Home / Romansa / Lelaki Penakluk Nona Muda / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Lelaki Penakluk Nona Muda: Chapter 141 - Chapter 150

210 Chapters

Bab 141

Amisha menguap lebar dan merentangkan kedua tangannya ketika bangkit dari duduk. Cepat-cepat Zain menutup mulut Amisha yang menganga lebar dengan punggung tangannya.“Salat isya dulu!” kata Zain, mengingatkan Amisha.“Masih lama,” elak Amisha.Zain melirik jam dinding. Masih dua puluh menit lagi waktu tersisa sebelum masuk waktu isya. Zain pun membiarkan Amisha berjalan menuju ranjang. Berpikir bahwa ia akan membangunkan Amisha nanti, bila Amisha sudah cukup lama tertidur.Zain turun ke dapur, meletakkan perkakas kotor itu ke dalam wastafel cuci piring, tepat pada saat Inah keluar dari kamar.“Biar saya saja yang mencucinya, Tuan!” kata Inah, semakin tak enak hati jika Zain lagi yang menyelesaikan tugasnya.“Oh. Baiklah. Terima kasih, Bi!”Pikiran yang masih terfokus pada keanehan Amisha, memaksa Zain untuk merelakan perkakas kotor itu diurus oleh Inah. Ia tidak mau ada piring atau gelas yang pecah gara-gara otaknya tidak bisa berkonsentrasi dengan baik.Zain kembali ke kamar, lagi-lag
last updateLast Updated : 2024-06-15
Read more

Bab 142

“Oh My God! Ini tidak bisa dibiarkan. Sepertinya ada yang salah dengan Amisha. Apa aku harus bawa dia ke ustadz ya?”Sambil berjalan menuruni tangga ke lantai bawah, Zain menimbang-nimbang apa yang akan dilakukannya untuk memulihkan kondisi Amisha seperti semula.Sebersit sesal menyeruak di hatinya, teringat ia telah membawa Amisha ke tengah laut demi menikmati indahnya mentari senja di Pantai Kenjeran Lama.“Jangan-jangan dia kemasukan jin laut,” cemas Zain. “Ah, sudahlah! Besok saja memikirkannya. Sekarang lebih baik cepat-cepat masak sebelum dia ngamuk.”Zain mengayun langkah panjang menuju dapur. Mengecek stok bahan makanan, lalu tersenyum lega melihat masih ada tumpukan kentang dalam keranjang bulat di sudut kitchen set.Zain berusaha menyiapkan makanan yang diminta Amisha dalam waktu sesingkat mungkin. Seporsi wafel saus Bolognese sudah tersaji dalam piring, ditemani segelas susu cokelat panas.“Yaaa, sudah tidur lagi,” keluh Zain.Ia sedikit kecewa mendapati Amisha telah tertidu
last updateLast Updated : 2024-06-16
Read more

Bab 143

“Apa? Misha dilarikan ke rumah sakit?” Zain berteriak syok saat mendengar kabar tentang Amisha dari Gianna melalui sambungan telepon.Tergabas ia menyambar jas yang tersampir di punggung kursi putar, lalu lari mendua katak, menyusuri koridor menuju lift.“Shit!” Zain memaki kesal, mendapati lift khusus eksekutif itu sedang dipakai.Tak kehilangan akal, Zain berlari kencang menuju lift karyawan. Lagi-lagi ia mengumpat jengkel karena ternyata semua lift karyawan juga sedang berjalan.Tak ingin menunggu lama, Zain berlari menuju tangga darurat. Ia tak peduli berapa anak tangga yang harus ia tempuh untuk bisa sampai ke lantai dasar. Yang ia tahu, ia harus secepatnya tiba di rumah sakit.Zain tak mengacuhkan kemejanya yang basah kuyup oleh keringat, pun seluruh tubuhnya yang bermandi peluh gara-gara berlari kencang menuruni tangga. Dibuangnya jas yang dibawanya ke atas jok di samping kursi kemudi. Ia memasukkan kunci mobil dengan tangan gemetar, menyalakan mesin, lalu tancap gas dengan kece
last updateLast Updated : 2024-06-16
Read more

Bab 144

“Saya, Dok!” Zain yang berdiri di pintu masuk, menyahut cepat.Ia baru saja menyelesaikan urusan administrasi rawat inap Amisha.Dokter perempuan itu tersenyum menyambut kehadiran Zain. “Selamat, Tuan Zain! Anda akan segera menjadi seorang ayah.”Zain cuma bengong seraya melirik Amisha tak berkedip. Ia seakan tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.“Kyaaa … selamat, Misha! Kau akan menjadi ibu!” Gianna berteriak heboh sembari memeluk Amisha.Sama seperti Zain, Amisha juga bengong. Balas menatap Zain tanpa kata. Perasaannya tak menentu. Haruskah ia merasa senang dengan berita kehamilannya?“Tuan Zain! Anda baik-baik saja?” tanya sang dokter, menepuk pelan pundak Zain.Zain terperanjat.“Ah, ya. Saya baik-baik saja,” sahut Zain, gelagapan.“Tolong jaga istri Anda dengan baik! Dia tidak boleh terlalu lelah. Kandungannya masih lemah. Baru berusia lima minggu,” jelas sang dokter, memberi wejangan kepada Zain.“Baik, Dok! Terima kasih!” Zain tak tahu lagi harus mengatakan apa kepa
last updateLast Updated : 2024-06-16
Read more

Bab 145

Langit pagi Jakarta tak begitu indah. Awan kelabu berarak lambat, diembus semilir angin pagi menjelang siang, seakan ingin membagi rata setiap mendung yang disebabkannya.Suasana hati Sonny berbanding terbalik dengan mendungnya cuaca. Ia bersiul kecil mengitari toko bunga segar. Menyentuh dan menghirup aroma wangi dari setiap bunga indah yang menarik hatinya.“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya gadis penjaga toko bunga itu, tersenyum ramah.“Ah, ya. Saya butuh mawar merah dan tujuh tangkai mawar putih di tengahnya,” jawab Sonny, menyebutkan jenis bunga yang dibutuhkannya.“Baik, Pak. Akan saya siapkan.”Gadis itu bergegas memilih kuntum mawar terindah dari warna yang diinginkan pelanggannya.“Ini, Pak. Sangat indah!”Gadis itu memuji selera Sonny dan menyerahkan buket bunga di tangannya kepada Sonny.“Terima kasih!” Sonny menerima buket bunga pesanannya dengan wajah berbinar cerah.Ia membawa buket bunga itu ke mukanya. Memejamkan mata sembari menikmati kesegaran wangi yang menelusu
last updateLast Updated : 2024-06-16
Read more

Bab 146

‘Apa lelaki ini bebal ya?’ Amisha melirik Sonny dengan sudut matanya.Sorot matanya tak terbaca. Ia tidak senang Sonny tak mengindahkan perkataannya. Di sisi lain, ia juga penasaran kenapa lelaki itu bersedia menebalkan muka. Jika hanya datang sekadar basa-basi sebagai rekan bisnis, bukankah ia sudah menyelesaikan kewajibannya? Kenapa masih harus duduk menungguinya?Melihat Sonny mengingatkan Amisha pada permintaan Zain. Lelaki itu menginginkan dirinya menjaga jarak dari Sonny.‘Ada apa antara mereka berdua?’ Amisha bertanya-tanya.Saingan bisnis sudah pasti. Dari dulu Prima Company selalu menjadi rival terberat ZA Groups. Dua perusahaan besar itu bersaing dalam berbagai bidang, meskipun ZA Groups lebih unggul dan selalu jadi pemenang.Zain bukan seorang pebisnis yang berpikiran picik. Setahu Amisha, sepanjang kariernya Zain tidak pernah mencampuradukkan masalah pribadi dan bisnis. Lalu, kenapa Zain tiba-tiba berubah? Karena cemburu?Tanpa sadar, Amisha menatap Sonny intens, seakan-aka
last updateLast Updated : 2024-06-17
Read more

Bab 147

“Bi Inah, lihat Nona tidak?” tanya Zain dari bibir tangga.Inah yang sedang sibuk membersihkan meja makan untuk persiapan makan malam, menghentikan kegiatannya dan berpaling pada Zain.“Tidak, Tuan. Nona belum pulang.”“Belum pulang?”Zain merasa aneh Amisha belum tiba di rumah. Saat ia mampir ke kantor Amisha tadi, Gianna mengatakan Amisha pulang lebih awal.“Pergi ke mana dia?” Zain mulai was-was.Amisha baru beberapa hari keluar dari rumah sakit. Kondisi fisiknya belum seratus persen prima. Bagaimana kalau Amisha jatuh pingsan lagi?“Ah, dia selalu saja membuatku khawatir,” gumam Zain pelan.Dikeluarkannya telepon genggam dari saku celana. Mencoba menghubungi Amisha. Namun, hanya suara merdu sang operator yang menyahuti panggilannya dengan kalimat yang sama, “Maaf, nomor yang Anda tuju tidak menjawab.”“Bi, aku pergi keluar. Tolong kunci pintu, ya!” Zain berlari turun, menyambar kunci yang tergantung di dinding, lalu memacu kendaraannya meninggalkan pekarangan rumahnya.Sementara di
last updateLast Updated : 2024-06-17
Read more

Bab 148

Suara gemercik air dari kamar mandi menghadirkan senyuman usil di wajah Zain. Ia mendekati pintu, menempelkan sebelah telinganya di daun pintu kamar mandi itu. Menguping setiap suara yang ditimbulkan oleh gerakan Amisha. Fantasi liarnya mulai mengembara ke mana-mana.“Oh My God! Dia lupa mengunci pintu,” gumam Zain girang ketika tangannya iseng memutar gagang pintu.Diam-diam ia mendorong daun pintu itu secara perlahan, agar tak menimbulkan suara sedikit pun. Dibiarkannya pintu itu tetap terbuka. Toh tidak akan ada orang yang berani masuk ke kamarnya, apalagi sampai masuk ke kamar mandi saat dia dan Amisha sedang di rumah.Ia terpaku menatap Amisha yang sedang berdiri di bawah shower. Tubuh rampingnya hanya terbalut sehelai kain putih tipis dari dada hingga setengah paha. Liukan gemulai Amisha saat membersihkan badan di bawah shower, sungguh sangat menggoda.Refleks Zain membuka kancing piama yang dipakainya satu per satu hingga tak ada lagi yang tersisa. Ia juga membuka celana, menyis
last updateLast Updated : 2024-06-17
Read more

Bab 149

‘Ya Tuhan!’Amisha merasakan sesuatu yang keras menusuk perutnya, kala Zain menarik pinggangnya dan memutar posisi mereka. Kini posisi shower tepat berada di atas kepala Zain.Zain menempelkan busa sabun di tubuhnya ke pipi Amisha. Membuat Amisha mendengkus kesal. Terpaksa ia membilas ulang tubuhnya saat Zain telah menyelesaikan mandinya dan melilitkan handuk di pinggang.SREEET! GREP!Begitu Amisha mematikan aliran air yang mengalir, Zain menarik lepas kain basahan Amisha. Kedua lengan kekarnya bergerak cepat, mengangkat tubuh Amisha, setelah menyelimuti tubuh istrinya itu dengan sehelai handuk putih.Amisha yang terkejut kakinya terangkat tiba-tiba dari lantai kamar mandi, kontan menggapai leher Zain, bergelayut cemas, mengira dirinya terpeleset. Mulutnya hanya bisa ternganga saat menyadari bahwa ia berada dalam gendongan suaminya. Matanya berkilat marah pada Zain.Zain melirik Amisha dengan senyuman tertahan. Ekspresi istrinya, dengan bibir yang sedikit terbuka dan bergetar menahan
last updateLast Updated : 2024-06-18
Read more

Bab 150

Zain masih sibuk menata meja ketika Amisha tiba di ruang makan. Kesegaran wangi rempah berpadu lemon semerbak, menyebar memenuhi rongga hidung Zain. Aroma khas Amisha yang membuatnya mencandu untuk selalu berada di dekatnya. Menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher jenjang itu seraya menghirup wanginya. Spontan Zain mengitari meja, menarik sebuah kursi agar Amisha bisa duduk.Amisha bolak-balik, keluar masuk dapur dan ruang makan. Mengangkat masakan yang belum terhidang. Beruntung ia punya majikan yang rajin membantu dan tak pernah membiarkan ia bekerja sendiri di hari libur. Membuat ia merasa tak sepenuhnya menjabat sebagai asisten rumah tangga, melainkan menjadi bagian dari keluarga itu.“Bi, nanti jangan lupa siapkan semua keperluan yang akan dibawa, ya?” pinta Zain setelah menyodorkan piring berisi sarapan kepada Amisha.“Sudah siap semua, Tuan. Tinggal dimasukkan ke mobil,” sahut Inah, meletakkan segelas susu di samping piring Amisha.“Oh ya? Terima kasih. Bibi memang bisa diandal
last updateLast Updated : 2024-06-18
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
21
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status