Tidak ada rasa nyaman sama sekali, malam ini akan panjang seperti malam sebelumnya. Melamun dan bergadang. Renja duduk menghadap jendela kecil dan gelap, otaknya semakin panas lebih mengenaskan dari pada kotoran jatuh dari ketinggian. Sekali lagi ia hanya melihat Sera keluar mengendap-endap bagai maling. Sampai kapan dia akan menyaksikan aksi nyata adiknya itu dari pergi hingga pulang? Apa besok malam Renja akan melihat Sera lagi? Semoga tidak, Renja berharap bisa tidur. Subuh buta Renja mulai berkemas-kemas, bisa saja kantuknya datang seperti semalam—di pagi hari. Dia menyelesaikan banyak pekerjaan menjelang matahari terbit. Ia menggigil menyentuh air untuk mencuci, dinginnya menusuk sampai ke tulang. Setelah semua hal yang ia lakukan, Renja kelelahan—lebih cepat sebab tidak memiliki waktu tidur cukup sejam semalam. “Oh, sudah selesai semua.” Fika baru saja bangun, menemukan Renja berpakaian lembab serta berantakan. Dia tertawa bahagia, enak sekali kalau ada Renja di rumah. “Nant
Kegilaan Darel memberi efek berat bagi tubuh Renja, untuk bangun saja dia membutuhkan usaha maksimal yang dipaksakan meski nyeri di selangkangannya. Kaca di depan memantulkan bayangan tubuh bebercak merah hisapan juga gigitan. "Aku yang lemah atau dia yang kasar?" Desahan lelah keluar panjang dari bibirnya, pakaian berserakan memicu denyutan di kepala. Tidak bisakah dia hari ini bermalas-malasan? Mengingat pakaian Darel menumpuk sebab ditinggalkan oleh Renja, sepertinya Renja tidak bisa tahan melihatnya biar sampai besok. Sejenak ia melirik Darel yang tertidur pulas, tenang seolah dia tidak memiliki beban hidup. Tatapan Renja sendu, baiklah dia tidak akan menanyakan siapa wanita yang ada di foto kiriman Yona, tapi apa Darel tidak penasaran dengan pria yang menemani Renja ke pasar waktu itu? Mereka sama-sama pura-pura tidak tahu, hubungan mereka terasa aneh, Renja tidak dapat berkomentar tentang itu. Sudahlah, dia telah bertekad untuk bodoh amat. Ia menurunkan kaki ke lantai, bers
“Darel, kenapa bisa berserakan seperti ini?” Renja meratapi kamar tidak beraturan, tersirat penekanan dalam pertanyaannya. Ia berdiri di ambang pintu, menjatuhkan keranjang sebab terkejut melewati kamar dengan pintu terbuka lebar. “Aku mencari sesuatu,” aku Darel menarik sudut bibirnya miring. Renja menyipit, bertanya-tanya kenapa malah Darel yang bersikap sinis? Pria itu duduk di birai ranjang, tangan bersedekap dada dengan segala keangkuhan yang tidak dapat dipahami. Dia sedang menunjukkan kekuasaannya? Renja yakin pria itu telah melihat gaun yang bukan milik Renja terjemur di halaman samping. Darel tidak menunjukkan tanda-tanda bersalah, memang tidak ada gunanya berangan-angan tentang pria itu. Perut Renja telah perih kelaparan, tenaganya telah banyak terkuras. “Aku akan panaskan lauknya dulu.” Renja berbalik badan, lauk tak tersentuh menjadi jawaban bahwa Darel belum makan. Mungkin alasannya makanan itu sudah dingin. Nyala api kompor tidak sepanas suasana hati Renja, nyatany
Kinda si manusia dengan bakat kepekaan yang luar biasa, sejak masuk ke dalam rumah dia sibuk menoleh ke sana ke mari menilai semua benda yang terlihat. Ada banyak hal yang ingin ia ketahui, semenjak dicegat oleh satpam juga panggilan satpam itu pada Renja, ia yakin ada teki-teki yang harus dipecahkan. Satpam mengenal Renja, kenapa Renja tidak? Tidak mungkin saat itu Renja sedang bercanda, cara bicaranya tidak seperti itu. Kinda mengenal Renja sejak kecil, hidup berdampingan sebelum keluarga memutuskan pindah ke kota.Suara berisik Sera yang bercerita tidak cukup mengganggu Kinda dalam menelaah, sampai dia tidak sengaja bertemu tatapan tajam Darel duduk di kursi kayu membelakangi jendela terhadapnya. Kinda tersenyum, tapi Darel tidak menunjukkan tanda-tanda persahabatan. "Besok aku akan membawa teman-temanku ke sini!" Sera antusias, kegirangan sendiri membayangkan reaksi temannya nanti. Kinda melihat kernyitan halus di wajah Darel, pria itu bereaksi gelap setelah mendengar pernyataa
“Ada apa?” tanya Renja, sekali-kali ia melirik pintu yang menutup akses dengan tamu di luar. Perlakuan Darel terhadap tamu buruk, Renja tidak enak hati pada Kinda namun tidak dapat menyangkal fakta bahwa Darel diperlakukan buruk oleh keluarganya. “Aku ingin mengajakmu keluar. Jadi bisakah suruh mereka pulang?” Kenapa ada tamu baru mau mengajak keluar? Renja membaca niat Darel dengan sengat jelas. Melakukan hal itu untuk mengusir mereka. Ia hanya bisa menghela napas, apa yang bisa ia lakukan jika suaminya tidak menyukai keluarganya? Itu dapat dimaklumi. Juga ... tak dapat dipungkiri Renja senang dengan tawaran Darel. Ia hampir melompat kegirangan, berterima kasih pada bakat akting alaminya yang pandai mengendalikan ekspresi. “Baiklah, tapi aku akan berganti pakaian dulu agar terlihat lebih meyakinkan.” Renja keluar menahan raut bersalah di wajahnya, apa lagi tatapan Kinda pada langsung tertuju pada Renja seakan bertanya-tanya apa yang terjadi. Kinda mengernyit setelah pintu kamar
Daun-daun kuning berjatuhan bagai hujan kala angin berdesir mengguncang pohon, sebagian jatuh di atas aliran sungai sehingga helaiannya juga menyentuh kaki wanita yang tengah duduk di atas batu menikmati dinginnya air. Seketika Renja mengambil satu daun yang menempel di kaki basahnya, mengabaikan daun di atas kepala. Ia menulis di daun menggunakan ranting mungil berserak di atas batu. “Bawa harapanku sampai ke ujung,” gumamnya, menghanyutkan kembali daun lantas tidak mengenalinya setelah bergabung dengan daun lainnya. “Memangnya apa yang kau tulis?” Dorie penasaran, berhenti menggosok baju memperhatikan wanita jenuh yang datang ke sungai hanya untuk duduk di atas batu. “Tidak akan aku beri tahu. Nanti enggak terkabul.”“Cuman mitos itu. Paling daunmu akan segera tenggelam sebelum sampai ke laut.”Dorie menutup mulutnya selepas itu, Renja menjadi tambah sendu dengan mata yang sayu memandang arah aliran sungai. “Apa yang kau tulis itu sesuatu yang berharga? Kalau begitu maafkan aku,
“Apa ini?” Liana menerima bingkisan dengan heran, tidak biasa Dika membawa sesuatu sebagai oleh-oleh setelah dia bermain-main di luar. Senyum tipis anaknya, terasa memiliki makna hangat sehingga ia tak sungkan memegang erat bingkisan tersebut. “Dari menantumu,” jawab Dika. Liana membelalak, usai itu menunduk dan mengangkat tangannya yang memegang sesuatu dari menantu. Ia hampir menangis, haru atau sedih menyatu menjadi tetesan air mata. “Da-dari menantuku?” ulangnya memastikan pendengaran. “Dia wanita yang sangat baik, aku yakin dia tidak akan terhasut kebencian Bang Darel terhadap Ibu. Tipe yang berusaha tidak memiliki musuh.”Segera menyeka air matanya, Liana lekas duduk ke sofa untuk melihat apa yang ada di dalam bingkisan tersebut. “Apa dia membuat kue ini sendiri?” Liana mendongak, saat itu Dika memilih ikut duduk di sofa, tak luput dari perhatian Liana yang penasaran. “Iya, dia pandai memasak dan sangat rajin. Renja Elta, menantu Ibu yang cantik.”Prang!“Renja Elta?!” Seora
Dia menyingkirkan pelan tangan yang melingkar berat di pinggangnya. Menurunkan kaki ke lantai, secara diam-diam melangkah sunyi menggapai handuk menutupi tubuh telanjang. Renja membuka laci berhati-hati, melirik ke belakang sebelum ia meraih bekas tempat jel aloe vera dengan gugup. Tidak mungkin bisa lega sebelum ia bisa menelan pil yang tersembunyi di dalamnya. Ini waktunya minum obat pencegah kehamilan, menyangka meminum tanpa sepengetahuan Darel bagian dari menghindari ketersinggungan. ‘Semoga tetap aman.’ Ia ingat banyak sekali sperma yang masuk ke dalam rahimnya tadi malam. Renja sempat khawatir. Selagi ia menenggak air, mata pria yang tadi tertutup kini mengintip bersama seringai kemenangan. Entah kenapa ini terlihat lucu, kegirangan yang menggelitiki hatinya. Ia menunggu momen ini hingga rela berpura-pura tidur semalaman untuk mengetahui kapan waktu Renja meminum pil sialan itu. Sontak kembali terpejam kala Renja menoleh panik. Wanita itu menatapnya, mungkin ia merasakan se
Renja mematung melihat keadaan rumah yang seperti... habis perang? Berserakan dengan sampah, barang-barang tidak berada di tempatnya, debu, lebih parahnya pintu kamar mandi lepas. Ia menoleh kaku ke arah Darel, tidak bisa berkata-kata selain ekspresi syok teramat kental. Laki-laki itu menggaruk tengkuknya, ia mengerti maksud tatapan wanita yang tidak pernah membiarkan rumahnya berdebu. “Maaf, aku lupa rumah belum dibersihkan.”Renja masih diam, tenggorokannya tercekat saking bingungnya ia mau mulai protes dari mana. Mengatur napas, kesulitan menelan ludah beberapa kali, hingga akhirnya ia hanya bisa mendesah berat melemaskan badan setelah melihat kembali kekacauan tersebut. “A-aku yang akan bersihkan, jangan khawatir.” Dan entah sejak kepan Darel berubah menjadi suami takut istri. Kebetulan ada sapu di sampingnya, dia langsung menggenggam sapu itu secepat kilat. Renja mengangguk-angguk, baguslah Darel mau bertanggung jawab atas kelakuannya. Namun bukan berarti Renja diam saja, ia
Ting.... Saat itu, Darel menerima pesan baru dari nomor yang tidak terdaftar dari kontaknya. Alis mengerut oleh kiriman video belum terunduh. Apa maksudnya ini? Orang tidak dikenal tiba-tiba mengirimkan video. Salah kirim? Kala ia membuka video tersebut, alangkah kagetnya ia dengan isinya, video mesum di masa lalu dengan wanita masa lalu. Mereka berhubungan intim, jelas terekam secara diam-diam. “Sialan!” Darel tersandar ke dinding, pandangannya lurus ke arah wanita yang sibuk berkutat dengan tanaman di halaman. [Aku akan kirim videonya ke istrimu kalau kau tidak menuruti permintaanku.]Mata Darel terbelalak besar, ia tahu sekarang bahwa ini adalah nomor Sina. Bagaimana jika Renja melihat video itu? Marah? Jijik? Darel merinding membayangkan ekspresi geli Renja terhadapnya. Ia memijat pangkal hidung, frustrasi dan bertanya-tanya kenapa wanita itu mengganggunya ketika Darel telah menetapkan rumahnya. [Berapa yang kau mau?] ~Darel.[Aku tidak ingin uang, aku ingin mengenang kembal
Darel selalu menanyakan kabar Renja, mendapatkan kiriman foto wanita itu, tampak sama sekali tidak ada kebahagiaan dari wajah Renja. Setiap foto yang datang selalu berwajah datar, di mana pun ia berada, sekalipun berada di taman hiburan yang menyenangkan. Rindu menggebu ingin segera menggenggamnya kembali, tapi demi tujuannya ia rela menunggu lebih lama lagi menahan gejolak sepi. Kinda harus mengerti, tindakannya hanya memperjelas bertapa besar perasaan Renja untuk Darel. Dengan begitu dia akan berhenti ikut campur perkara rumah tangga orang, sadar bahwa dia tidak memiliki kesempatan mendapatkan wanita itu. Terlentang di kasur, Darel mencari kembali foto Kinda yang tampak menyedihkan sebab diabaikan oleh Renja, itu foto tiga hari lalu yang dikirim oleh agen. Lihat nanti bagaimana ia akan mengantar sendiri Renja pulang ke tempat ini, seperti saat ia mengantar Renja pulang kala wanita tersebut merajuk pergi ke rumah orang tua dulu.“Aku akan menertawakanmu nanti,” ia bergumam sepert
Darel menurunkan sebelah kaki menahan motor yang berhenti di depan gerbang. Ia penasaran kenapa gerbang yang seharusnya tertutup itu terbuka lebar tanpa seorangpun satpam berjaga di depan. Ia melirik ke post, melihat beberapa kaki terbujur berantakan seolah mereka mati di sana. Maka ia mendekati mereka. Mengernyit, posisi mereka saling tumpang tindih, berantakan tak peduli tumpahan kopi di mana-mana sebab posisi demikian. “Hei, bangun!” Mereka tidak mendengar, Darel geram dibuatnya. Meski malam memang waktunya tidur, tapi itu bukan waktu mereka yang telah menelan uangnya. Setidaknya ada pergantian waktu sebagai peringan perkerjaan, karena mereka berjumlah empat orang. Ada satu kardus air mineral gelas di sisi teras dalam, dia mengambil satu lantas menumpahkan air di wajah mereka. “Tuan Darel!” Mereka sontak terduduk, tertekan oleh tatapan tidak senang dari sang majikan. “Ka-kami tertidur?” Mereka saling pandang tidak mengerti, hal seperti ini sebelumnya tidak pernah terjadi sebab
“Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi....”Kinda hampir menghempas ponselnya sebab lagi-lagi suara itu yang keluar saat ia menelepon Renja. Memijat pangkal hidung, ia benar-benar frustrasi memikirkan apa yang sedang terjadi di sana. Sudah berapa hari semenjak ia memergoki Darel menghabiskan waktu dengan wanita lain? Lebih dari seminggu. Sejak itulah kontaknya dengan Renja terputus, tidak peduli jika Kinda mencoba menipu dengan cara mengganti nomor, Renja tetap tidak dapat dihubungi. Artinya, HP Renja dalam keadaan mati, ya, kemungkinan besar. “Biarkan aku masuk!” Kinda membentak penjaga yang menghalangi dia di depan gerbang kayu. Mau berapa kali ia bolak-balik hanya untuk mencari kesempatan masuk. Kakinya sudah kram berdiri terlalu lama, capek juga menghadapi satpam yang tetap pada pendirian. Mereka tidak mempan disogok, Kinda telan mencoba banyak cara. “Maaf, kami diperintahkan untuk melarang Anda.”Menggusar rambut kasar, bolehkah ia mengajak duel para satpam tersebut? Tida
Darel membiarkan Renja tertidur setelah perdebatan mereka menguras air mata wanita itu. Ia berhati-hati melepaskan dekapan, kedua kakinya menyentuh lantai dingin. Sekali lagi ia melirik Renja lantas mendesah berat. Tujuan Darel ialah ponsel Renja yang tergeletak di nakas sisi lain dari Darel. 'Siapa saja yang bertukar dengan Renja?' Riwayat terbaru seperti dugaan Darel, siapa lagi kalau bukan Kinda. Pria itulah yang mengirimkan foto-fotonya bersama Sina. Pantas saja Darel merasa diawasi sepanjang melangkah, namun bodohnya ia memilih tidak peduli. Nyatanya terpampang jelas di bekas chat tersebut, Kinda yang mempengaruhi Renja untuk menuntut penjelasan dari Darel. 'Sialan kau, Kinda, awas saja jika kita bertemu lagi.' Yona? Ia tak percaya Renja menyimpan nomor wanita itu, siapa yang menduga mereka pernah bertukar pesan. Penasaran apa yang dibahas mereka, akan menyenangkan melihat Renja mengancam Yona atau mengejeknya dibalik topeng ramahnya jika dibandingkan bertemu secara langsung.
Renja duduk di depan meja hias, rambutnya dibungkus handuk karena ia baru saja selesai mandi sebab pesan terakhir Kinda memberitahu bahwa Darel pulang hari ini. Meski sudah sore, Renja menggunakan riasan, berusaha menyembunyikan jejak wajah sembab. Dia juga sudah selesai memasak, sebentar lagi Darel pasti akan sampai. Jantungnya menggebu-gebu, menimpal pewarna pipi membantunya terlihat lebih segar. Air mata yang ingin jatuh, ia tahan mati-matian, berulang kali menimbulkan pikiran positif untuk menghibur diri sendiri. [Kali ini kau harus tegas, Renja.] ~Kinda.Pesan Kinda terngiang-ngiang, pria itu terus mengirim pesan mendorongnya untuk lebih berani. [Bersikap adillah pada diri sendiri. Kau terlalu banyak mengalah.] ~Kinda.Tangan Renja langsung jatuh ke atas meja, kuas make-up ikut berceceran akibat senggolan tangan Renja. Wanita itu mendongak ke atas, air matanya tidak terbendung lagi. Tarik napas dalam-dalam, hembuskan, lakukan berulang kali meski tidak merasa lebih baik.‘Harus
Sudah dua hari semenjak ia ditinggalkan sendiri dengan peraturan membentuk rantai mengekang leher membatasi pergerakkan Renja. Hari-hari ia melamun duduk di teras yang bersuasana hening. Ia ingin menjadi seperti orang yang bisa mendapatkan kesenangan dari HP, tapi mata Renja tidak bisa bertahan lama menatap layar—matanya perih. Benda pipih tersebut tergeletak di atas meja dalam keadaan padam, bekas Renja mencoba menghubungi Darel namun tidak mendapatkan respon. Ia penasaran, apa membeli alat-alat bengkel memang memakan waktu berhari-hari? Bahkan tidak dapat dihubungi. Ting. Belum lepas pandangan Renja dari HP, layarnya menyala menunjukkan sebuah notifikasi chat. Gerakannya cepat menyambar ponsel, tapi yang tertera ialah nama Kinda. [Suamimu ada di mana?] Kinda memperhatikan pria di depannya dalam gedung mall menuju lantai atas, ia merendahkan topi agar Darel tidak menyadari Kinda mengikutinya. Sesekali ia mengangkat ponsel, menunggu Renja sedang mengetik. Syukurlah Renja membaca
Dia kecewa namun ia enggan menyuarakan. Menatap jaket di tangannya, kelembapan membuat ia tak nyaman. Jika tidak segera dicuci akan mengeluarkan bau apek. Yang benar saja Yona mengembalikan barang dari orang yang ditaksir seperti ini? Paling tidak dicuci, jelas mereka ditemani rintik hujan tadi malam. Hanya satu jaket saja, Renja mencucinya melalui keran wastafel. Seiring tangannya bergerak, rambut panjang menjuntai ke bawah hampir merendam ujungnya sebelum Renja mengangkat kepalanya. Bagaimana ini? Tangannya sudah dipenuhi oleh sabun. Baru akan mencuci tangan, rambutnya digenggam ke belakang oleh sosok yang mulai terasa kehadirannya. “Biar aku saja yang ikat,” tutur Darel, ia menggunakan pita putih entah bekas apa tersangkut di paku dinding. Kini leher Renja bersih dari untaian tipis surai hitam, namun bercak-bercak di lehernya tidak tersamarkan. “Apa tadi malam aku sangat kasar?” Ah, dia merasa tidak wajar dengan kismark bertebaran di mana-mana, itu tidak bagus menurut dokter.