air yang jatuh ke bumi memberikan ketenangan untuknya.“Ahhhhh!” Amira berdiri dan berputar di atas rumput yang basah. Dia men
Wijaya benar-benar serius untuk menjemput Devano. Dia tidak ingin Cantika lebih dulu mengambil bayi dari Amira. Pria it uterus memantau laporan dari anak buahnya yang menjaga di pesisir pantai dekat dari pulau tempat tinggal Devano.“Kita akan berperang jika tidak bisa mengambil Devano baik-baik,” ucap Wijaya. Pria itu berada di rumah sakit.“Apa tidak ada kesempatan?” tanya Leon.“Aku tidak ingin menambahkan korban lagi. Kita akan mengganti para penjaga mereka pelan-pelan. Ambil Devano di mana Cantika akan bergerak,” tegas Wijaya yang duduk di sofa bersama dengan Jack.“Maafkan aku, Bos,” ucap Leon.“Kamu minta maaf untuk apa?” tanya Wijaya menoleh pada Leon yang masih berbaring di tempat tidur.“Saya tidak bisa menyelesaikan tugas,” jawab Leon.“Tugas kamu sudah selesai,” tegas Wijaya.“Ini pertama kalinya orang kepercayaanku terluka. Padahal hanya pergi mencari anak Amira. Berperang melawan musuh dunia bisnis tidak membuatku mengorbankan banyak orang.” Wijaya menatap layar computer
Cantika menunggu Andika di dalam kamar. Suaminya benar-benar sering lembur.“Sayang.” Cantika menyambut kedatangan Andika. Wanita itu mengambil jas dan tas dari tangan suaminya. “Kamu mandi dulu,” ucap Cantika tersenyum pada Andika.“Ya.” Andika masuk kamar mandi. Membersihkan diri yang lelah dan gerah. Pria itu keluar dengan hanya mengenakan handuk putih yang melingkar di pinggang.“Sayang.” Cantika memeluk Andika. Dia menggantungkan kedua tangan di leher suaminya.“Ada apa?” tanya Andika mencium bibir Cantika.“Kemarilah! Ada yang mau aku bicarakan.” Cantika menarik Andika ke tempat tidur.“Kamu mau berbicara atau bercinta?” Andika berada di atas kasur dan Cantika duduk di perut ratanya. Jari-jari wanita itu merada dada bidang suaminya.“Sayang, aku belum juga hamil. Apa kita perlu program dengan dokter?” tanya Cantika.“Apa?” Andika terkejut. “Siapa yang tidak sehat?” tanya Andika menatap Cantika.“Aku sudah periksa dan sehat,” jawab Cantika.“Apa itu artinya aku yang tidak sehat?
Bella pergi ke penginapan Luna dengan mengendarai mobil pribadinya. Dia harus menjemput sahabatnya pindah ke apartemen.“Lelah sekali. Wijaya benar-benar membuang Luna.” Bella harus mengendarai mobil cukup lama. Dua jam perjalanan baru bisa sampai di penginapan yang berada di ujung kota.Bella memarkirkan mobil di tempat parkir. Dia tiba hampir tengah malam. Wanita itu disambut oleh karyawati bagian resepsionis.“Selamat datang. Apa Anda mau menginap?” tanya karyawati.“Aku ada janji dengan tamu bernama Luna,” jawab Bella.“Mungkin Anda bisa menghubunginya agar bisa keluar dari kamar,” ucap karyawanti.“Baiklah.” Bella menghungi Luna dan tidak ada jawaban.“Apa aku bisa menunggu di sini?” tanya Bella yang gagal menghubungi Luna.“Tentu saja,” jawab karyawati.“Terima kasih.” Bella duduk di sofa. Dia terus berusaha menghubungi Luna yang tidak juga menjawab panggilannya.“Kemana Luna? Apa dia tidur? Padahal aku sudah memintanya untuk menunggu.” Bella sangat lelah dan mengantuk. Dia butuh
Amira membuka mata. Dia benar-benar tidak bisa lagi tidur tanpa Wijaya. Jari-jarinya meraba kasur yang kosong. Kehangatan dari pelukan suaminya sudah menjadi kebiasaan.“Sayang,” sapa Amira lembut. Dia melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat.“Kemana dia?” Amira duduk di tepi kasur. Dia kesulitan melihat karena pencahayaan yang sedikit di dalam kamar.“Sayang.” Amira beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju sakelar lampu dan menyalakannya. Wanita itu mengetuk kamar mandi dan tidak ada jawaban.“Apa dia pergi?” Amira melihat jam yang telah menujukkan pukul sepuluh malam.“Sepertinya aku tertidur di mobil. Aku lihat Keano dulu.” Amira tersenyum. Dia melihat pakaian yang telah diganti dengan piyama tidur. Wanita itu segera pergi ke kamar putranya.“Sudah tidur. Apa dia asi dari botol?” Amira mencium Keano yang terlelap. Wanita itu menuruni tangga dan memastikan bahwa Wijaya ada di ruang kerja. Dia baru saja akan mengetuk dan pintu sudah terbuka. “Sayang, ada apa?” tanya Wijaya yan
Amira dan Wijaya masih berada di puncak bukit. Mereka berdua menikmati matahari terbenam. Sang istri duduk di pangkuan suami. Pelukan kuat dari belakang oleh Wijaya Kusuma. Kedua tangan pria itu mengunci pinggang Amira. “Sayang, apa kita menginap di sini saja?” tanya Wijaya mencium punggung leher Amira.“Tidak bisa. Aku kangen Keano. Dia belum asi,” jawab Amira.“Hmm. Keano nomor satu di hati kamu,” ucap Wijaya menggigit pundak Amira.“Aaah. Sakit.” Amira mencubit paha Wijaya.“Kamu membuat aku cemburu. Padahal hari ini aku mau memiliki kamu untuk diriku sendiri. Tidak memikirkan Keano yang berada di rumah.” Wijaya memutar tubuh Amira menghadap dirinya.“Apa sih. Kiano itu anak kita,” ucap Amira.“Ya. Keano adalah anak kita, Sayang.” Wijaya tersenyum. Dia menyentuh bibir Amira dengan jarinya.“Kamu tidak boleh begitu. Bersaing dengan Keano yang anak sendiri.” Amira merapikan diri agar tubuhnya benar-benar berhadapan dengan Wijaya.“Aku tahu, Sayang. Aku terlalu mencintai dan takut keh