Share

Part 106

Penulis: Loyce
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-18 20:44:02

“Kalian akan pergi ke mana?” Dimas bertanya ketika Praba dan Sinar mau keluar dari rumah.

Mereka sudah kembali ke rumah setelah berlibur dua hari di puncak. Seperti yang sudah Praba bilang kepada Sinar jika dia akan mengantarkan istrinya itu ke makam Surya setelah mereka sampai. Mereka mengambil waktu sore hari untuk pergi demi kedua anaknya agar tidak kepanasan.

“Kami akan ke makam Surya, Pa. Papa mau titip sesuatu?”

Dimas masih di rumah Praba dan tentu saja dengan otomatis, Cindy mengikuti. Cindy pun ada di ruang keluarga saat ini dan menatap ke arah anak dan menantunya. Ekspresinya masih begitu datar dan tampak tidak peduli.

“Oh, mau ke makam adik Sinar?” Tatapan Dimas mengarah pada Sinar.

“Iya, Pak. Kami lama nggak ke sana. Jadi, mumpung ada waktu, sekalian sekarang aja.”

“Askara bisa dititipin ke Papa, Sin. Di rumah juga kan ada suster.”

“Terima kasih, Pak. Saya memang mau mengajak Askara dan Bhumi untuk ziarah juga.” Sinar sedikit tersentak ketika Dimas menyebut dirinya sendiri
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 107

    Beberapa tahun berlalu. Askara kini sudah berusia lima tahun, Bhumi hampir empat tahun, dan adik Bhumi, Cherry berusia tiga tahun. Perbedaan usia mereka tidak ada dua tahun setiap tingkatan. Di kehamilan yang ketiga, Sinar pun kecolongan. Hal itu membuat Sinar benar-benar merajuk kepada Praba selama satu bulan penuh.Tentu saja berbeda dengan Praba yang tampak bahagia. Terlebih lagi ketika dia tahu jika anak ketiganya adalah perempuan. Dia benar-benar merasa hidupnya penuh dengan berkata dan keberuntungan. Seandainya anak ketiganya masih laki-laki, maka mungkin rentetan anaknya akan sampai Z.Menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya dengan mengurus tiga anak dan suami, membuat Sinar sibuk. Untungnya, mereka semua sudah sekolah. Jadi, dia tak begitu lelah.“Mama, Abang nggak mau pergi ke rumah Bunda Talita.” Askara yang sudah siap untuk pergi ke sekolah itu duduk di ranjang orang tuanya, lalu merebahkan tubuhnya di kasur. “Abang nggak suka di sana.”Mendengar pernyataan itu langsung dari As

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 108

    “Abang … mau tetap tidur di rumah Abang sendiri sama Mama, Papa, dan Adik-adik.” Askara mengatakan itu dengan suara yang kecil, tetapi cukup membuat tiga orang dewasa di sana mendengar.Praba mendorong Askara untuk berani mengatakan apa yang tidak suka dan disuka. Dengan begitu, dia bisa mengungkapkan pendapatnya tanpa takut. Dia juga selalu mengajarkan hal tersebut kepada anak-anak mereka yang lain.Talita yang mendengar pengakuan Askara itu segera saja terkejut. Dia menatap ke arah Praba dan Sinar bergantian.“Askara kenapa tiba-tiba mengatakan itu?” tanya Talita setelahnya. “Bunda sudah pernah bilang kalau Bunda adalah ibu Abang juga.”“Tapi, Abang lebih suka sama Mama di rumah.” Askara mendongak menatap Talita. “Abang suka kalau ada Mama. Abang suka kalau di rumah sama adik-adik Abang.” Askara mengatakan itu dengan tegas seolah apa yang dikatakan tidak bisa diganggu gugat.Usianya memang masih kecil, tetapi dia benar-benar bisa berbicara dengan jelas. Talita kali ini tampak terdia

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-20
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 109

    “Kamu pasti sekarang senang karena kamu sudah berhasil menguasai semuanya.” Talita lagi-lagi menyalahkan Sinar dalam perkara ini karena dia merasa memang Sinar lah yang harus bertanggung jawab atas penolakan Askara kepadanya. “Sekarang dia sudah benar-benar menolakku. Dia menolak ibunya sendiri.”Sinar dan Talita berbicara empat mata di kafe tersebut dan membiarkan Praba menemani ketiga anaknya. Sinar tampak lelah dan Praba tentu saja dengan pengertian menggantikan Sinar menemani anak-anaknya di tempat bermain.“Menyalahkan orang lain memang keahlian Ibu Talita,” ucap Sinar dengan cepat. “Saya bisa lho, Bu, menjauhkan Ibu dari Askara seperti yang tuduhkan itu. Tapi, saya tahu dan paham betul kalau itu nggak akan pernah saya lakukan.”“Halah. Kamu hanya selalu beralasan.” Talita tampak tidak terima. “Kamu nggak tahu apa yang saya rasakan, Sinar. Saya juga ingin bersama dengan putra saya.”“Tapi Ibu juga tahu kalau Askara tampak tertekan. Tidak ada yang ingin menjauhkan Ibu dengan Askara

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-22
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 110

    “Mama!” Askara yang baru saja keluar dari mobil Talita itu segera berlari ketika melihat Sinar ada di depan rumah. “Mama nunggu Abang?” tanya bocah kecil tersebut kepada Sinar.“Iya, Mama nunggu Abang,” jawab Sinar dengan lebut. Tak lama, Talita juga mendekati mereka lalu berdiri di depan Sinar. Perempuan itu menatap Askara dengan lembut dan ada tatapan sedih yang diberikan. Meskipun ada dua ibu di sana, Askara tetap saja tampak lebih condong pada Sinar.“Bagaimana jalan-jalannya?” tanya Sinar kepada Askara. “Abang bahagia, ‘kan? Senang ‘kan pergi sama Bunda?”“Iya. Mama, Abang tadi lihat sepeda listrik. Nanti Mama beliin, ya.”Tamparan tak kasat mata itu lagi-lagi terasa di pipi Talita. Sejak tadi, Askara bahkan tidak mengatakan apa pun kepadanya. Dia menawari untuk membeli sesuatu, tetapi bocah itu menggeleng dan tidak ingin apa pun. Namun, sekarang hal berbeda terjadi. Dia langsung mengungkapkan apa yang dia mau di depan Sinar.“Nanti kalau Abang udah besar. Sekarang masih belum bo

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-23
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 111

    “Kamu bilang apa, Sayang?” Praba menjauhkan tubuhnya dari Sinar dan menatap wajah istrinya itu dengan tatapan memicing. “Pernah mau ninggalin aku?”Wajah Praba benar-benar terlihat terkejut dengan pengakuan istrinya. Matanya masih mengarah lurus pada wajah Sinar yang terlihat tidak ada candaan. Praba bisa melihat anggukan Sinar.“Ya, aku pernah mau ninggalin Mas.”“Kapan? Lalu kenapa?”Mengingat hal tersebut seolah membuat Sinar merasa bersalah. Namun, Dia akan tetap mengatakan kejujuran kepada Praba.“Mas pasti nggak akan lupa kalau aku dulu benci banget sama Mas. Terlebih lagi setelah Surya meninggal.” Sinar kini berbaring telentang menatap langit-langit kamar. “Aku menyalahkan Mas dan Bu Talita, tetapi aku memilih untuk memendamnya seorang diri. Ya, karena aku merasa aku nggak cinta sama Mas, akan ingin meninggalkan Mas setelah merebut Mas dari Talita. Sayangnya, semuanya nggak semudah yang aku bayangkan. Apalagi setelah Askara lahir. Aku melemah. Bagiku, Askara adalah segalanya.”

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 112. 18 Tahun

    “Mama, Abang ingin bicara sesuatu dengan Mama.”Askara yang baru saja pulang dari sekolah itu segera mencari keberadaan Sinar. Sinar mempersilakan putranya masuk ke dalam kamar dan segera saja, lelaki berusia 18 tahun itu meletakkan tasnya di atas meja.Ekspresinya tidak begitu baik dan tampak mendung. Sinar bisa menyadari itu dan dia penasaran apa yang sebenarnya ingin dibicarakan oleh putranya. Tidak seperti biasanya, Askara tampak muram.“Ada apa, Bang? Terjadi sesuatu?” tanya Sinar yang kini sudah duduk di samping Askara.Putranya itu sudah duduk di bangku kelas 12. Sebentar lagi akan memasuki perkuliahan dan kegiatannya akan semakin banyak. Tak terasa, waktu begitu cepat berlalu. Dia masih ingat betul bagaimana dulu dia mengandung Askara, lalu bayi itu diambil begitu saja oleh Dimas dan Cindy, lalu masuk rumah sakit. Semuanya itu sungguh menyedihkan.Beruntung, selama 18 tahun ini, dia bisa menjadi pendamping anak-anaknya dan berusaha terus menjadi ibu yang baik. Alhasil sekarang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 113

    “Hati-hati di jalan.” Sinar mengantarkan Askara sampai di halaman rumah ketika di luar sudah ditunggu oleh Talita.“Abang pergi dulu, Ma.” Askara mencium tangan Sinar. Mengacak rambut Bhumi dan Cherry sebelum benar-benar pergi.Pagi tadi dia mendapatkan telepon dari Talita jika perempauan itu akan menjemput Askara. Kali ini, Askara tidak banyak drama dengan penolakannya dan dia langsung menyetujui. Semua penjelasan sang ayah tentang masa lalu orang tuanya sudah didapatkan dan Askara banyak berpikir.Hubungan mereka rumit dan itulah kenapa mereka berada di titik ini sekarang.“Sudah sarapan?” tanya Talita ketika Askara sudah duduk di dalam kursi penumpang. Mobil itu segera meninggalkan rumah besar milik Praba.“Udah.” Askara mengangguk. Lelaki itu tidak lagi bersuara setelah itu dan memilih menatap jalanan.Seperti itulah kira-kira hubungan Askara dengan Talita. Tidak ada banyak topik pembicaraan yang bisa diangkat untuk mengisi kekosongan antara ibu dan anak tersebut. Padahal, mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 114

    “Mama?”Askara baru saja membuka pintu kamarnya ketika dia mendapati ibunya ada di depannya dan membawa semangkuk potongan buah di tangannya. Sinar menyerahkan mangkuk tersebut kepada Askara dan langsung diterima.“Abang sepertinya banyak tugas sekolah karena akhir-akhir jarang berkumpul dengan Mama dan adik-adik.” Sinar bersuara. “Jangan diforsir tubuhnya membuat kesehatan menurun.” Sinar mengelus pundak putranya. “Mama turun dulu. Dimakan buahnya.”Askara sama sekali tidak menahan kepergian Sinar karena dia juga langsung masuk kembali ke dalam kamar. Duduk di kursi belajar dan meletakkan mangkuk buahnya di depannya. Dia hanya menatap buah tersebut dengan tatapan datar.Sampai hari ini, dia tak juga mengatakan tentang pembicaraannya dengan Talita tempo hari. Dia merasa perlu berpikir dengan tenang agar dia bisa mengambil keputusan. Namun, sampai sekarang, dia pun tidak mendapatkan keputusan apa pun dari pikirannya.Askara pun yakin jika orang tuanya dan kedua adiknya mencurigai sesua

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02

Bab terbaru

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 125. End

    Halaman belakang rumah besar Praba dipenuhi keceriaan yang luar biasa. Askara, Bhumi, dan Cherry berdiri di depan panggangan barbeque sambil sesekali saling menyenggol. Namun, kali ini tidak ada yang mencoba untuk melerainya.Para pekerja juga membantu mereka memanggang banyak makanan. Aroma makanan menguar tiada henti. Begitu nikmat luar biasa. Cherry pergi lebih dulu, lalu duduk dan bergabung dengan kedua orang tuanya.“Makan dulu, Bos.” Begitu katanya kepada sang ayah juga ibunya. “Ayo, Bunda makan dulu. Mengobrol juga butuh tenaga.”Ya, tidak ada yang salah dengan panggilan Cherry karena di sana memang ada Talita. Setelah obrolan Talita dan Sinar saat itu, hubungan dua perempuan itu lambat laun membaik. Mereka menekan ego mereka demi Askara.Begitu juga dengan Praba dan anak-anak mereka. Bhumi dan Cherry bahkan ikut-ikutan memanggil Talita dengan bunda. Jika dalam kondisi yang lalu, Talita pasti akan merasa keberatan, tetapi sekarang tentu berbeda. Dia bahkan merasa memiliki tiga

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 124

    “Sebagai seorang ibu, kita adalah dua orang yang sama-sama menyayangi dan mencintai Askara. Dia memintaku untuk mempertimbangkan agar kita bisa berdamai.”Talita secara pribadi datang ke rumah Sinar dan membicarakan masalah tersebut setelah dia berpikir secara terus menerus. Dia menarik garis ke belakang dan memikirkan tentang masa lalu yang sudah terjadi. Jika dia menyalahkan Sinar sepenuhnya dan menganggap perempuan itu salah, maka itu tidak benar.Sinar dulu juga seorang korban. Dia juga perempuan yang sudah memberikan cintanya dengan penuh kepada Askara. Tidak sekalipun dia merasa terganggu dengan kehadiran putranya tersebut.“Selama ini saya tidak pernah ingin berseteru dengan Ibu secara terus menerus. Hanya saja, Ibu masih menganggap saya adalah orang yang harus Ibu musuhi.” Itu adalah jawaban yang diberikan oleh Sinar. “Melihat bagaimana hubungan kita selama ini, saya yakin itu menjadikan tekanan sendiri bagi Askara. Itulah kenapa dia ingin melihat kita berdamai.”Sinar menging

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 123

    “Abang nggak jadi ke luar negeri, Ma.”Sinar yang sedang membuatkan sandwich untuk Askara itu segera mendongak menatap putranya yang tengah duduk di stole bar. Anggota keluarganya yang lain sedang sibuk sendiri-sendiri dan hanya ada Sinar dan Askara saja di sana.“Abang bicara banyak dengan Bunda. Bunda pun mengerti tentang keinginan Abang. Kalaupun toh nanti misalnya Abang ingin sekolah di sana, itu atas dasar keinginan Abang sendiri. Tapi, sampai sekarang, Abang belum ingin. Abang masih lebih suka di negeri sendiri.”Sinar meletakkan sandwich-nya ke atas piring lalu meletakkan di depan Askara. “Mama senang mendengar itu.” Perempuan itu duduk di samping putranya dan menemani makan.“Abang berharap, Mama dan Bunda bisa berbaikan.”Kalimat itu membuat Sinar segera menoleh ke arah putranya. Tatapan remaja itu penuh pengharapan. Dia tampaknya ingin melihat kedua orang yang disayanginya tidak lagi berselisih paham. Askara tentulah tahu jika sebenarnya yang selalu membuat masalah antara ke

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 122

    Untuk pertama kalinya, Askara menghadiri acara keluarga Talita. Dia berusaha berbaur dengan keluarganya yang menerima Askara dengan sangat baik. Nenek dan kakeknya begitu bahagia melihat cucunya akhirnya datang dan berumpul dengan keluarga.“Nenek senang kamu ada di sini.” Askara menoleh dan mendapati seorang perempuan tua yang tampak masih begitu sehat. Tentu jika bersama dengan nenek dan kakeknya bukan pertama kalinya mereka bertemu, hanya saja dia selalu menolak untuk hadir ketika acara-acara seperti ini dilakukan.“Nenek sudah makan?” tanya Askara mencoba untuk perhatian. “Aku lihat, sejak tadi hanya mondar-mandir ke sana-kemari. Nenek harus menjaga kesehatan.”Perempuan tua itu tersenyum lembut. Menarik tangan Askara, lalu menggenggamnya. “Nenek senang kalau cucu-cucu Nenek berkumpul seperti ini, hati Nenek terasa bahagia sekali.”Askara menatap langit yang mucul sekumpulan bintang-bintang. Indah sekali. Sayangnya ini bukan bulan purnama. Jika bulan purnama, sekarang ibunya pasti

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 121

    Kedua tangan Askara maupun Talita penuh dengan barang belanjaan. Talita benar-benar membeli banyak barang untuk dirinya sendiri dan juga Askara. Setelah keluarga bersama dengan Talita, melepaskan segala beban yang selama ini dirasakan, Askara sedikit luluh dengan sikap ibunya.“Terima kasih. Abang sudah bersedia berjalan-jalan dengan Bunda.”Mereka sudah sampai di rumah dan sama-sama melepas lelah dengan duduk di sofa. Askara segera membaringkan tubuhnya di sofa dan memeluk bantal sofa. Memainkan ponselnya sebentar sebelum meletakkannya kembali.“Kalau ngantuk, naik gih, tidur di kamar.” Talita menepuk kaki Askara, lalu mengelus pelan kaki tersebut.“Aku di sini aja. Jendelanya biarin kebuka aja, Bun. Nggak usah pakai AC.” Askara menutup matanya setelah itu. Dia sepertinya benar-benar lelah luar biasa.Talita membuka jendela-jendela lebar itu agar angin bisa masuk. Membuat Askara menjadi nyaman luar biasa. Lelaki itu segera saja terlelap dalam tidurnya. Jika Askara sudah memutuskan un

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 120

    “Cerita Tante ternyata cukup rumit.” Tanggapan Bastian setelah itu. Menatap Askara setelah itu. “Bagaimana tanggapan lo tentang itu, Askara?”Askara menanggapi santai. “Gue udah pernah cerita itu dari Papa. Nggak beda jauh. Hanya beda sudut pandang.”“Papamu menceritakannya?” Talita mengernyit, lalu dia mengingat sesuatu. “Apa karena saat Bunba minta kamu bertanya tentang waktu itu ….”“Ya.” Askara memotong ucapan ibunya. “Papa sudah cerita semuanya.”“Lalu, apa tanggapanmu?” tanya Bastian lagi. “Menurut gue, ini terlalu rumit.”“Kehidupan orang tua selalu rumit dan gue benci itu.” Askara menarik napasnya panjang. “Bukankah keegoisan mereka sehingga membuat gue harus berada dalam masalah? Harus memilih di antara dua ibu.” Askara tersenyum kecil. “Percayalah, itu sangat menyebalkan.”Akhirnya, Askara mengungkapkan isi hatinya yang terpendam. Sejak kecil dia harus ditarik ke sana-kemari untuk hidup dan tinggal bersama mereka. Dia kesal luar biasa.Ruangan itu seketika hening karena keju

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 119

    “Ma, Abang akan menginap di rumah Bunda,” pamit Askara kepada Sinar. Weekend ini dia ingin mencoba membuka hatinya untuk ‘melihat’ lebih dekat kehidupan yang dijalani oleh Talita. Seperti yang Bastian katakan, dia ingin benar-benar memahami posisi Talita.Dia selama ini selalu marah dan tertekan jika Talita memintanya untuk tinggal bersama dengannya. Baginya, Talita tidak seperti Sinar yang sangat dia sayangi. Sekarang, dia sudah berpikir lebih dingin dan dia ingin menjalani semuanya dengan lebih tenang.“Abang sudah bilang kepada Bunda kalau Abang mau datang?” tanya Nilam. “Biasanya Bunda yang akan menjemput Abang.”“Nanti pulang sekolah langsung diantar supir ke rumah Bunda, Ma. Aku udah bilang sama Bunda juga.”Sinar diam tak segera menanggapi karena dia merasa Askara sudah mulai terbuka dengan Talita. Ada rasa takut, tetapi dia juga tidak bisa menghentikan.“Ya sudah. Abang hati-hati. Kalau ada apa-apa langsung bilang ke Mama.” Sinar mengelus pundak putranya dengan lembut.“Iya, M

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 118

    “Askara!”Panggilan itu membuat Askara menoleh. Dia mendapati seorang lelaki muda berdiri tak jauh darinya dan menatapnya. Lelaki itu tersenyum sebelum mendekat ke arahnya.“Gue udah lama nunggu.”Askara tidak mengenal lelaki itu. Oleh karena itu dia hanya memberi tatapan penuh tanya ke arah lelaki itu. Tahu jika dia harus memperkenalkan dirinya, lelaki itu lantas mengulurkan tangannya.“Gue Bastian. Sepupu lo.”Barulah Askara menyadari jika lelaki itu adalah lelaki yang dimaksud oleh bundanya. Sepupu yang kuliah di luar negeri. Askara menerima uluran tangan lelaki itu. “Askara.”Bastian tampak masih tersenyum. “Ada kafe di depan, kita ke sana? Sekalian ngobrol.” Askara tidak langsung menjawab dan tampak berpikir, tetapi Bastian segera bersuara. “Nanti gue antar pulang.”“Nggak perlu, gue bisa pulang sendiri. Gue nunggu sopir atau adik-adik gue buat pamit.” Askara menoleh ke sana-kemari untuk mencari keberadaan kedua adiknya, tetapi mereka tidak juga muncul.Lantas dia mengeluarkan po

  • Istri Kedua yang Diinginkan   Part 117

    “Kalau bukan karena dia, Talita masih tetap akan menjadi menantu keluarga kita.”“Cukup!” Dimas berteriak membentak Cindy. “Mama ini benar-benar, ya. Mau sampai kapan Mama terus memusuhi Sinar. Ini sudah lama sejak Praba dan Sinar menikah. Kehidupan mereka baik-baik saja sampai sekarang, tapi Mama masih bertahan dengan ego Mama.”“Kalau Oma nggak suka sama kami, sebenarnya nggak masalah.” Bhumi bersuara. “Tapi nggak perlu menjelekkan Mama. Mama adalah mama terbaik buat kami.”“Tahu apa kamu tentang ibumu? Ibumu adalah perempuan yang mengambil suami perempuan lain. Dia itu pelakor.” Cindy semakin tua mulutnya benar-benar luar biasa menyebalkan.“Kalau Mama terus saja menyebut istriku seperti itu, lebih baik Mama tidak perlu datang ke rumah ini.” Praba sudah muak dengan segala macam hinaan yang dikeluarkan Cindy kepada istrinya.Tidak sedikitpun Cindy merasa tersentuh dengan kebaikan Sinar selama ini. Bahkan suatu hari dia pernah dirawat di rumah sakit dan Sinar yang menjaganya sampai k

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status