Renja bersenandung mengayuh sepedanya di balik awan tebal yang membantu memberi peneduhan dari panas menyengat. Topi pantainya jadi tidak berguna selain untuk aksesoris saja sekarang. Sebentar lagi gerbang masuk ke dalam pemukiman hutan akan terlihat, Renja menghentikan sepeda untuk mengambil obat KB yang ia beli di apotik, lalu di sembunyikan di atas kepala atau di bawah topi agar jika kebetulan Darel ada di rumah, dia tidak melihatnya. “Wah cantiknya adek ini.” Ibu-ibu bertopi anyaman daun pandan, memakai sepatu boots berlumpur menyapa ramah. Di lihat dari penampilan dan lokasi, Renja menebak dia adalah pekerja petani padi. Renja pun balas tersenyum tak kalah ramah. “Terima kasih, ibu dari mana?”“Itu dari sawah.” Dia menunjuk hamparan hijau dan separuh kuning berdampingan yang menjadi salah pemandangan indah ketika Renja melewati jalan. “Adek tinggal di sini, ya?” Sambung si ibu. “Rumahku masuk ke gerbang itu, Buk.” Gantian Renja yang menunjuk, pada gerbang yang sudah terlihat
Sehabis minum obat, Renja mengoles salep pada koreng keringnya, ia lakukan secara rutin agar hasilnya maksimal sehingga tidak ada bekas jelek kelak. Dokter bilang jangan mengelupas kulit koreng kalau enggak mau berbekas. Walaupun geram, Renja menahan dirinya sekuat tenaga. “Jelek sekeli.” Renja merinding pada lempengan hitam bercorak menjijikkan baginya. “Kapan mereka akan terlepas sendiri? Padahal sudah kering-kerontang begitu.” Entah berapa kali ia bergidik sendiri, alhasil harus mencari kesibukan agar matanya tidak tertuju lagi pada koreng. Renja pergi ke dapur, berpikir untuk membuat kue coklat saja menjelang Darel pulang nanti sore. Tiba-tiba ada rasa khawatir. Bagaimana jika kulit koreng nya jatuh, masuk ke dalam adonan? Renja langsung mual membayangkan itu. Berat hati dia mengurungkan niat, meletakkan kembali tepung ke dalam stoples. Renja bergerak cepat kembali ke kamar, menghempas diri ke kasur, dia kesal pada dirinya sendiri yang menjijikkan. Menangis, memendam suara di
Renja terpaksa bangun dalam kondisi bingung, sesuatu tengah menggenggam dadanya kuat, dan napas panas di tengkuk menggelitik, benjolan di paha. Renja menoleh ke belakang, pada tatapan sayu Darel menginginkan pelampiasan.“Tidak perlu mengkhawatirkan lukamu lagi, kan, Renja? Semua kulitnya sudah terlepaskan?” bisiknya sambil menjilati kuping Renja. Renja merinding, menahan tangan Darel di dadanya. Terlalu kuat membuat dadanya sakit. Renja masih mencerna situasi karena otaknya lambat ketika baru bangun tidur. Pita gaun tidur Renja ditarik, menjatuhkan pakaian gadis itu tanpa merasakan perlawanan. Dia tahu Renja sedang berpikir keras sekarang. Darel bergerak menindih Renja, mencelupkan mulutnya menikmati tonjolan di atas dada istrinya. Tangan Renja terulur mengelus rambut hitam Darel, membelai penuh kasih sayang bagai seorang ibu yang menidurkan anak. “Kau haus, Darel?” Suara Renja serak-serak basah khas bangun tidur. Akhirnya ia tahu apa yang diinginkan oleh Darel, Renja tidak akan m
Kecemasan menghantam keberanian Renja, tangannya merinding memegang ponsel usai membaca pesan dari nomor tidak dikenal. [Mamak dan bapak akan ke rumahmu. Jemput kami di jembatan yang kau bertemu dengan Sera dulu.]Dari pesannya saja sudah ketahuan siapa pemilik nomor tidak dikenal tersebut, siapa lagi? Pasti mereka mendapatkan nomor Renja dari Sera. Pusing, Renja mengurut pelipis setelah meletakkan ponsel ke meja. Mereka akan datang, setelah kemarin Renja membangkang dan melarikan diri dari tugas rumah mereka. “Mampus. Tidak mungkin Mama tidak mengungkitnya.”Renja menghempaskan diri ke sandaran bangku, mendongak dan menghirup dalam-dalam udara segar dari alam. ‘Tenang, tenang. Bersikaplah seperti biasa, Renja.’ Lantas dia menoleh ke ponsel lagi—akan membalas pesannya. [Telepon aku kalau sudah dekat. Nanti aku ke sana pakai sepeda.]Renja membuang napas berat, pada akhirnya dia tidak bisa menolak kedatangan kedua orang tuanya. [Pergi sekarang, kami tidak mau kepanasan menunggu di
Jamuan Renja luar biasa, dia memastikan meja terisi oleh buah, cemilan, dan minuman. Kedua orang tuanya menerima kebaikan Renja secara sungkan sebab khawatir Renja terlalu memaksakan keadaan untuk membuktikan bahwa dia tidak begitu miskin. Putri pertama mereka adalah menantu idaman, cantik dan Rajin, semakin cantik dan terawat setelah menikah. Penampilan Renja menjelaskan harga diri Darel, pria yang mampu merawat Renja jauh lebih layak. “Mau tambah tehnya lagi?” Dia bertutur kata lembut, elegan dalam setiap gerakan. Rasanya tengah melihat seorang putri bangsawan dari abat 18. Apa yang dibuat Darel pada putri mereka? Amar dan Fika saling menatap bingung, memilih bungkam menikmati jamuan Keya. “Kami akan pulang, bapakmu ada kerjaan jam dua nanti.” Fika meletakkan gelas yang selesai ia teguk, membenahi diri sebelum berdiri.“Cepat sekali, aku pikir Mamak dan Bapak akan menginap.” “Tidak, kami cuman mau lihat bagaimana bentuk rumahmu. Syukurlah enggak bolong-bolong.” Renja tersenyum
Dia disambut hormat oleh beberapa orang yang ditugaskan untuk mengantarkan tamu penting dalam undangan. Pakaian rapi mengubah aura berantakan dari montir ke pria berjas bijaksana. “Silahkan lewat sini Pak Darel.” Begitulah dia dipanggil dengan sungkan meski usia masih terbilang muda. Rapat pemegang saham, itulah alasan utama kedatangan Darel ke kota. Mata karyawan yang kebetulan lewat tersirat rasa kekaguman atau mungkin beberapanya adalah ketertarikan terpendam, Darel tetap berjalan lurus percaya diri. Sampai di ruangan tujuan, beberapa pria telah duduk rapi saling berjabat tangan dan berbincang-bincang sebelum semua pemegang saham tiba. Darel akan menjadi yang termuda di antara mereka, biasanya mendengar tawaran perjodohan dari mulut bapak-bapak itu untuk putri mereka. “Apa kabar, Pak Darel?” Pria yang cukup mendapat penghormatan dari Darel menyapanya terlebih dahulu. Pardi namanya, dia berbaik hati beranjak untuk menarik kursi disebelahnya mempersilahkan duduk. “Terima kasih,
Lagi-lagi terlambat, Darel sengaja dan ingin tahu bagaimana cara wanita itu akan menanggapinya nanti. Jika dia masih memaafkan tanpa merajuk, Darel akan merayakan kemenangan seorang diri. Malam telah kelam, warna gelap teramat pekat ketika memasuki area hutan sunyi menggunakan motor. Darel berhenti di depan rumahnya, menunggu beberapa saat; apakah wanita itu akan berlari keluar dari selimutnya? Selayaknya istri baik yang ia katakan. Tapi tidak, tiada tanda-tanda pintu akan terbuka sendiri. “Dia pasti tidur pulas,” gumamnya sembari melihat jam tangan. Maraih kunci motor, Darel percaya diri melangkah dan membuka pintu dengan kunci lain yang satu gantungan dengan kunci motor. Lampu di dalam padam, meski Renja penakut dia tidak suka terang. Katanya untuk menghemat biaya listrik. Darel menghidupkan lampu untuk mendapati makanan dingin di atas meja, membayangkan berapa lama Renja duduk menunggunya pulang di situ. Haruskah dia makan? Sayangnya Darel tidak berselera pada makanan dingin. P
Darel kembali ke tempat tidur usai mengosongkan piring makannya, memutuskan bermalas-malasan memeluk bantal guling. Suara air dari Renja yang mencuci piring sampai ke telinganya, sebab pintu kamar masih terbuka lebar. Memejamkan mata kemudian, rasa kantuk menyerang lebih pekat, jika diingat selama di kota dia kesulitan tidur. Rumah sendiri memang yang paling nyaman. Melewati kamar, Renja mendesah kasihan melihat Darel terlelap. Ia pikir pria itu telah bekerja teramat keras. Berapa bonus yang didapatkan Darel setelah membeli alat-alat mesin ke luar kota? Pun sejak tadi dia tidak melihat ada benda tersebut di rumah ini. ‘Bisa jadi telah diantar terlebih dahulu ke bengkel.’Mengambil topi di atas lemari kayu, niatnya Renja akan pergi ke luar hari ini. Halaman di depan luas, ia telah berangan-angan menanam banyak bunga di sana. Pasti menyenangkan melihat bunga bermekaran sambil duduk di teras, setidaknya ia memiliki kegiatan merawat bunga dari pada menghabiskan waktu dengan tidur. “Ak
Ting.... Saat itu, Darel menerima pesan baru dari nomor yang tidak terdaftar dari kontaknya. Alis mengerut oleh kiriman video belum terunduh. Apa maksudnya ini? Orang tidak dikenal tiba-tiba mengirimkan video. Salah kirim? Kala ia membuka video tersebut, alangkah kagetnya ia dengan isinya, video mesum di masa lalu dengan wanita masa lalu. Mereka berhubungan intim, jelas terekam secara diam-diam. “Sialan!” Darel tersandar ke dinding, pandangannya lurus ke arah wanita yang sibuk berkutat dengan tanaman di halaman. [Aku akan kirim videonya ke istrimu kalau kau tidak menuruti permintaanku.]Mata Darel terbelalak besar, ia tahu sekarang bahwa ini adalah nomor Sina. Bagaimana jika Renja melihat video itu? Marah? Jijik? Darel merinding membayangkan ekspresi geli Renja terhadapnya. Ia memijat pangkal hidung, frustrasi dan bertanya-tanya kenapa wanita itu mengganggunya ketika Darel telah menetapkan rumahnya. [Berapa yang kau mau?] ~Darel.[Aku tidak ingin uang, aku ingin mengenang kembal
Darel selalu menanyakan kabar Renja, mendapatkan kiriman foto wanita itu, tampak sama sekali tidak ada kebahagiaan dari wajah Renja. Setiap foto yang datang selalu berwajah datar, di mana pun ia berada, sekalipun berada di taman hiburan yang menyenangkan. Rindu menggebu ingin segera menggenggamnya kembali, tapi demi tujuannya ia rela menunggu lebih lama lagi menahan gejolak sepi. Kinda harus mengerti, tindakannya hanya memperjelas bertapa besar perasaan Renja untuk Darel. Dengan begitu dia akan berhenti ikut campur perkara rumah tangga orang, sadar bahwa dia tidak memiliki kesempatan mendapatkan wanita itu. Terlentang di kasur, Darel mencari kembali foto Kinda yang tampak menyedihkan sebab diabaikan oleh Renja, itu foto tiga hari lalu yang dikirim oleh agen. Lihat nanti bagaimana ia akan mengantar sendiri Renja pulang ke tempat ini, seperti saat ia mengantar Renja pulang kala wanita tersebut merajuk pergi ke rumah orang tua dulu.“Aku akan menertawakanmu nanti,” ia bergumam sepert
Darel menurunkan sebelah kaki menahan motor yang berhenti di depan gerbang. Ia penasaran kenapa gerbang yang seharusnya tertutup itu terbuka lebar tanpa seorangpun satpam berjaga di depan. Ia melirik ke post, melihat beberapa kaki terbujur berantakan seolah mereka mati di sana. Maka ia mendekati mereka. Mengernyit, posisi mereka saling tumpang tindih, berantakan tak peduli tumpahan kopi di mana-mana sebab posisi demikian. “Hei, bangun!” Mereka tidak mendengar, Darel geram dibuatnya. Meski malam memang waktunya tidur, tapi itu bukan waktu mereka yang telah menelan uangnya. Setidaknya ada pergantian waktu sebagai peringan perkerjaan, karena mereka berjumlah empat orang. Ada satu kardus air mineral gelas di sisi teras dalam, dia mengambil satu lantas menumpahkan air di wajah mereka. “Tuan Darel!” Mereka sontak terduduk, tertekan oleh tatapan tidak senang dari sang majikan. “Ka-kami tertidur?” Mereka saling pandang tidak mengerti, hal seperti ini sebelumnya tidak pernah terjadi sebab
“Nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi....”Kinda hampir menghempas ponselnya sebab lagi-lagi suara itu yang keluar saat ia menelepon Renja. Memijat pangkal hidung, ia benar-benar frustrasi memikirkan apa yang sedang terjadi di sana. Sudah berapa hari semenjak ia memergoki Darel menghabiskan waktu dengan wanita lain? Lebih dari seminggu. Sejak itulah kontaknya dengan Renja terputus, tidak peduli jika Kinda mencoba menipu dengan cara mengganti nomor, Renja tetap tidak dapat dihubungi. Artinya, HP Renja dalam keadaan mati, ya, kemungkinan besar. “Biarkan aku masuk!” Kinda membentak penjaga yang menghalangi dia di depan gerbang kayu. Mau berapa kali ia bolak-balik hanya untuk mencari kesempatan masuk. Kakinya sudah kram berdiri terlalu lama, capek juga menghadapi satpam yang tetap pada pendirian. Mereka tidak mempan disogok, Kinda telan mencoba banyak cara. “Maaf, kami diperintahkan untuk melarang Anda.”Menggusar rambut kasar, bolehkah ia mengajak duel para satpam tersebut? Tida
Darel membiarkan Renja tertidur setelah perdebatan mereka menguras air mata wanita itu. Ia berhati-hati melepaskan dekapan, kedua kakinya menyentuh lantai dingin. Sekali lagi ia melirik Renja lantas mendesah berat. Tujuan Darel ialah ponsel Renja yang tergeletak di nakas sisi lain dari Darel. 'Siapa saja yang bertukar dengan Renja?' Riwayat terbaru seperti dugaan Darel, siapa lagi kalau bukan Kinda. Pria itulah yang mengirimkan foto-fotonya bersama Sina. Pantas saja Darel merasa diawasi sepanjang melangkah, namun bodohnya ia memilih tidak peduli. Nyatanya terpampang jelas di bekas chat tersebut, Kinda yang mempengaruhi Renja untuk menuntut penjelasan dari Darel. 'Sialan kau, Kinda, awas saja jika kita bertemu lagi.' Yona? Ia tak percaya Renja menyimpan nomor wanita itu, siapa yang menduga mereka pernah bertukar pesan. Penasaran apa yang dibahas mereka, akan menyenangkan melihat Renja mengancam Yona atau mengejeknya dibalik topeng ramahnya jika dibandingkan bertemu secara langsung.
Renja duduk di depan meja hias, rambutnya dibungkus handuk karena ia baru saja selesai mandi sebab pesan terakhir Kinda memberitahu bahwa Darel pulang hari ini. Meski sudah sore, Renja menggunakan riasan, berusaha menyembunyikan jejak wajah sembab. Dia juga sudah selesai memasak, sebentar lagi Darel pasti akan sampai. Jantungnya menggebu-gebu, menimpal pewarna pipi membantunya terlihat lebih segar. Air mata yang ingin jatuh, ia tahan mati-matian, berulang kali menimbulkan pikiran positif untuk menghibur diri sendiri. [Kali ini kau harus tegas, Renja.] ~Kinda.Pesan Kinda terngiang-ngiang, pria itu terus mengirim pesan mendorongnya untuk lebih berani. [Bersikap adillah pada diri sendiri. Kau terlalu banyak mengalah.] ~Kinda.Tangan Renja langsung jatuh ke atas meja, kuas make-up ikut berceceran akibat senggolan tangan Renja. Wanita itu mendongak ke atas, air matanya tidak terbendung lagi. Tarik napas dalam-dalam, hembuskan, lakukan berulang kali meski tidak merasa lebih baik.‘Harus
Sudah dua hari semenjak ia ditinggalkan sendiri dengan peraturan membentuk rantai mengekang leher membatasi pergerakkan Renja. Hari-hari ia melamun duduk di teras yang bersuasana hening. Ia ingin menjadi seperti orang yang bisa mendapatkan kesenangan dari HP, tapi mata Renja tidak bisa bertahan lama menatap layar—matanya perih. Benda pipih tersebut tergeletak di atas meja dalam keadaan padam, bekas Renja mencoba menghubungi Darel namun tidak mendapatkan respon. Ia penasaran, apa membeli alat-alat bengkel memang memakan waktu berhari-hari? Bahkan tidak dapat dihubungi. Ting. Belum lepas pandangan Renja dari HP, layarnya menyala menunjukkan sebuah notifikasi chat. Gerakannya cepat menyambar ponsel, tapi yang tertera ialah nama Kinda. [Suamimu ada di mana?] Kinda memperhatikan pria di depannya dalam gedung mall menuju lantai atas, ia merendahkan topi agar Darel tidak menyadari Kinda mengikutinya. Sesekali ia mengangkat ponsel, menunggu Renja sedang mengetik. Syukurlah Renja membaca
Dia kecewa namun ia enggan menyuarakan. Menatap jaket di tangannya, kelembapan membuat ia tak nyaman. Jika tidak segera dicuci akan mengeluarkan bau apek. Yang benar saja Yona mengembalikan barang dari orang yang ditaksir seperti ini? Paling tidak dicuci, jelas mereka ditemani rintik hujan tadi malam. Hanya satu jaket saja, Renja mencucinya melalui keran wastafel. Seiring tangannya bergerak, rambut panjang menjuntai ke bawah hampir merendam ujungnya sebelum Renja mengangkat kepalanya. Bagaimana ini? Tangannya sudah dipenuhi oleh sabun. Baru akan mencuci tangan, rambutnya digenggam ke belakang oleh sosok yang mulai terasa kehadirannya. “Biar aku saja yang ikat,” tutur Darel, ia menggunakan pita putih entah bekas apa tersangkut di paku dinding. Kini leher Renja bersih dari untaian tipis surai hitam, namun bercak-bercak di lehernya tidak tersamarkan. “Apa tadi malam aku sangat kasar?” Ah, dia merasa tidak wajar dengan kismark bertebaran di mana-mana, itu tidak bagus menurut dokter.
Rintik-rintik air menghantam atap menciptakan suasana dingin mengundang kantuk pada siapa saja yang sendiri serta luang. Menggenggam selimut tebal di dada, Renja tidak berani menurunkan kaki untuk melihat malam terakhir tahun ini. Rambutnya tergerai halus di atas bantal, mata tak kunjung tidur kendati berkedip sayu.Menit kemudian suara kembang api menembak dan bermekaran di angkasa gelap gulita ditangkap oleh indra pendengarannya. Meski gerimis orang desa di luar gerbang merayakan malam ini dengan gembira. Apa cuman Renja yang tidak pernah tahu rasanya kemeriahan malam tahun baru? Selalu saja menjadi pendengar di atas tempat tidur seorang diri. Bibirnya menukik tipis teringat Darel, pria itu pasti sibuk bekerja bercucuran keringat dingin. Mungkin malam tahun baru Renja masih lebih baik dari pria itu, merasakan kehangatan dalam selimut dari pada diserang dingin di luar sana. ‘Aku harap dia tidak kedinginan. Semoga tahun ini menjadi bagian moment indah dalam hidup kita,” gumam Renja