Home / Rumah Tangga / Istri Kedua yang Diinginkan / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Istri Kedua yang Diinginkan: Chapter 101 - Chapter 110

125 Chapters

Part 101. Upaya Seorang Kakek

“Bu, ada tamu di bawah.” Bibi memberitahukan kepada Sinar yang tengah menimang Bhumi.Selama dia tinggal di rumah baru tersebut bersama dengan Praba, kedatangan tamu menjadikan hal yang tabu karena penjagaan begitu ketat. Namun, dia pada akhirnya memikirkan orang-orang yang mungkin datang mengunjungi dirinya. Gina atau kedua mertuanya.“Bapak yang kemarin datang, Bu. Papanya Pak Praba.” Bibi menjelaskan setelah itu.“Tolong siapkan minuman dan kudapannya, ya, Bi. Sebentar lagi saya turun.”“Baik, Bu.” ART yang bekerja di rumah Sinar bukan hanya satu atau dua orang. Namun, hanya satu Bibi yang memanggil Sinar Mbak, yaitu Bibi yang ikut dengannya sejak dia ‘diasingkan’ waktu itu.Sinar menitipkan Bhumi kepada Suster dan dia turun ke bawah setelah itu. Askara tengah tertidur lelap karena lelah bermain.Dia melihat Dimas duduk di ruang keluarga saat baru saja turun ke lantai satu. Dengan sopan, dia menyalami Dimas. Duduk di depan Dimas, di meja sudah ada minuman untuk Dimas dan juga kudap
last updateLast Updated : 2024-10-09
Read more

Part 102. Puncak

“Sayang, aku masih nggak nyangka kalau Papa datang untuk minta maaf sama kamu.” Praba sampai di dalam kamar masih saya membahas tentang hal tersebut padahal Sinar pun sudah menjelaskan tadi. “Kok bisa dia bisa secepat itu luluh?”“Ya, karena Pak Dimas sudah menyadari kalau nggak ada untungnya juga terus debat sama Mas yang udah bahagia. Eh … tapi, Mas bahagia kan sekarang?”“Bahagia dong.” Langsung dia memberi jawaban. “Bahagia banget. Punya istri cantik, punya anak-anak yang luar biasa tampan. Orang-orang yang ada di posisiku, pasti juga akan merasa bahagia.”Sinar tersenyum mendengar ucapan Praba. Lelaki itu sama sekali tidak menutupi perasaan hatinya. Tidak segan atau gengsi mengatakan cinta kepada istrinya.“Ya, cuma nggak nyangka aja kalau Papa datang dan mencoba untuk meminta maaf. Dia itu kan gengsinya gede.”“Berarti udah berubah. Kita sebagai yang muda hanya perlu memaafkan. Apalagi mereka orang tua Mas.”“Tapi, Mama sepertinya belum mau damai.”“Ya, sudah. Tidak perlu dipaks
last updateLast Updated : 2024-10-12
Read more

Part 103

Udara dingin puncak membuat Sinar harus tetap berada di dalam rumah meskipun pintu belakang villa terbuka. Dia harus memastikan jika Bhumi tidak terkena angin malam yang akan berdampak buruk bagi kesehatan bayi tersebut. Membaringkan di ayunan dengan jaket tebal dan ditambah selimut membuat bayi itu tampak begitu nyaman.“Ma … mam.” Askara diikuti Praba dari belakang membawa piring plastik dengan tusukan sayur yang sudah di grill. Aromanya begitu menggoda dan tampak nikmat.Gina yang membuat bumbu bakar dan sekarang gadis itu juga sudah sibuk di depan panggangan. Bersama para Bibi, dia benar-benar mengeluarkan kemahirannya memasak.“Terima kasih, Sayang.” Askara tertawa saat Sinar menerima piring tersebut. Sinar mendongak menatap sang suami. “Itu di piring penuh banget pasti buat aku ‘kan?”“Kita makan sama-sama, ya. Gina sepertinya semangat sekali bakar-bakar.” Praba duduk di samping Sinar dan meletakkan persatean dan juga perdagingan itu dia tas meja.Askara ikut naik ke pangkuan Si
last updateLast Updated : 2024-10-14
Read more

Part 104

Sinar bangun tengah malam karena waktunya mengASIhi Bhumi. Setelahnya, dia turun ke lantai satu untuk mengambil minum karena kehausan. Ruangan bawah temaran, Sinar membuka tirai dan melihat keadaan di halaman belakang dan di sana hanya ada supir yang tampaknya tengah begadang.Berbalik, melanjutkan langkahnya untuk pergi ke dapur. Mengambil minum untuk dirinya sendiri.“Sinar?” Sinar menoleh dan mendapati Gina ada di sana. “Ngapain?”“Minum.” Sinar duduk di kursi makan dan diikuti oleh Gina. “Gimana tadi? Senang kan dengan acaranya?”“Seneng banget. Thank’s ya. Gue beneran bahagia.” Gina mengambil sebotol air mineral lalu menenggaknya.“Sama-sama. Mas Praba pasti juga senang karena bisa membuat kalian bahagia.”Obrolan itu berlanjut, tetapi tak lama setelah itu Gina pamit karena rasa kantuk sudah menyerang. Sinar mengangguk dan menatap Gina dari belakang sampai masuk di dalam kamar. Namun, alih-alih kembali ke kamarnya, dia memilih untuk menikmati keheningan yang terasa mencekam.Mera
last updateLast Updated : 2024-10-15
Read more

Part 105

“Semua orang sedang istirahat. Mereka kemungkinan akan keluar kamar petang nanti. Kalau Ibu butuh sesuatu, bilang saja sama saya.” Sinar masih berdiri di sisi ranjang setelah memapah Cindy sampai ke kamarnya.Bukan hanya para Bibi yang masih hiberasi di dalam kamar mereka, Praba pun sama. Lelaki itu masih saja tidur di dalam kamar sambil memeluk Askara yang ada di sampingnya. Malam ini adalah malam terakhir sebelum mereka pulang esok hari. Gina tadi bahkan sudah menggerutu karena merasa waktu begitu cepat berlalu.“Saya nggak butuh apa-apa.” Cindy mengatakan itu dengan nada ketus. Sinar mengangguk lantas memutuskan untuk keluar dari kamar sang mertua.Kembali ke kamarnya dan mendapati Praba masih nyaman di dalam alam mimpinya. Sinar tak akan menganggunya dan memilh untuk duduk di sofa dan melihat ke luar kamar. Ternyata para supir dan ayah mertuanya ada di luar sana tampak sedang mengobrol. Pantas kalau panggilan dari Cindy tak didengarnya.Akhir-akhir ini, Sinar merasa sangat merindu
last updateLast Updated : 2024-10-16
Read more

Part 106

“Kalian akan pergi ke mana?” Dimas bertanya ketika Praba dan Sinar mau keluar dari rumah.Mereka sudah kembali ke rumah setelah berlibur dua hari di puncak. Seperti yang sudah Praba bilang kepada Sinar jika dia akan mengantarkan istrinya itu ke makam Surya setelah mereka sampai. Mereka mengambil waktu sore hari untuk pergi demi kedua anaknya agar tidak kepanasan.“Kami akan ke makam Surya, Pa. Papa mau titip sesuatu?”Dimas masih di rumah Praba dan tentu saja dengan otomatis, Cindy mengikuti. Cindy pun ada di ruang keluarga saat ini dan menatap ke arah anak dan menantunya. Ekspresinya masih begitu datar dan tampak tidak peduli.“Oh, mau ke makam adik Sinar?” Tatapan Dimas mengarah pada Sinar.“Iya, Pak. Kami lama nggak ke sana. Jadi, mumpung ada waktu, sekalian sekarang aja.”“Askara bisa dititipin ke Papa, Sin. Di rumah juga kan ada suster.”“Terima kasih, Pak. Saya memang mau mengajak Askara dan Bhumi untuk ziarah juga.” Sinar sedikit tersentak ketika Dimas menyebut dirinya sendiri
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

Part 107

Beberapa tahun berlalu. Askara kini sudah berusia lima tahun, Bhumi hampir empat tahun, dan adik Bhumi, Cherry berusia tiga tahun. Perbedaan usia mereka tidak ada dua tahun setiap tingkatan. Di kehamilan yang ketiga, Sinar pun kecolongan. Hal itu membuat Sinar benar-benar merajuk kepada Praba selama satu bulan penuh.Tentu saja berbeda dengan Praba yang tampak bahagia. Terlebih lagi ketika dia tahu jika anak ketiganya adalah perempuan. Dia benar-benar merasa hidupnya penuh dengan berkata dan keberuntungan. Seandainya anak ketiganya masih laki-laki, maka mungkin rentetan anaknya akan sampai Z.Menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya dengan mengurus tiga anak dan suami, membuat Sinar sibuk. Untungnya, mereka semua sudah sekolah. Jadi, dia tak begitu lelah.“Mama, Abang nggak mau pergi ke rumah Bunda Talita.” Askara yang sudah siap untuk pergi ke sekolah itu duduk di ranjang orang tuanya, lalu merebahkan tubuhnya di kasur. “Abang nggak suka di sana.”Mendengar pernyataan itu langsung dari As
last updateLast Updated : 2024-10-19
Read more

Part 108

“Abang … mau tetap tidur di rumah Abang sendiri sama Mama, Papa, dan Adik-adik.” Askara mengatakan itu dengan suara yang kecil, tetapi cukup membuat tiga orang dewasa di sana mendengar.Praba mendorong Askara untuk berani mengatakan apa yang tidak suka dan disuka. Dengan begitu, dia bisa mengungkapkan pendapatnya tanpa takut. Dia juga selalu mengajarkan hal tersebut kepada anak-anak mereka yang lain.Talita yang mendengar pengakuan Askara itu segera saja terkejut. Dia menatap ke arah Praba dan Sinar bergantian.“Askara kenapa tiba-tiba mengatakan itu?” tanya Talita setelahnya. “Bunda sudah pernah bilang kalau Bunda adalah ibu Abang juga.”“Tapi, Abang lebih suka sama Mama di rumah.” Askara mendongak menatap Talita. “Abang suka kalau ada Mama. Abang suka kalau di rumah sama adik-adik Abang.” Askara mengatakan itu dengan tegas seolah apa yang dikatakan tidak bisa diganggu gugat.Usianya memang masih kecil, tetapi dia benar-benar bisa berbicara dengan jelas. Talita kali ini tampak terdia
last updateLast Updated : 2024-10-20
Read more

Part 109

“Kamu pasti sekarang senang karena kamu sudah berhasil menguasai semuanya.” Talita lagi-lagi menyalahkan Sinar dalam perkara ini karena dia merasa memang Sinar lah yang harus bertanggung jawab atas penolakan Askara kepadanya. “Sekarang dia sudah benar-benar menolakku. Dia menolak ibunya sendiri.”Sinar dan Talita berbicara empat mata di kafe tersebut dan membiarkan Praba menemani ketiga anaknya. Sinar tampak lelah dan Praba tentu saja dengan pengertian menggantikan Sinar menemani anak-anaknya di tempat bermain.“Menyalahkan orang lain memang keahlian Ibu Talita,” ucap Sinar dengan cepat. “Saya bisa lho, Bu, menjauhkan Ibu dari Askara seperti yang tuduhkan itu. Tapi, saya tahu dan paham betul kalau itu nggak akan pernah saya lakukan.”“Halah. Kamu hanya selalu beralasan.” Talita tampak tidak terima. “Kamu nggak tahu apa yang saya rasakan, Sinar. Saya juga ingin bersama dengan putra saya.”“Tapi Ibu juga tahu kalau Askara tampak tertekan. Tidak ada yang ingin menjauhkan Ibu dengan Askara
last updateLast Updated : 2024-10-22
Read more

Part 110

“Mama!” Askara yang baru saja keluar dari mobil Talita itu segera berlari ketika melihat Sinar ada di depan rumah. “Mama nunggu Abang?” tanya bocah kecil tersebut kepada Sinar.“Iya, Mama nunggu Abang,” jawab Sinar dengan lebut. Tak lama, Talita juga mendekati mereka lalu berdiri di depan Sinar. Perempuan itu menatap Askara dengan lembut dan ada tatapan sedih yang diberikan. Meskipun ada dua ibu di sana, Askara tetap saja tampak lebih condong pada Sinar.“Bagaimana jalan-jalannya?” tanya Sinar kepada Askara. “Abang bahagia, ‘kan? Senang ‘kan pergi sama Bunda?”“Iya. Mama, Abang tadi lihat sepeda listrik. Nanti Mama beliin, ya.”Tamparan tak kasat mata itu lagi-lagi terasa di pipi Talita. Sejak tadi, Askara bahkan tidak mengatakan apa pun kepadanya. Dia menawari untuk membeli sesuatu, tetapi bocah itu menggeleng dan tidak ingin apa pun. Namun, sekarang hal berbeda terjadi. Dia langsung mengungkapkan apa yang dia mau di depan Sinar.“Nanti kalau Abang udah besar. Sekarang masih belum bo
last updateLast Updated : 2024-10-23
Read more
PREV
1
...
8910111213
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status