All Chapters of Disangka Montir, Ternyata Suamiku Tajir Melintir: Chapter 31 - Chapter 40

53 Chapters

31. Malaikat penolong.

Akhirnya Renja keluar dari gerbang dengan segenap mempertahankan ketenangan agar tidak ada yang melihat bagaimana buruknya keadaan Renja melalui ekspresi yang jelas. Ragu-ragu ia menoleh ke belakang, tertawa sumbang sebab terlalu bodoh berharap melihat Darel mengejarnya. “Mana mungkin.” Kembali ia melanjutkan perjalanan pagi menyedihkan, suara-suara kehidupan bermasyarakat mulai terdengar. Sepanjang langkahnya Renja menikmati pemandangan sawah membentang luas dengan warna alam yang sayangnya tidak cukup untuk menghibur Renja. Beruntung cuaca pagi ini hangat tidak menyengat, ia bisa berjalan sampai menemukan ojek di persimpangan jalan lintas. Butuh waktu, tentu saja, setidaknya dia akan berjalan selama dua jam tanpa berpapasan dengan Darel juga Yona. Arah bengkel memiliki jalan pintas lebih dekat, akses yang biasa dilewati oleh Darel yang hanya bisa dilewati tidak lebih dari kendaraan roda dua. Renja tidak akan melewati jalan itu. “Pak, antarkan saya ke desa sebelah,” tuturnya set
Read more

32. Tiruan atau asli.

Sudah lama tidak melakukan banyak pekerjaan sekaligus, baru 4 jam semenjak kedatangannya di rumah ini, kelelahan telah menumpuk di sekujur tubuhnya. Renja menyeka keringat di pelipisnya, meletakkan palu kemudian duduk melipat kaki di atas genteng. Ia tatap pemandangan dari atas situ, terik panas matahari terang dalam pandangan. Kulit Renja memerah, dia akan menggelap jika lebih lama lagi berada di atas genteng. Namun, pekerjaan di atas genteng belum selesai, masih ada lubang yang perlu di sumbat menggunakan lem terbuat dari styrofoam dan bensin. Bapaknya pulang mengendarai motor, Renja melihatnya meski Amar tidak melihat Renja. Pria itu masuk ke rumah, tak lama kemudian dia keluar lagi untuk mendongak ke atas. Sera pasti baru saja memberitahu Amar. “Pantas saja rumah rapi dan bersih, ternyata ada kau, Renja.” Renja balas tersenyum. ‘Sampai kapan mereka akan seperti ini?’ Mulut tertutup rapat, matanya menghina pada orang-orang menyedihkan itu. Jika saja Renja memiliki keberanian u
Read more

33. Bagaimana cara membelanya.

“Dia benar-benar tidak peduli.” Renja meletakkan ponselnya di samping bantal, tidak ada notifikasi yang ia harapkan untuk muncul. Malam ini begitu asing, Renja menatap langit-langit kamar usam yang telah lama ia tinggalkan. Suara kehidupan manusia desa ini, berbeda dengan ketenangan alam di rumah sana. Ini terasa berisik, suara-suara menembus dinding bukanlah sesuatu yang nyaman lagi. Renja hampir mati menekan kepala ke dalam bantal, sontak duduk dan terengah-engah sesak. Tentang Darel, tentang malam berisik, Renja tidak bisa beristirahat dengan tenang. Haruskah dia menunggu sampai tengah malam? Lagian ini baru jam 20.30, Rata-rata orang masih tertawa besar di luar atau pun di dalam rumah. “Apa yang sedang ia lakukan di sana?” Tidak bisa tidur, wajah suaminya terbayang-bayang tengah bersama wanita lain. Ia peluk guling erat, merutuki diri sendiri kenapa dia tidak mencoba bersikap lebih tenang tadi. Apa dia salah? Mungkin saja sikap Renja telah berlebihan? Ia rasa ia telah keluar d
Read more

34. Dia tidak peduli.

Kurang lebih pukul dua malam, Renja masih melamun menatap luar yang gelap dari jendela kamarnya yang kecil. Ia sibuk berperang dengan otaknya sendiri, dalam perasaan buruk seperti saat sekarang, Renja tidak memiliki rasa takut pada sosok menyeramkan—justru tidak ada di dalam pikirannya sekarang. Ia melihat Sera mengendap-endap keluar dari jendela di sebelah—kamar mereka berdekatan—dari halaman samping menuju ke arah belakang. Pasti jemputan Sera telah menunggu di sana. ‘Dasar anak nakal.’ Sera beruntung lantaran Renja tidak memiliki tenaga untuk mengurusinya saat ini. Dari balik jendela gelap, dia hanya memperhatikan sampai si adik menghilang dengan sorot mata yang kosong. Satu keinginan Renja saat ini; Tuhan buatlah ia mengantuk, otaknya terlalu capek memikirkan suaminya di sana. Harus seberapa banyak air mata yang harus ia keluarkan? Sampai Sera pulang di saat langit menjadi jingga di sebelah barat, Renja tetap terjaga dan menyaksikan Sera kembali mengendap-endap masuk ke jende
Read more

35. Menyerah.

Tidak ada rasa nyaman sama sekali, malam ini akan panjang seperti malam sebelumnya. Melamun dan bergadang. Renja duduk menghadap jendela kecil dan gelap, otaknya semakin panas lebih mengenaskan dari pada kotoran jatuh dari ketinggian. Sekali lagi ia hanya melihat Sera keluar mengendap-endap bagai maling. Sampai kapan dia akan menyaksikan aksi nyata adiknya itu dari pergi hingga pulang? Apa besok malam Renja akan melihat Sera lagi? Semoga tidak, Renja berharap bisa tidur. Subuh buta Renja mulai berkemas-kemas, bisa saja kantuknya datang seperti semalam—di pagi hari. Dia menyelesaikan banyak pekerjaan menjelang matahari terbit. Ia menggigil menyentuh air untuk mencuci, dinginnya menusuk sampai ke tulang. Setelah semua hal yang ia lakukan, Renja kelelahan—lebih cepat sebab tidak memiliki waktu tidur cukup sejam semalam. “Oh, sudah selesai semua.” Fika baru saja bangun, menemukan Renja berpakaian lembab serta berantakan. Dia tertawa bahagia, enak sekali kalau ada Renja di rumah. “Nant
Read more

36. Diam namun bergerak.

Kegilaan Darel memberi efek berat bagi tubuh Renja, untuk bangun saja dia membutuhkan usaha maksimal yang dipaksakan meski nyeri di selangkangannya. Kaca di depan memantulkan bayangan tubuh bebercak merah hisapan juga gigitan. "Aku yang lemah atau dia yang kasar?" Desahan lelah keluar panjang dari bibirnya, pakaian berserakan memicu denyutan di kepala. Tidak bisakah dia hari ini bermalas-malasan? Mengingat pakaian Darel menumpuk sebab ditinggalkan oleh Renja, sepertinya Renja tidak bisa tahan melihatnya biar sampai besok. Sejenak ia melirik Darel yang tertidur pulas, tenang seolah dia tidak memiliki beban hidup. Tatapan Renja sendu, baiklah dia tidak akan menanyakan siapa wanita yang ada di foto kiriman Yona, tapi apa Darel tidak penasaran dengan pria yang menemani Renja ke pasar waktu itu? Mereka sama-sama pura-pura tidak tahu, hubungan mereka terasa aneh, Renja tidak dapat berkomentar tentang itu. Sudahlah, dia telah bertekad untuk bodoh amat. Ia menurunkan kaki ke lantai, bers
Read more

37. Penjaga gerbang.

“Darel, kenapa bisa berserakan seperti ini?” Renja meratapi kamar tidak beraturan, tersirat penekanan dalam pertanyaannya. Ia berdiri di ambang pintu, menjatuhkan keranjang sebab terkejut melewati kamar dengan pintu terbuka lebar. “Aku mencari sesuatu,” aku Darel menarik sudut bibirnya miring. Renja menyipit, bertanya-tanya kenapa malah Darel yang bersikap sinis? Pria itu duduk di birai ranjang, tangan bersedekap dada dengan segala keangkuhan yang tidak dapat dipahami. Dia sedang menunjukkan kekuasaannya? Renja yakin pria itu telah melihat gaun yang bukan milik Renja terjemur di halaman samping. Darel tidak menunjukkan tanda-tanda bersalah, memang tidak ada gunanya berangan-angan tentang pria itu. Perut Renja telah perih kelaparan, tenaganya telah banyak terkuras. “Aku akan panaskan lauknya dulu.” Renja berbalik badan, lauk tak tersentuh menjadi jawaban bahwa Darel belum makan. Mungkin alasannya makanan itu sudah dingin. Nyala api kompor tidak sepanas suasana hati Renja, nyatany
Read more

38. Rahasia.

Kinda si manusia dengan bakat kepekaan yang luar biasa, sejak masuk ke dalam rumah dia sibuk menoleh ke sana ke mari menilai semua benda yang terlihat. Ada banyak hal yang ingin ia ketahui, semenjak dicegat oleh satpam juga panggilan satpam itu pada Renja, ia yakin ada teki-teki yang harus dipecahkan. Satpam mengenal Renja, kenapa Renja tidak? Tidak mungkin saat itu Renja sedang bercanda, cara bicaranya tidak seperti itu. Kinda mengenal Renja sejak kecil, hidup berdampingan sebelum keluarga memutuskan pindah ke kota.Suara berisik Sera yang bercerita tidak cukup mengganggu Kinda dalam menelaah, sampai dia tidak sengaja bertemu tatapan tajam Darel duduk di kursi kayu membelakangi jendela terhadapnya. Kinda tersenyum, tapi Darel tidak menunjukkan tanda-tanda persahabatan. "Besok aku akan membawa teman-temanku ke sini!" Sera antusias, kegirangan sendiri membayangkan reaksi temannya nanti. Kinda melihat kernyitan halus di wajah Darel, pria itu bereaksi gelap setelah mendengar pernyataa
Read more

39. Membakar mood jelek.

“Ada apa?” tanya Renja, sekali-kali ia melirik pintu yang menutup akses dengan tamu di luar. Perlakuan Darel terhadap tamu buruk, Renja tidak enak hati pada Kinda namun tidak dapat menyangkal fakta bahwa Darel diperlakukan buruk oleh keluarganya. “Aku ingin mengajakmu keluar. Jadi bisakah suruh mereka pulang?” Kenapa ada tamu baru mau mengajak keluar? Renja membaca niat Darel dengan sengat jelas. Melakukan hal itu untuk mengusir mereka. Ia hanya bisa menghela napas, apa yang bisa ia lakukan jika suaminya tidak menyukai keluarganya? Itu dapat dimaklumi. Juga ... tak dapat dipungkiri Renja senang dengan tawaran Darel. Ia hampir melompat kegirangan, berterima kasih pada bakat akting alaminya yang pandai mengendalikan ekspresi. “Baiklah, tapi aku akan berganti pakaian dulu agar terlihat lebih meyakinkan.” Renja keluar menahan raut bersalah di wajahnya, apa lagi tatapan Kinda pada langsung tertuju pada Renja seakan bertanya-tanya apa yang terjadi. Kinda mengernyit setelah pintu kamar
Read more

40. Cerita jenaka.

Daun-daun kuning berjatuhan bagai hujan kala angin berdesir mengguncang pohon, sebagian jatuh di atas aliran sungai sehingga helaiannya juga menyentuh kaki wanita yang tengah duduk di atas batu menikmati dinginnya air. Seketika Renja mengambil satu daun yang menempel di kaki basahnya, mengabaikan daun di atas kepala. Ia menulis di daun menggunakan ranting mungil berserak di atas batu. “Bawa harapanku sampai ke ujung,” gumamnya, menghanyutkan kembali daun lantas tidak mengenalinya setelah bergabung dengan daun lainnya. “Memangnya apa yang kau tulis?” Dorie penasaran, berhenti menggosok baju memperhatikan wanita jenuh yang datang ke sungai hanya untuk duduk di atas batu. “Tidak akan aku beri tahu. Nanti enggak terkabul.”“Cuman mitos itu. Paling daunmu akan segera tenggelam sebelum sampai ke laut.”Dorie menutup mulutnya selepas itu, Renja menjadi tambah sendu dengan mata yang sayu memandang arah aliran sungai. “Apa yang kau tulis itu sesuatu yang berharga? Kalau begitu maafkan aku,
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status