Home / Pernikahan / Pesona Istri Dadakan CEO / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Pesona Istri Dadakan CEO: Chapter 31 - Chapter 40

133 Chapters

Bab 31: Siapa Pelakunya?!

“Ke mana dia?” gumam Al karena tidak mendapati Cal di sampingnya, di atas tempat tidur. Pagi ini Al sengaja terbangun lebih awal, pria itu melirik jam digital, lalu bergegas keluar kamar dan turun ke lantai satu. Namun, di tengah-tengah anak tangga, ia mendengar suara bising dari arah dapur. Penasaran, Al mengendap-endap mendekati area dapur. Pria itu menautkan alis, mata elangnya semakin tajam melihat area dapur berubah terang. “Dia di sini,” gumam Al, sembari duduk menempel pada sisi meja makan, lalu melipat tangan depan dada. Pria itu terkesima pada pemandangan menarik di hadapannya. Cal mencepol asal rambutnya, menyisakan banyak helaian yang menjuntai jatuh menyentuh tengkuk. Sosok bidadari cantik itu tengah berdiri membelakangi meja makan. Cal menatap mangkok berukuran sedang. Tidak lama denting oven mengalihkan atensi, buru-buru Cal mengeluarkan loyang, seketika paras cantiknya berubah kusut menatap kacang almond yang gosong. “Hah? Bagaimana ini?” Panik wanita itu, kemudia
Read more

Bab 32: Salah Sangka

“Aku pikir kamu tidak pulang ke rumah.” Suara Cal menyusup di tengah cahaya redup serta dinginnya malam.Seketika Al menghentikan aktivitasnya. Pria itu sedang duduk di mini bar ditemani sebotol anggur serta gelas kristal bordeaux yang baru diisi. Al menoleh, menatap Cal yang berjalan mendekat.Cal menghentikan langkah dan mengernyit, sebab penampilan sang suami sangat berantakan. Wajah tampan Al sangat suram. Seluruh kancing kemeja berwarna putih terbuka, memperlihatkan otot dada dan perut yang terpahat sempurna, serta bagian lengan tergulung sampai siku. Rambut pria itu juga acak-acakan.Wanita itu kembali mengikis jarak, tangannya terjulur hendak merebut sebotol anggur dan gelasnya. Mendadak, Cal tercenung karena Al menggenggam jemarinya, ia menurunkan pandangan, memindai ibu jari Al yang bergerak membelai kulit tipis pada punggung tangan.“Kamu mabuk.” Suara Cal merambat halus di tengah kesunyian.Perlahan Al menarik tangan wanitanya hingga mendekat. “Mau minum?”“Tidak, Al.”Sete
Read more

Bab 33: Dia Aneh

‘Apa telah terjadi sesuatu? Dia … aneh,’ batin Cal sembari memperhatikan tingkah Al tampak tak biasa. Cal berpikir Al tidak menyukai menu makan siang kantor, sejak sepuluh menit lalu pria itu hanya memandangi kotak makan. Tiba-tiba pria itu berdeham, lalu menggerakkan kepala, sorot mata menatap lekat paras jelita. “Kalau kamu tidak suka, aku bisa pesankan makanan yang lain,” celetuk Cal di tengah kesunyian ruang kerja CEO. Setelah melepas pagutan, Al membawa Cal keluar dari ruangan Xavi dan kembali ke ruang kerjanya. “Tidak perlu, sebaiknya habiskan makananmu!” kata Al. Sedangkan Cal tidak memberi tanggapan apa pun. Ia kembali fokus pada makanannya, sekaligus merasa tidak nyaman karena diperhatikan oleh sepasang mata elang. Selesai makan siang, Cal melakukan pekerjaan seperti biasa. Pasangan suami istri itu tidak terlibat percakapan baik masalah kantor atau rumah. Menjelang pulang kantor, Cal keluar ruang CEO untuk menyerahkan dokumen yang telah ditandatangani Al kepada Xavi. Tak
Read more

Bab 34: Apa Aku Boleh Egois?

“Iya aku lihat,” sahut Cal menyembunyikan kegugupannya. “Ingat pesanku tadi,” ucap Al sembari menyentil dahi Cal. “Semua tidak gratis,” sambungnya. ‘Astaga, dia benar-benar kejam,’ batin Cal menggerutu. Perlahan tapi pasti, wanita itu mengangsurkan dua tangannya, menyentuh kancing kemeja, lantas meloloskan satu per satu hingga otot-otot yang terpahat sempurna terlihat jelas. Cal maju satu langkah membantu melepas kemeja dari tubuh Al. Jujur saja, ia gemetaran, karena pertama kali melakukannya. Akan tetapi, Cal merasa beruntung sebab Al hanya diam, kendati sorot mata elangnya menatap penuh minat padanya. Wanita itu menyampirkan kemeja kotor pada lengannya, lalu mengembuskan napas berat. “Selesai Al. Lalu di mana kotak obatnya? Perbanmu harus diganti.” “Di atas,” jawab Al, bola matanya bergerak ke arah lantai dua. “Di kamar kita,” tambahnya dengan intonasi menggoda. Cal mengangguk, bergegas menuju lantai dua. Buru-buru ia membuka pintu kamar, membongkar laci dan lemari, mencari k
Read more

Bab 35: Semakin Nyaman

Paska perubahan sikap Al tempo hari, membuat Cal perlahan-lahan tidak lagi menghindar, bahkan dinding pembatas yang dibangunnya mulai rontok. Kini, ia menghabiskan banyak waktu bersama Al baik di kantor ataupun rumah. “Sudah selesai?” tanya Al ketika melihat Cal meregangkan otot tangan. Pria itu menghampiri Cal menuju meja kerjanya, menyelipkan satu tangan ke dalam saku celana, dua sudut bibinya tersenyum merekah menatap paras jelita sang istri. Al benar-benar mengikuti saran psikolog. Cal mengangguk kecil, kemudian mematikan layar laptop, tidak lupa merapikan beberapa barang pribadi dan memasukkan ke dalam tas ransel. “Ayo, masih ada waktu dua jam lagi untuk bersiap.” Al mengulurkan tangan. Jika sebelumnya sulit mendapat sambutan, kali ini Cal menerima uluran tangan Al. Keduanya segera keluar ruangan—meninggalkan gedung. “Memangnya tidak masalah aku ikut ke acara pameran seni itu? Di undangan tertera hanya CEO.” Cal mengingat kartu hitam dengan tulisan berwarna emas yang diberka
Read more

Bab 36: Terbuai

Sontak, Al menggeram, sebab mengetahui siapa pemilik suara itu. Ia langsung melingkarkan tangan secara posesif di pinggang Cal, secara tegas melarang wanitanya menoleh.“Apa kabar Tuan Torres? Lama tidak bertemu … mungkin lain waktu aku sempatkan diri berkunjung ke kantormu,” ucap Lionel diiringi senyum palsu.“Seperti Tuan Pedrosa lihat, aku dan istriku baik-baik saja. Kami bahagia.” Setelah mengatakan itu, Al mengetatkan rahang sebab sorot mata Lionel terpesona pada penampilan Cal.Bola mata pria itu benar-benar terkunci hanya pada Cal. Bahkan keberadaan Al di samping wanitanya seakan dianggap tidak ada.“Ya tentu. Anda sungguh beruntung memilikinya. Dia perempuan penyabar, meskipun tidak diperlakukan dengan baik,” cakap Lionel membuat para kolega bisnis lain mengerutkan kening lalu berpamitan dan berlalu pergi.“Terima kasih … pujiannya.” Al semakin erat memegangi pinggang Cal, sampai pemilik tubuh meringis pelan. “Aku harap tidak ada
Read more

Bab 37: Ada Yang Berbeda

Paska kegiatan panas semalam, pagi ini Cal terbangun dengan perasaan berbeda. Selain itu, sudah lebih dari sepuluh menit memandangi sosok tampan di depannya yang masih terlelap damai.“Aku tidak percaya kita ....” Cal mengulum senyum sambil memainkan jemari di rambut berantakan suami.Ketika ia merubah posisi dan memutuskan beranjak dari pembaringan, Al membuka lebar kelopak mata. Tatapan penuh minat terpancar dari manik biru safir. Pria itu melingkarkan tangan pada pinggang ramping, lalu menariknya, membawa Cal dalam pelukan.“Aku percaya,” bisik Al mengembuskan napas hangat menyapu halus anak rambut pada kening Cal.Jujur, saat ini Cal dilanda kegugupan untuk alasan yang tidak bisa dijabarkan. Sejenak, ia terdiam, dan menelan salivanya.“Tapi Al, aku—““Tidak ada alasan Cal!” Al menyusuri punggung polos itu menggunakan jemarinya. “Dan semalam adalah jawaban.”Cal menggembungkan pipi, menjauhkan kepala, lalu mendongak kepala menatap paras rupawan yang memeluknya.“Kenapa? Mau lagi?”
Read more

Bab 38: Aku Tidak Bisa

‘Kamu tahu Calantha, sebelum hamil wanita harus mempersiapkan tubuhnya!’Selama dua hari, kalimat itu selalu terngiang dalam benak Cal, di mana pun, kapan pun termasuk ketika ia sedang bergumul di atas ranjang bersama sang suami.“Udangnya gosong!” seru Al, gegas mematikan kompor.Seketika Cal melepaskan tangan dari gagang panci serta spatula. “Ah, a-aku tidak tahu kalau—““Apa yang kamu pikirkan?” desak pria itu secara langsung.Pertanyaan itu terlontar bukan tanpa alasan, sebab belakangan ini Cal lebih sering melamun sehingga tidak fokus pada pekerjaannya. Bahkan kegiatan panas yang seharusnya berlangsung menyenangkan, berubah menjadi … hambar. Cal hanya bisa merasakan tubuhnya menjadi objek dari kebutuhan biologis seorang pria.“Tidak ada, maaf sarapannya gagal.” Cal melirik ke arah panci. “Aku memang tidak pandai masak seperti … Clair,” lirihnya merasa tidak berguna sebagai seorang istri.Kemudian, ia memutar badan, meninggalkan semua kekacauan di dapur. Sayang, Al mencegahnya, la
Read more

Bab 39: Jadi Benar

“Dari mana?” tanya Al pada Cal yang baru saja masuk ruang CEO. Tadi, setelah Cal berjalan-jalan bersama kakak sepupu, keduanya berpisah di depan gedung salah satu apartemen. Cal tidak singgah melainkan bergegas kembali ke kantor. Cal meninggikan alis, lalu berjalan menuju meja kerjanya. “Bukankah aku sudah izin bertemu dengan Mitha, kamu tidak lupa ‘kan?” Namun, Al mencekal lengannya. Pria itu menarik Cal mendekat hingga tubuh keduanya merapat padu. Cal memicingkan mata, sebab menghirup aroma asap rokok dari embusan napas sang suami. “Apa yang kamu pikirkan?” Al menyentil dahi Cal hingga ringisan kecil terdengar dari bibir tipis, kemudian mencubit dagu lancip. “Alasanku merokok?” tanyanya yang langsung mendapat jawaban anggukan kepala dari Cal. “Karena istriku tidak patuh. Jangan pernah pergi sebelum aku izinkan. Paham!” tegasnya. Bahu tegak Cal berubah melemas bersamaan dengan helaan napas panjang. Ia geleng-geleng kepala mendengar ucapan pria di hadapannya. “Apa seperti itu se
Read more

Bab 40: Apakah Harus Bercerai?

Hening, ruang kerja CEO ini berubah dingin. Bahkan Al sama sekali enggan menjawab pertanyaan wanitanya. Cal tersenyum masam, lantas beranjak dari atas pangkuan Al. Melalui keterdiaman suaminya, ia mendapat jawaban.“Kamu memperlakukanku seperti tawanan Al,” ucap Cal dengan suara lembut tetapi sorot matanya memancarkan kekecewaan.Kemudian wanita itu kembali duduk di kursi kerjanya. Wajah cantik Cal menghadaap layar laptop, ia melampiaskan perasaannya pada setumpuk pekerjaan.**Sepulang kerja, Cal meminta izin pada suaminya untuk bertemu dengan Mitha. Meskipun tidak mendapat jawaban, ia tetap pergi, sebab membutuhkan waktu sendirian. Sesampainya di apartemen sederhana, Cal tidak langsung masuk. Melainkan menolehkan kepala, melihat dua orang penguntit.“Calantha, ayo masuk. Maaf aku tidak mampu sewa yang lebih luas,” kata Mitha menekuk wajahnya.“Bukan begitu Mitha. Aku tidak bermaksud—““Oh, anak buah suamimu?” Mitha menatap ke balik punggung Cal. Cal mengangguk, dan tersenyum kikuk,
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status