Home / Romansa / Lelaki Penakluk Nona Muda / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Lelaki Penakluk Nona Muda: Chapter 161 - Chapter 170

210 Chapters

Bab 161

Amisha menghela napas panjang. Ia tak mengerti mengapa sekarang ia berubah menjadi sosok yang lemah dan tak berdaya. Bahkan, sekadar mengangkat kepala pun, ia harus mengaku kalah pada rasa pusing dan mual yang mendera. Sampai kapan ini akan berakhir?Zain melangkah tanpa suara, mendekati ranjang. Dilihatnya mata Amisha masih terpejam. Entah benar-benar tidur atau hanya sekadar menutup mata untuk mengurangi rasa pusing. Kedua tangannya membawa sebuah nampan, dengan segelas susu khusus ibu hamil di atasnya.Diletakkannya gelas susu itu di atas nakas dan disembunyikannya nampan kosong itu di kolong tempat tidur. Kemudian, disibaknya anak rambut di kening Amisha.“Maafkan aku! Aku sering kali mengecewakanmu,” bisik Zain lembut.Ia mengira Amisha benar-benar tertidur. Ia tidak tega untuk membangunkannya, setelah mengalami kelelahan paska muntah berkali-kali. Dikecupnya dahi Amisha lembut. Tidak lama kemudian terdengar langkah kaki menjauh, meninggalkan kamar itu.Amisha membuka mata. Ia men
last updateLast Updated : 2024-06-21
Read more

Bab 162

“Kau mau pergi?” tanya Zain, menutup majalah yang sedang dibacanya, saat dilihatnya Amisha telah berdandan rapi sembari membawa tas. Diletakkannya majalah itu begitu saja di atas meja ruang tengah, lalu bangkit menyusul langkah Amisha.Amisha tak menggubris pertanyaan Zain. Ia terus mengayun langkah menuju garasi, hendak masuk ke mobil.“Berikan kunciku!” sergah Amisha kesal, ketika tahu-tahu Zain sudah menyambar kunci mobil yang dipegangnya.“Aku akan mengantarmu,” sahut Zain menatap tajam pada Amisha.“Aku tidak butuh sopir,” bantah Amisha, menantang bola mata Zain.Amisha berusaha merebut kembali kunci mobil itu dari tangan Zain. Namun, Zain dengan lincah menjauhkan benda mungil itu dari jangkauan Amisha. Postur tubuhnya yang lebih tinggi dari Amisha tentu saja sangat menguntungkan dirinya.“Aku bilang, berikan kunciku! Apa kamu tuli?”“Aku bilang, aku akan mengantarmu. Apa kau tak memahami kata-kataku?”Keduanya saling beradu tatap dengan garang. Sama-sama bersikukuh dengan keingin
last updateLast Updated : 2024-06-21
Read more

Bab 163

Cup!Sekali lagi kecupan mendarat di pipi Amisha.Segera bocah itu tertunduk dan mengulum senyum malu-malu, setelah melakukan aksinya. Mengundang rasa gemas di hati Amisha. Ia balas mencium pipi bocah lucu itu.“Yeay! Tante Mica menciumku!” pekiknya kegirangan, langsung melompat turun dari pangkuan Amisha, berlari menggabungkan diri bersama teman-teman lainnya, bermain di halaman.Bicaranya yang masih cadel terdengar lucu. Mengundang tawa Amisha dan Rasmi secara bersamaan.“Terima kasih, Nona Misha! Kehadiranmu di sini, selalu membawa kebahagiaan untuk mereka,” tutur Rasmi, dengan mata berkaca-kaca sembari meremas lembut tangan Amisha.Ia sangat terharu setiap kali Amisha datang ke panti itu. Rasanya sulit dipercaya bahwa di zaman yang sudah semakin individualis ini, masih ada segelintir orang yang mau berbagi kebahagiaan dengan anak-anak malang, walaupun tak ada ikatan darah sama sekali.“Sudah sepatutnya orang-orang, yang dititipi kelebihan rezeki oleh Allah … untuk menyalurkannya ke
last updateLast Updated : 2024-06-23
Read more

Bab 164

Manik mata merah jambu keunguan milik Amisha bergerak liar karena resah. Kedatangannya ke panti kali ini berbarengan dengan kehadiran donatur lain yang tidak ia ketahui siapa. Bukan sosok sang donatur lain itu yang membuat jiwa Amisha meronta gundah, melainkan kekhawatirannya akan kehadiran wartawan peliput berita.“Ada apa?” tanya Zain, ikut merasa tidak tenang melihat kegelisahan, yang membias jelas dari pancaran mata indah Amisha.Amisha membisu. Ia baru saja hendak beranjak masuk ke panti ketika seseorang memanggilnya.“Amisha! Kau benar-benar masih sering datang ke sini?” tanya suara itu, seakan terkejut melihat keberadaan Amisha di panti itu.Zain yang sedari tadi duduk bergeming segera bangkit dari duduknya, setelah mengenali siapa pendatang baru itu. Tatapan tajamnya berkilat tidak senang.‘Kenapa dia selalu muncul di sisi Misha?’ geram Zain dalam diam.Amisha memandang sang penyapa dengan tatapan datar, tanpa ekspresi. Ia juga tak mengerti, kenapa lelaki itu selalu saja muncul
last updateLast Updated : 2024-06-23
Read more

Bab 165

Sret! Sret!Buru-buru Sonny menyeka air matanya, lalu duduk berjongkok di hadapan anak yang menegurnya. Ia memaksakan seulas senyum terukir di bibirnya.“Ah, enggak. Om tidak menangis kok,” kilah Sonny, mengelak tuduhan anak berusia enam tahun itu.“Om Sonny bohong! Terus kenapa mata Om Sonny ada airnya?” protes anak itu, menunjuk tepat ke mata Sonny.Kembali Sonny mengumbar senyum. “Om tidak menangis, Sayang. Itu tadi mata Om kemasukan debu yang menempel di bola ini. Kamu lihat ‘kan Om memutar bolanya?”Sonny berbohong untuk menghindari kecurigaan anak itu. Ia menunjukkan bola yang bergelimang debu kepada si bocah cerdik.Sonny tidak ingin anak itu sampai keceplosan, mengatakan apa yang baru saja dilihatnya dari Sonny kepada orang lain di panti itu. Maklumlah, anak seusia itu masih sangat polos dalam bercerita.“Oh … aku pikir Om Sonny sedih karena melihat Tante Misha sakit dan ditolong sama Om Zain,” sahut anak itu, tanpa memahami perasaan Sonny yang sesungguhnya.Benar ‘kan? Anak it
last updateLast Updated : 2024-06-23
Read more

Bab 166

Semilir angin laut berembus kencang. Membuat jilbab yang dikenakan Gianna berkibar ke segala arah, bahkan menutupi sebagian wajahnya. Gianna menepis kibaran jilbab itu dengan jari-jarinya, agar tak menghalangi pandangannya.Dengan pandangan menerawang jauh ke laut lepas, Gianna berjalan menyusuri bibir pantai. Sesekali langkahnya menepi, menghindari kejaran ombak yang ingin mencium kakinya.Ah, andai Amisha bersamanya saat ini, tentu suasananya akan berbeda dan menjadi lebih ceria. Tidak akan semembosankan ini berjalan seorang diri. Gianna berandai-andai sambil mengamati sepasang kepiting, yang bercanda di tepi sebuah lubang kecil pada permukaan pasir setengah kering.“Bagaimanapun, berdua memang lebih baik daripada sendiri,” gumam Gianna pada diri sendiri. Ia tersenyum miris menatap keakraban dua makhluk kecil itu. “Nasib mereka lebih baik daripada aku.”Gianna berjongkok. Meletakkan sebelah lengannya pada kedua puncak lutut. Sebelah tangan lainnya terulur, ingin menyapa dua kepiting
last updateLast Updated : 2024-06-23
Read more

Bab 167

“Rupanya kalian cari mati!” ancam Gianna.Kalimat ancaman Gianna sama sekali tak membuat empat lelaki itu merasa takut. Sebaliknya, mereka makin terkekeh nyaring. Menganggap omongan Gianna hanya lelucon anak kecil untuk menakut-nakuti bocah yang lebih lemah darinya.Tidak jauh dari tempat itu, seorang lelaki bersandar dan menumpukan siku pada kap mobil, menikmati deburan ombak dan birunya air laut yang terbentang luas. Ia membiarkan semilir angin membelai lembut wajah tampannya.Ketenangannya tiba-tiba terusik, mendengar kekehan tawa gerombolan pria, ditingkahi hardikan seorang wanita.“Gianna?” desisnya, menyebut nama Gianna, begitu mengenali suara si wanita. Buru-buru ia berlari, menghampiri gerombolan itu.“Berhenti!” hardiknya, saat dilihatnya seorang lelaki berusaha menyambar lengan Gianna.“Wow! Ada yang coba-coba mau jadi sok pahlawan nih!” ledek salah satu dari mereka, disambut tawa mengejek dari rekan-rekannya.“Yoshi? Kenapa dia bisa ada di sini?” bisik Gianna kaget, ketika i
last updateLast Updated : 2024-06-25
Read more

Bab 168

Mobil yang dikendarai Yoshi melaju melintasi jalanan Jakarta dengan kecepatan sedang. Cuaca yang tadi cerah mendadak berubah dalam sekejap mata. Gerimis mulai meluruh, menimpa dedaunan. Mengalirkan titik-titik kristal yang jatuh menyentuh tanah. Menghantar kesegaran pada helaian rerumputan yang kehausan, ditimpa terik mentari di sepanjang siang.Jam di pergelangan tangan Yoshi menunjukkan pukul 16. 25. Mereka baru saja keluar dari sebuah masjid untuk menunaikan salat ashar.Berdiri di teras masjid, Gianna mengulurkan tangan, merasakan rintik hujan yang jatuh menimpa kulitnya. Rasanya sangat menyegarkan. Gianna sangat menyukai hujan, apalagi kalau sedikit lebih deras, bukan hanya taburan rinai halus seperti saat ini.“Mau pulang sekarang?” tanya Yoshi, berdiri di sisi Gianna dengan kedua tangan terselip di saku celana.Gianna menengadah, menatap angkasa. Awan kelabu masih bergelantungan di mana-mana. Sebagian berwarna hitam. Siap memuntahkan isinya, mengguyur Jakarta.‘Sepertinya hujann
last updateLast Updated : 2024-06-25
Read more

Bab 169

“Ehem!” Amisha berdeham, melirik tajam pada Zain.Buru-buru Zain melepaskan rangkulannya dari pundak Yoshi dan kembali duduk di samping Amisha. Ia tak mau memprovokasi singa betina itu marah.“Kenapa kalian ke sini?” tanya Gianna, mengalihkan topik pembicaraan. Ia duduk di atas single sofa dekat Amisha.“Sebaiknya ganti dulu pakaianmu. Nanti masuk angin,” saran Amisha.Gianna bergeming.Amisha mencondongkan badan mendekati Gianna, berbisik pelan, “Kau tidak berniat untuk memamerkan lekuk tubuhmu, ‘kan?”“Aiiyaaa … aku tidak segila itu!”Bergegas Gianna bangkit dari tempat duduknya tatkala Amisha memberi perintah dengan gerakan dagu.“Ini rumahku. Kenapa justru aku yang seperti tamu?” gumam Gianna, melangkah masuk ke kamarnya. “Aish! Ini semua gara-gara si Patrick bodoh itu.”“Kau akan terus berdiri di situ?” tanya Zain pada Yoshi yang masih berdiri bengong, melepas kepergian Gianna dari ruangan itu.“Ah, tentu saja tidak.” Yoshi duduk di sisi Zain. “By the way, kenapa kalian ke sini hu
last updateLast Updated : 2024-06-27
Read more

Bab 170

Selama beberapa waktu kamar tidur Gianna hening. Dua wanita cantik itu seakan bersemadi dalam pikiran masing-masing.“Jadi, aku salah ya?” tanya Amisha bodoh.“Aku tidak bilang kamu salah. Kamu aneh. Kamu itu ya … ibarat seseorang yang sudah menanti di halte bus selama berjam-jam, tapi ketika bus yang kamu tunggu datang, kamu malah melemparnya dengan batu. Apa itu tidak akan menimbulkan masalah?”Amisha diam tercenung, mendengar penuturan Gianna. Hatinya sedikit tersentak. Gianna ada benarnya. Ia terlalu berlebihan menyikapi kebohongan kecil Zain.“Zain juga sih, kenapa dia tidak jujur saja dari awal? Kalau sejak semula aku tahu dia itu Brother Za, aku tidak akan bersikap cuek padanya.”Amisha masih saja enggan untuk menyalahkan diri dan mengakui kesalahannya.“Dengar ya … aku sangat yakin Zain itu mencintaimu. Kalau tidak, tidak mungkin dia mengungkapkan perasaannya di hadapan khalayak ramai, disaksikan orang tuanya, tamu undangan, bahkan para wartawan.”Gianna meluruskan kaki, menyam
last updateLast Updated : 2024-06-27
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
21
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status