All Chapters of Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir: Chapter 11 - Chapter 20

53 Chapters

11. Cool Monster.

Pakaian berserakan di lantai, Renja menahan selimut di dada dengan wajahnya yang memerah malu akan ingatan tadi malam. Setiap gerakan terasa salah, perih di selangkangan menjadi sumber, bekas hisapan banyak tertinggal di kulit putihnya. Renja menatap dirinya di cermin yang berhadapan dengan tempat tidur, memandang lama penampilan berantakan dari wanita yang berusaha menjadi istri terbaik. Senyum tipis muncul, dia bangga pada dirinya sendiri sebab berhasil mengalahkan rasa takut. Susah payah Renja beranjak, meringis pelan dalam setiap langkah menuju kamar mandi. Tidak ada Darel di mana-mana, pun matahari sudah cukup tinggi, tidak mungkin dia menunda pekerjaan untuk menunggu istrinya bangun. Ini pertama kalinya Renja bangun sangat siang. Dia keluar dari pintu kamar mandi terlilit handuk, kembali masuk ke kamar, membuka lemarinya yang penuh pakaian cantik--rata-rata merupakan gaun dan rok potongan, celana hanya ada sedikit. "Darel sepertinya suka wanita feminim," Renja menebak, tert
Read more

12. Penurut, bukan bodoh.

Duduk di teras merupakan aktivitas harian Renja setelah dia menikah. Menikmati teh hangat dan cemilan, sembari mendengarkan burung bernyanyi dan menari di dahan pohon. Renja khawatir dirinya akan gemuk, dia jarang bergerak setelah menyelesaikan pekerjaan rumah di pagi hari. Lalu cemilan ... Renja mendorong semua bungkusan, sudah cukup makannya. Untuk memastikan Renja menatap lengannya, lalu bernapas lega sebab benjolan tulang di pergelangan tangan masih terlihat. Telapak tangan Renja halus dari yang semula kasar, dia mulai memperhatikan penampilan agar suaminya tidak berpaling."Kapan Darel akan keluar?" Menoleh ke dalam, pada satu pintu di sebelah kamar yang tertutup rapat. Sudah delapan hari Darel tidak pergi ke bengkel, banyak menghabiskan waktu di ruangan itu. Entah apa yang pria itu lakukan, katanya merupakan pekerjaan penting. 'Dia akan menegurku jika dia lapar, atau ingin bercinta,' rutuk Renja memajukan bibir, menyayangkan Darel mesra hanya ketika melayani nafsunya. Renja m
Read more

13. Berkunjung untuk sakit.

[Kaka, mama sakit. Kakak disuruh ke sini.]Baru saja Renja menyentuh benda pipih setelah usai membersihkan halaman, membaca pesan Sera yang terlewat beberapa menit lalu dalam kernyitan jelas. Renja penasaran mamanya sakit apa? Bergegas mengetuk pintu ruangan Darel. “Apa?” Darel menyembulkan kepala seperti kura-kura, kacamata terbingkai di hidung mancungnya namun tidak dapat menyembunyikan mata lelah. Renja jadi ragu meminta tolong padanya. “Aku mau ke rumah mamak, em… kau mau ikut?”Darel menoleh ke belakang, pada sesuatu yang membuat dia lelah dan entah apa itu. Menoleh kembali, Darel memperbaiki posisi kacamata sembari berdehem. “Aku tidak ikut, kau pakai saja motorku.” “Baiklah.” Renja kembali ke kamar mengambil salah satu tas cantiknya, mengisi beberapa lembar uang tunai dan juga ponsel. Sebelum keluar Renja bercermin, tersenyum puas melihat penampilan istri di tangan suami yang tepat. Tidak tampak seperti pembantu lagi. “Setelah melihatku nanti, seharusnya mereka tahu aku h
Read more

14. Lelah dan kuat.

Puluh membasahi dahi dan leher Renja, memantulkan kilatan lelah setelah dua jam lebih dia berurusan dengan pakaian kotor tanpa mesin. Renja berdiri, pinggangnya sakit dan kakinya kebas. Pakaian basah, penampilan compang-camping, bau sabun cuci di mana-mana. Pakaian tinggal di jemur, sebelum itu dia membutuhkan bantuan untuk mengangkut itu semua. Renja pergi ke luar melihat tas dan barang-barangnya terobrak-abrik berceceran di atas meja. Saat dia menatap dua orang perempuan di sisi sofa, mereka tak mengacuhkan; Sera bermain ponsel, Fika fokus pada TV. Bahkan bangkai buah bekas mereka makan enggak dibersihkan, mereka begitu malas jika ada Renja. “Sera, bantu kakak angkat pakaian buat dijemur. Berat.” Renja dengan sabar berucap, tetapi Sera enggan melihatnya seolah tidak mendengar apa-apa. “Sera,” panggil Renja menambahkan sedikit ketegasan dalam nadanya, matanya menilik besar, siap mencubit Sera jika dia belum bergerak juga. Sera meletakkan ponsel di samping tempat ia bersand
Read more

15. Wanita di sungai.

Renja mengernyit sebelum ia membuka mata, mulai merasakan semua indra, dan luka di sekujur tubuh membuat dia meringis sakit. Hal pertama yang ia lihat adalah baling-baling kipas angin besar berputar di atas pada langit-langit triplek. Ah, ini kemarnya. Berusaha duduk, Renja melihat cermin besar di depan. Bajunya telah bertukar, dia juga sudah jauh lebih bersih. Berapa lama dia tidak sadarkan diri? Jendela memantulkan cahaya terang, mungkin tinggal beberapa jam lagi matahari akan turun. "Masih sakit?"Seorang pria berbadan tinggi muncul dari ambang pintu, membawa bungkusan terjuntai dari genggamannya. Renja menatap lama, menghembuskan napas panas yang ia sendiri merasakannya. Kemudian tersenyum tipis. Darel membesarkan mata, tenggorokan tercekat sehingga dia berhenti melangkah. Istrinya tampak bersinar, dibantu oleh pancaran cahaya sore dari jendela transparan bersama tirai menari-nari oleh angin. Bidadari, Renja layaknya bidadari yang singgah di tempat tidurnya. Duduk bersandar, k
Read more

16. Informasi kecil.

Renja duduk meringkuk termenung di atas kasur, pikiran melayang pada percakapan soal anak di sungai tadi bersama Dorie. Dia dan Darel sering melakukan hubungan intim tanpa pengaman, Renja mengelus perutnya, apakah bayi kecil akan tumbuh di dalam? Dia mengganti posisi menjadi telentang, menutup mata membayangkan ada makhluk kecil berisik mengobati rasa kesepiannya, berlarian ceria, dan juga menangis. Bibir menukik tipis, jantung berdebar-debar akan masa depan di pikirannya. Renja berjanji akan menjadi orang tua yang baik, lalu jika dia melahirkan anak selanjutnya, Renja akan sangat berusaha agar memberi kasih sayang yang merata. Tapi bagaimana dengan Darel? Apa dia mau memiliki anak sesegera mungkin? “...!” Waktunya pas sekali. Terdengar suara motor Darel di depan. Renja mengintip di jendela, melihat Darel datang menenteng plastik hitam, masuk ke dalam. “Renja.” Sekarang Renja bisa mendengar suaranya memanggil. Renja turun dari kasur, membuka pintu kamar dan melihat Darel telah d
Read more

17. Warisan.

Renja bersenandung mengayuh sepedanya di balik awan tebal yang membantu memberi peneduhan dari panas menyengat. Topi pantainya jadi tidak berguna selain untuk aksesoris saja sekarang. Sebentar lagi gerbang masuk ke dalam pemukiman hutan akan terlihat, Renja menghentikan sepeda untuk mengambil obat KB yang ia beli di apotik, lalu di sembunyikan di atas kepala atau di bawah topi agar jika kebetulan Darel ada di rumah, dia tidak melihatnya. “Wah cantiknya adek ini.” Ibu-ibu bertopi anyaman daun pandan, memakai sepatu boots berlumpur menyapa ramah. Di lihat dari penampilan dan lokasi, Renja menebak dia adalah pekerja petani padi. Renja pun balas tersenyum tak kalah ramah. “Terima kasih, ibu dari mana?”“Itu dari sawah.” Dia menunjuk hamparan hijau dan separuh kuning berdampingan yang menjadi salah pemandangan indah ketika Renja melewati jalan. “Adek tinggal di sini, ya?” Sambung si ibu. “Rumahku masuk ke gerbang itu, Buk.” Gantian Renja yang menunjuk, pada gerbang yang sudah terlihat
Read more

18. Mulai serakah?

Sehabis minum obat, Renja mengoles salep pada koreng keringnya, ia lakukan secara rutin agar hasilnya maksimal sehingga tidak ada bekas jelek kelak. Dokter bilang jangan mengelupas kulit koreng kalau enggak mau berbekas. Walaupun geram, Renja menahan dirinya sekuat tenaga. “Jelek sekeli.” Renja merinding pada lempengan hitam bercorak menjijikkan baginya. “Kapan mereka akan terlepas sendiri? Padahal sudah kering-kerontang begitu.” Entah berapa kali ia bergidik sendiri, alhasil harus mencari kesibukan agar matanya tidak tertuju lagi pada koreng. Renja pergi ke dapur, berpikir untuk membuat kue coklat saja menjelang Darel pulang nanti sore. Tiba-tiba ada rasa khawatir. Bagaimana jika kulit koreng nya jatuh, masuk ke dalam adonan? Renja langsung mual membayangkan itu. Berat hati dia mengurungkan niat, meletakkan kembali tepung ke dalam stoples. Renja bergerak cepat kembali ke kamar, menghempas diri ke kasur, dia kesal pada dirinya sendiri yang menjijikkan. Menangis, memendam suara di
Read more

19. Keinginan besar.

Renja terpaksa bangun dalam kondisi bingung, sesuatu tengah menggenggam dadanya kuat, dan napas panas di tengkuk menggelitik, benjolan di paha. Renja menoleh ke belakang, pada tatapan sayu Darel menginginkan pelampiasan.“Tidak perlu mengkhawatirkan lukamu lagi, kan, Renja? Semua kulitnya sudah terlepaskan?” bisiknya sambil menjilati kuping Renja. Renja merinding, menahan tangan Darel di dadanya. Terlalu kuat membuat dadanya sakit. Renja masih mencerna situasi karena otaknya lambat ketika baru bangun tidur. Pita gaun tidur Renja ditarik, menjatuhkan pakaian gadis itu tanpa merasakan perlawanan. Dia tahu Renja sedang berpikir keras sekarang. Darel bergerak menindih Renja, mencelupkan mulutnya menikmati tonjolan di atas dada istrinya. Tangan Renja terulur mengelus rambut hitam Darel, membelai penuh kasih sayang bagai seorang ibu yang menidurkan anak. “Kau haus, Darel?” Suara Renja serak-serak basah khas bangun tidur. Akhirnya ia tahu apa yang diinginkan oleh Darel, Renja tidak akan m
Read more

20. Sederhana tapi sulit.

Kecemasan menghantam keberanian Renja, tangannya merinding memegang ponsel usai membaca pesan dari nomor tidak dikenal. [Mamak dan bapak akan ke rumahmu. Jemput kami di jembatan yang kau bertemu dengan Sera dulu.]Dari pesannya saja sudah ketahuan siapa pemilik nomor tidak dikenal tersebut, siapa lagi? Pasti mereka mendapatkan nomor Renja dari Sera. Pusing, Renja mengurut pelipis setelah meletakkan ponsel ke meja. Mereka akan datang, setelah kemarin Renja membangkang dan melarikan diri dari tugas rumah mereka. “Mampus. Tidak mungkin Mama tidak mengungkitnya.”Renja menghempaskan diri ke sandaran bangku, mendongak dan menghirup dalam-dalam udara segar dari alam. ‘Tenang, tenang. Bersikaplah seperti biasa, Renja.’ Lantas dia menoleh ke ponsel lagi—akan membalas pesannya. [Telepon aku kalau sudah dekat. Nanti aku ke sana pakai sepeda.]Renja membuang napas berat, pada akhirnya dia tidak bisa menolak kedatangan kedua orang tuanya. [Pergi sekarang, kami tidak mau kepanasan menunggu di
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status