Home / Romansa / Istri Kedua Majikan Arogan / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Istri Kedua Majikan Arogan: Chapter 41 - Chapter 50

65 Chapters

Kiara Hamil

Kiara mencari resepsionis, tapi tidak menemukannya. Akhirnya, dia memberanikan diri untuk mengetuk sebuah pintu di ujung lorong. Pintu itu terbuka, dan seorang wanita muda dengan rambut berwarna merah menyala muncul di depan Kiara."Mau apa?" tanya wanita itu dengan nada ketus."Saya ingin menyewa kamar," jawab Kiara dengan suara lirih.Wanita itu menatap Kiara dari atas ke bawah dengan tatapan skeptis. "Ada uangnya?" tanyanya.Kiara menunjukkan dompetnya yang tipis. "Hanya ini," katanya.Wanita itu mendengus. "Uang segitu cuma cukup untuk kamar mandi bersama. Mau?"Kiara menelan ludah. Dia tidak punya pilihan lain. "Baiklah," katanya dengan suara pelan.Wanita itu mengantar Kiara ke sebuah kamar kecil di ujung lorong. Kamarnya gelap dan kotor, dengan kasur tipis yang sudah lusuh. Kiara meletakkan tasnya di atas kasur dan duduk di kursi yang reyot.Dia merasa putus asa. Dia tidak menyangka bahwa hidupnya akan berakhir di tempat seperti ini. Tapi, dia tidak punya pilihan lain. Dia haru
Read more

Jejak yang Hilang

“Begini saja saran saya. Sebaiknya biarkan dulu gadis ini istirahat, nanti ibu tanyakan hal selanjutnya. Bagaimanapun juga kita tidak bisa mengusir mendadak jika memang dia bukan gadis baik-baik. Nanti pelan-pelan saja bicaranya, Bu. Kalau ada apa-apa bisa jemput saya lagi.”Dokter yag memeriksa memberikan saran kepada ibu kos agar menunggu hingga Kira sadar baru menanyakan langkah selanjtka kepada Kiara. Ibu kos terlihat kesal berulang kali mendengus saat Dokter sudah pulang.“Astaga, dosa apa yang sudah kuperbuat. Baru kali ini dapet musibah kayak gini. Semoga aku tidak mendapatkan masalah dengan orang yang berhubungan dengan gadis ini.”Ibu kos pun meninggalkan Kiara sendirian. Setelah memastikan gadis itu mendapatkan obat hingga terlelap tidur. Setelah beberapa waktu berlalu, dia kembali melihat kondisi Kiara setelah mendengar suara keributan.Ibu kos, seorang wanita tua dengan rambut beruban dan wajah penuh kerutan, tergopoh-gopoh menuju kamar Kiara. Suara teriakan penghuni kos l
Read more

Pengkhianatan

Tidak jauh dari tempat itu ternyata Ferdi sedang mengintai buruannya, yaitu Kiara. Dia dengan tertawa puas memanfaatkan supir taksi yang lewat saat hujan gerimis. Dia melupakan kondisi tubuh yang kesakitan saat duduk. Dengan tertawa lepas mengetahui supir taksi suruhannya berhasil membawa Kiara pergi dari tempat itu.“Kamu lihat, Ren! Berhasil kan rencanaku. Tanpa susah payah, aku dapet duit banyak dari Kiara. Tidak masalah aku tidak bisa menidurinya. Yang penting cuan, Man” tawa Ferdi memenuhi badan mobil.“Kamu nggak takut, Kiara kenapa-napa? Aku lihat masih ada cinta di matamu, Fer!” pancing Rendi mencoba melunakkan hati temannya.“Wanita masih banyak, aku nanti yang akan menolong dia. Kita raih simpatinya dulu, dia nggak bakal tahan di luar tanpa uang. Mau dapet duit dari mana dia, ngemis?!”kata Ferdi.“Parah kamu, Fer. Udah aku nggak mau ikutan,” kata Rendi melajukan mobil meluncur menuju ke rumah Ferdi.Sampai di rumah, Ferdi dipapah oleh Rendi. Bokong yang masih sakit akibat te
Read more

Keluar dengan Paksa

Mimi yang baru terbangun dari tidurnya, sangat geram mendengar Ferdi semakin berani mengancamnya. Bahkan sekarang mulai membentaknya di telpon. Ingin melepas Ferdi, tapi cowok itu sudah terlanjur mengetahui semua rahasianya. Mimi takut jika Andra sampai tahu rahasia kejahatannya kepada Kiara.Meski masih di rumah sakit, Mimi terus berkomunikasi dengan Ferdi. Dia tidak ingin satu momen terlewat saat Kiara terpuruk dan hilang dari kehidupannya. Mimi saat ini mengutuk sakit yang tiba-tiba datang sehingga rencana untuk menjauhkan Kiara dari sisi Andra berantakan.“Ke mana Ferdi membuang bocah ingusan itu? Jangan sampai dia ceroboh dan rahasiaku terbongkar oleh Mas Andra. Mumpung dia tidak ada di sini sebaiknya aku segera mencari orang untuk menemukan Kiara dan membuang jauh-jauh gadis itu. Kiara dan Mas Andra sudah mengkhianati aku. Aku tidak terima,” gumam Kiara dengan napas memburu.Meski dalam kondisi sakit, Mimi tidak pernah jauh dari ponselnya. Berharap Ferdi memberi kabar yang baik
Read more

Mencari Pekerjaan

Sementara Kiara yang pingsan di tempat kost mendapatkan pertolongan dari ibu kost, kini mulai tersadar. Ibu Kos menatap tajam ke arah Kiara yang terbaring lemas.“Kamu hamil.”Kalimat yang keluar dai bibir Ibu kos yang menolaknya tentu membuat Kiara terkejut. Tubuhnya bergetar dengan tangan meraba perut yang masih rata.GlekJantung Kiara seakan berhenti mendengar suara Bu Kos yang dingin dan menyatakan jika dirinya hamil. Kiara meraba perut yang sejak keluar rumah terasa tidak enak. Dia sekarang bingung apa yang harus dilakukan sedangkan dia belaum punya pekerjaan untuk menghidupi diri sendiri, apalagi ini ditambah dengan hadirnya seorang bayi.“S-saya h-hamil, Bu?” ucapnya terbata.“Ya, kamu hamil. Dan saya tidak tahu, bagaimana saya bisa menampungmu. Aku tidak ingin tempat kosku dihuni oleh seorang pelakor.”“Buk, saya bukan pelakor. Saya punya suami. T-tapi sekarang ….”“Mana, mana buktinya? Tunjukkan identitas yang bisa membuat saya percaya jika kamu punya suami. Maaf, saya buka
Read more

Penguntit

Angin malam yang dingin menyusup melalui celah-celah jendela, membawa getaran yang tidak menyenangkan ke dalam ruangan. Kiara merasakan dinginnya hingga ke tulang-tulangnya, namun bukan hanya karena suhu udara—aura pemilik rumah itu lebih dingin dari hawa malam itu sendiri.Kiara dengan suara yang ragu-ragu. “Tuan, saya… saya bersedia menerima pekerjaan ini. Tapi, mohon waktu sebentar untuk saya bicarakan dengan ibu kost saya.”Pemilik Rumah dengan nada tajam dan tidak sabar. “Hem, pergilah. Tapi ingat, besok pagi kamu harus sudah ada di sini. Jika terlambat, kamu yang akan menanggung akibatnya!”Kiara mengangguk, merasakan berat tanggung jawab yang kini dia pikul. Dia tahu mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah, terutama dengan latar belakang pendidikannya yang hanya SMA dan tanpa keterampilan khusus. Namun, kebutuhan untuk bertahan hidup—untuk dirinya dan anak yang belum lahir—mendorongnya untuk mengambil risiko ini.Kiara berbicara pada diri sendiri saat meninggalkan rumah. “Ak
Read more

Bersitegang

Sementara Kiara yang berulang kali hampir jatuh saat berjalan sudah tiba di kamar kos yang sempit. Dengan sekali hentak tubuh kecilnya ambruk di kasur. Dia tidak peduli pinggangnya terasa sakit akibat benturan benda yang tidak begitu empuk tersebut.Baru memejamkan mata beberapa menit terdengar suara orang mengetuk pintu. Suara yang familiar di telinga Kiara, yaitu ibu kosnya.“Kiara … buka pintunya. Kamu baru datang yak?!” panggil ibu kos dengan pelan.“Iya, Buk. Bentar saya rapikan dulu tempatnya.”Bergegas gadis itu merapikan kasur yang berantakan akibat ulahnya merebahkan diri sembarangan. Tubuhnya yang letih membolak balikkan badan sehingga sprei yang tertata rapi menjadi kusut dan naik ke permukaan.Pintu dibuka senyum mengembang tiba-tiba di bibir ibu pemilik kos. Tidak terlihat sama sekali kejudesan yang kemarin di mata Kiara. Ada rasa lega sekaligus curiga dengan sikap perempuan yang ada di depannya. Tapi Kiara berusaha positif thinking karena sudah diberikan tumpangan untuk
Read more

Siap Dalangnya

Kiara berdiri di depan pintu rumah besar yang megah, napasnya tercekat. Ibu kosnya, Bu Sari, telah memintanya untuk bekerja, namun dengan syarat yang tidak biasa—Kiara harus tetap tinggal di kos meskipun bekerja di rumah sang majikan. Rumor yang beredar menyebutkan bahwa pemilik rumah, Pak Harun, adalah seorang tajir yang sangat loyal kepada para pekerjanya, sehingga dia bersikeras agar Kiara kembali ke kos setiap hari setelah bekerja.Saat Kiara memasuki rumah itu, firasat buruk menyergapnya. Aura dingin dan tidak bersahabat dari Pak Harun membuatnya semakin tidak nyaman. Namun, demi sesuap nasi untuk calon bayinya, dia nekat menerima pekerjaan itu. Di balik keangkuhan Pak Harun, Kiara merasakan ada misteri yang menyelimuti rumah itu, dan pertanyaan demi pertanyaan mulai muncul di benaknya.“Bu Sari, saya mengerti Anda ingin saya bekerja, tapi mengapa saya harus tetap tinggal di kos?” tanya Kiara.“Kiara, Pak Harun itu orang baik. Dia ingin kamu aman. Rumah ini besar dan banyak kamar
Read more

Bertemu Andra

Alex menggaruk tengkuknya dengan canggung. "Maaf, Kiara. Aku tidak bermaksud menipumu. Sebenarnya aku merasa bersalah kepadamu. Dulu aku yang menculikmu atas perintah atasan."Kiara terpaku. Pikirannya dipenuhi bayangan masa lalu yang kelam. Penculikan, Andra, dan Mimi menyatu menjadi sebuah gambaran yang mengerikan."Mas Andra menyuruhmu menculikku?" Kiara nyaris tidak percaya."Tidak." Alex menggeleng. "Dia tidak tahu menahu soal itu. Istri pertamanya, Mimi, yang menyuruh kami menculikmu. Dia cemburu denganmu."Amarah dan kekecewaan membuncah di dada Kiara. Andra yang selama ini dia cintai ternyata tidak berdaya melindungi dirinya dari intrik para istrinya."Lalu kenapa kamu membantuku sekarang?" tanya Kiara dengan nada lirih."Entahlah," Alex menghela napas. "Mungkin karena aku melihatmu seperti adikku sendiri. Aku punya anak dan istri di kampung. Melihatmu dalam kondisi hamil sendirian membuat hatiku terenyuh."Kiara terdiam, hatinya bimbang. Dia tidak tahu harus percaya Alex atau
Read more

Pelarian

Air mata Kiara membasahi pipi Andra. Dalam pelukan sang suami, dia merasakan kehangatan dan kasih sayang yang selama ini dia rindukan. Bayangan Alex dan keraguannya perlahan memudar, digantikan oleh rasa cinta dan kepercayaan."Aku senang kamu kembali," bisik Kiara. "Aku tidak ingin kehilanganmu lagi."Andra tersenyum, menyeka air mata Kiara dengan ibu jarinya. "Aku tidak akan pergi lagi. Aku berjanji akan selalu menjagamu dan bayi kita."Kiara memeluk Andra lebih erat, merasakan kebahagiaan yang tak terkira. Tiba-tiba, suara ketukan pintu terdengar. Kiara tersentak, melepaskan pelukannya dari Andra. Rasa kantuknya hilang seketika. Siapakah yang datang malam-malam begini?"Siapa itu?" tanya Kiara dengan suara serak.Andra melangkah ke arah pintu. "Aku akan melihatnya."Pintu terbuka, dan Andra berdiri di sana dengan tatapan bingung. "Tidak ada siapa-siapa di sini," katanya.Kiara mengerutkan kening. "Tadi aku mendengar ketukan pintu."Andra menggeleng. "Mungkin kamu hanya bermimpi."K
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status