All Chapters of Dikontrak 365 Hari jadi Istri Presdir Dingin: Chapter 221 - Chapter 230

235 Chapters

Bab 221 - Amarah Denis

Aksa menarik napas panjang lalu berkata, “Saya ingin bicara sesuatu yang cukup serius denganmu. Soal Dewi ....”Denis tampak terkejut mendengar nama istrinya disebut.Terlebih lagi, pria yang berada di hadapannya itu adalah mantan suami dari istrinya. Apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba Aksa tiba-tiba ingin membahas soal Dewi.Perasaan Denis mulai tak karuan. Mencoba untuk mencari tahu. “Ada apa dengan Dewi?” tanyanya berusaha tetap tenang.Sekali lagi, Aksa menarik napas dalam-dalam, meletakan ponsel di atas meja lebih dulu lalu mulai mengatakan yang sebenarnya. “Dia mencoba mengganggu rumah tangga saya dengan Ocha. Entah apa yang ada di pikirannya, tetapi saya benar-benar merasa terganggu dengan sikapnya.”Denis mengernyitkan dahi, sangat terkejut mendengar pengakuan Aksa. Dewi menganggu rumah tangga mantan suaminya? Bagaimana bisa?“Dewi?” Denis mengulang pertanyaannya seolah-olah memastikan bahwa dia tidak salah dengar. “Dia m
Read more

Bab 222 - Fafa Menagih Janji

Dewi menggigit bibir bawahnya, mendadak gelagapan mendengar pertanyaan suaminya. Cemas dan bingung harus berkata apa? Mau mengelak pun rasanya percuma karena Denis sudah melihat bukti perbuatannya. “Aku ....” Suara Dewi tercekat. “Apa?” desak Denis. Dewi menelan ludahnya kuat-kuat. “Aku hanya ingin melihat reaksi Ocha, itu saja. Tidak ada maksud apa-apa,” katanya, berusaha membela diri. Denis mulai mendekat, menatap istrinya dengan tajam membuat wanita itu mundur perlahan. Makin Denis dekat, Dewi juga kian mundur hingga mentok ke tembok. “Jangan berbohong, Dewi!” ucap Denis pelan, tetapi penuh penekanan. “A—ku, aku gak berbohong, Mas.” Denis menyeringai sinis, tentu saja dia tak begitu saja percaya dengan perkataan wanita yang dicintainya itu. Sudah lama ia mengenal Dewi. Jadi, setidaknya mampu membedakan perkataan Dewi jujur atau bohong hanya melalui raut wajah dan tatapannya
Read more

Bab 223 - Jalan Buntu

“Kau dulu berjanji, ‘kan? Akan bertanggung jawab kalau apa yang kita lakukan membuahkan hasil. Sekarang, aku tagih janjimu. Nikahi aku sebelum anak ini lahir.” Fafa kembali membuka pembicaraan bahkan ketika Aris tak kunjung angkat bicara. Di hadapannya, Aris menghela napas panjang. Wajahnya tampak tegang. Dia melirik sekitar, seakan-akan berharap ada orang lain yang bisa mengalihkan perhatiannya dari percakapan ini, tetapi sayangnya tak ada yang peduli dengan mereka kini.“Fafa, dengarkan aku,” ucapnya dengan nada serius, terlihat ia memaksakan diri untuk tetap tenang, “aku tidak memaksamu waktu itu, oke? Kau juga tau kalau kita berdua melakukan itu atas dasar keinginan bersama, ‘kan? Seharusnya kau juga sudah tau dan sadar akan konsekuensinya. Jadi, kau tak bisa begitu saja memintaku bertanggung jawab karena ini tidak serta merta hanya salahku. Aku tidak mungkin menikahimu. Kau tau aku punya istri.”Fafa tersentak mendengar respons Aris yang berbeda dari
Read more

Bab 224 - Fafa Tak Sadarkan Diri

Aksa dan Ocha berjalan beriringan menuju ballroom tempat berlangsungnya gala premiere. Suasana megah menyambut kedatangan mereka.Aksa tak melewatkan kesempatan bertegur sapa dengan rekan-rekan pengusaha untuk mengeratkan silaturahmi, begitu Ocha yang juga langsung berbaur dengan para istri pengusaha yang lain.Untungnya, sebelumnya ia sudah beberapa kali mendampingi Aksa menghadiri acara-acara formal, jadi setidaknya ada beberapa istri rekan kerja Aksa yang ia kenal, bahkan berteman baik dengannya. Mereka mengikuti setiap detail acara dengan khidmat yang berlangsung kurang lebih satu jam itu.Begitu mereka dalam perjalanan pulang, Ocha bersandar di kursi mobil. Hari ini rasanya cukup lelah karena setelah bekerja, ia masih harus mendampingi sang suami menghadiri acara besar tersebut. Kepalanya diam-diam bertumpu pada sandaran kursi sambil memejamkan mata. Namun, Aksa yang menyadari itu melirik ke arah Ocha sekilas.“Capek, Saya
Read more

Bab 225 - Ibu Telah Gagal ....

Ocha mondar-mandir di depan ruang operasi dengan raut cemas, tak mampu menyembunyikan kekhawatirannya.Sesekali ia duduk lalu berdiri lagi, tak bisa tenang. Hingga tidak lama, Aksa datang dengan membawa paper bag berisi hoodie dan celana santai untuk Ocha.“Sayang, mending kamu ganti baju dulu,” kata Aksa sambil menyerahkan paper bag itu pada Ocha. “Gaun kamu banyak darahnya.”Ocha menunduk, memperhatikan gaunnya yang elegan ternyata memang terkena darah kakak tirinya di mobil tadi. Ocha menggeleng, menolak tawaran suaminya dengan raut memelas. “Aku nggak mau, mau nunggu Mbak Fafa dulu aja. Aku nggak bisa pergi.”Aksa melirik jam tangannya lalu menatap Ocha dengan lembut, berusaha menenangkan sang istri yang diketahui sangat cemas. “Mbak Fafa baru 20 menit di dalam, Sayang. Ganti baju nggak akan makan waktu sejam. Ayolah, aku temanin. Baju kamu udah kotor itu.”Ocha mendesah berat, tetapi pada akhirnya mengangguk pelan. Lagipula
Read more

Bab 226 - Koma?

Ocha menatap Laras dengan mata berkaca-kaca. Dia menarik napas panjang lalu dengan lembut berkata, “Bu, jangan bicara seperti itu.”“Asal Ibu tau kalau Ibu gak pernah gagal jadi Ibu sambung untukku. Justru Ibu berhasil mendidik aku menjadi anak yang kuat, tegar, dan tidak manja dengan cara Ibu sendiri.”Laras terisak semakin dalam mendengar tanggapan Ocha yang penuh kebesaran hati meskipun dia tahu Ocha hanya sedang menghiburnya dan tak mau menyalahkannya. Dia memang terlalu baik, sedikit pun tak menaruh dendam padanya.Di sudut lain, Aksa juga diam-diam menghapus buliran bening yang tiba-tiba jatuh membasahi pipinya. Mendengar perkataan sang istri, dia seketika mengingat masa lalunya dengan Ocha yang suram. Lagi-lagi, Aksa merasa menyesal karena ia sebagai suami yang seharusnya menjadi pelindung untuk Ocha malah menambah luka hati wanita itu. Laras terus terisak. Penyesalan demi penyesalan makin dirasakan seakan-akan membuat dunia kemb
Read more

Bab 227 - Gugup

Laras jatuh terduduk di kursi terdekat, air matanya sontak mengalir deras. “Koma?” Suaranya bergetar.“Dok, Kakak saya sedang hamil, apa kandungannya baik-baik saja?” tanya Ocha dengan raut cemas. Dia mengingat, tadi dia melihat ada darah yang juga merembes dari area selangkangan Fafa pasca kecelakaan.Sang dokter menarik napasnya lalu menggeleng pelan. Wajahnya menunjukkan kesedihan yang mendalam. “Benturan yang dialami pasien terlalu keras, Bu. Kami tidak bisa menyelamatkan janinnya.”Isakan Laras kembali terisak keras, nyaris histeris, tetapi Ocha buru-buru beralih menenangkannya. “Maaf, Dok. Kalau boleh tau, kira-kira Fafa akan koma sampai kapan?” Paul ikut bertanya. Hanya saja, kali ini dokter kembali menggeleng. “Kami belum bisa memastikan hal tersebut, Pak. Namun, kami akan terus memantau kondisinya selama 24 jam ke depan untuk melihat perkembangan lebih lanjut. Dan ....”“Bisa dipahami, ya, Pak, Bu?” Pertanyaan sang dok
Read more

Bab 228 - Teman Lama?

Senyum Yaya tak pernah berhenti terpancar dari bibirnya ketika ia berada dalam perjalanan pulang. Hari ini, ia merasa sangat bahagia. Pertama, berhasil mengajak Lily nge-date. Kedua, Lily sudah tak cuek lagi padanya. Dan, yang ketiga ... ia cukup lega telah mengungkapkan perasaannya pada Lily.Dia menyetir dengan kecepatan standar sesekali bersenandung ria sambil mengingat obrolannya dengan Lily beberapa saat lalu.“Ada apa, Mas Yaya?” tanya Lily pelan begitu melihat Yaya keluar dari mobilnyaYaya pintu menutup pintu mobil dan menghampiri Lily sedikit canggung. Tatapannya yang serius dan penuh makna menatap Lily yang justru memandangnya penuh tanya. Pria berjaket abu-abu itu merasa harus jujur terhadap perasaannya pada Lily. Entah seperti apa hasilnya nanti, setidaknya ia sudah berusaha jujur. “Ly, aku perlu mengatakan sesuatu padamu, tapi bingung harus mulai dari mana?” Dia berkata pelan sambil menggaruk tengkuk yang sebenarnya tak gat
Read more

Bab 229 - Rela Mundur?

Laras melangkah pelan memasuki ruang ICU, tempat Fafa terbaring lemah dengan berbagai alat medis yang terpasang di tubuhnya. Suara mesin detak jantung yang terus berdenyut makin menambah suasana mencekam. Laras mendekati ranjang putrinya dengan langkah gontai lalu duduk di kursi di sampingnya. Wajah Fafa tampak pucat, mata terpejam seakan-akan enggan untuk terbuka. Dengan tangan gemetar, Laras menggenggam tangan Fafa yang terasa dingin. Air matanya mulai mengalir membasahi pipi. “Fafa ... maafkan Ibu, Nak,” ucapnya dengan suara bergetar. “Semua ini kesalahan Ibu. Seharusnya yang menanggung karma kesalahan Ibu di masa lalu adalah Ibu sendiri, bukan kamu.”Laras merasakan dadanya kian sesak. Air matanya juga makin deras berjatuhan. “Ibu juga minta maaf karena terlalu keras padamu, Nak. Maafkan Ibu yang terlalu menghakimi seolah-olah enggan menerima keadaan kamu,” imbuhnya dengan suara serak.“Ibu seakan lupa kalau dulu pernah berada di p
Read more

Bab 230 - Gosip

Di lain tempat pagi itu, Ocha dengan sabar terus mencoba menyuapi makan untuk putranya meskipun beberapa kali melepehkan bubur yang masuk ke mulutnya. Ocha menghela napas pelan sambil mengusap bibir Aqil yang belepotan. “Ayo, Sayang .... Makan yang banyak, ya. Biar Aqil sehat, nanti jadi anak pintar, ganteng kayak Papa kalau udah besar.” Hanya saja, bukannya membuka mulut, Aqil malah mengayunkan tangan, mencomot bubur dari sendok Ocha dan menempelkannya ke wajahnya sendiri. Seketika itu, bubur mengotori pipi mungilnya. “Ya ampun, anak gantengnya Ibu. Makanannya gak boleh dibuat mainan, ya, Sayang.” Di sebelahnya, Aksa memperhatikan sambil menahan tawa melihat tingkah lucu anaknya. Ia mengunyah sisa nasi gorengnya lalu menyelesaikan sarapannya. Sementara itu, Ocha meraih tisu dan mulai mengelap pipi Aqil yang kena bubur. “Coba sini Papa yang suapin Aqil, ya. Biar Ibu sarapan dulu aja.” Aksa mengajukan dirinya. Ocha menyerahkan sendok kecil itu pada Aksa, kemudian ia me
Read more
PREV
1
...
192021222324
DMCA.com Protection Status