Home / Horor / Mantra Cinta Kakak Ipar / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Mantra Cinta Kakak Ipar: Chapter 21 - Chapter 30

63 Chapters

Kehilangan Cinta

Setelah seharian Galuh merasa tidak tenang, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumah Amin sedangkan Amin sedang pergi ke luar bersama Alif. Tok... Tok... Tok "Siapa itu?" ucap Galuh. Galuh pun mengambil kerudung dan memasangnya kemudian ia gegas ke pintu luar. Ceklek... Pintu terbuka "Ridwan," ucap Galuh saat melihat sosok yang berdiri di depannya. "Wan, kapan kamu datang? Bukannya kamu lagi di Jawa?" tanya Galuh. Ridwan hanya tersenyum dan masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan sepatah katapun. Galuh pun merasa heran dengan tingkah Ridwan yang se-diam itu. "Paman sedang keluar, baru aja sama Alif, katanya mereka pulang selesai salat magrib di musholla." Ridwan yang tadinya berjalan masuk menuju dapur itu pun terhenti, ia membalikkan badan dan sepoy-an angin dingin menghembus ke leher Galuh, sekilas Ridwan menatap ke arah Galuh dan berkata. "Pergi dari sini!" ucapnya yang kemudian berlalu pergi. Galuh hanya terpaku kaku di dekat pintu, entah mengapa ia ti
last updateLast Updated : 2024-07-14
Read more

Jadi Tumbal

Suasana sedih masih menyelimuti hati kecil Galuh. Dia baru saja siuman dari pingsan, setelah beberapa menit meratapi wajah sang anak yang telah dibalut kain kapan, Galuh gegas meraih gawainya untuk menelpon Angga. "Mas, angkat telpon Galuh, Mas!" ucap Galuh penuh dengan permohonan. "Gimana Galuh, sudah bicara dengan Angga?" tanya Amin yang tiba-tiba datang. Galuh tertunduk lesu, gelengan pelan kepalanya memberi jawaban. "Mungkin dia sedang sangat sibuk. Keputusan ada di tanganmu, Galuh. Kita kuburkan Alif sekarang, atau menunggu Angga pulang?" tanya Amin lembut. "Tapi, paman kan masih belum sehat. Sebaiknya paman istirahat." Amin terdiam. "Sakit ini tidak ada apa-apanya Galuh. Paman minta maaf yang sebesar-besarnya sama kamu. Paman nggak tahu harus bagaimana menebus kelalaian paman ini." Amin berlutut di hadapan Galuh. "Sudah paman, ini takdir dari Allah. Paman sama sekali tidak bersalah dalam hal ini. Sebaiknya, sekarang saja kita lakukan proses pemakaman, Alif, pa
last updateLast Updated : 2024-07-26
Read more

Salahku

"Galuh, kamu nggak boleh kayak gini. Ini bagian ujian dari Allah. Kamu nggak boleh putus asa dari rahmat Allah seperti ini." Nisa tidak sanggup melihat keadaan Galuh yang seharian tidak ingin makan dan berbicara. Galuh hanya diam di dalam kamar dengan tatapan kosong. Ia tidak mau berbicara dengan siapapun, bahkan ia tidak beranjak dari tempatnya sedari pulang dari kuburan Alif. Nisa hanya bisa menahan sesak di dada dan mendoakan yang terbaik untuk Galuh. Begitu juga dengan Amin, ia masih belum bisa berbuat apapun karena ia pun tahu betapa sakitnya kehilangan sosok yang sangat berharga dalam hidup. Dering ponsel Galuh berbunyi... Membuat mata Galuh segera membulat, bagai ia telah menanti dering pada ponselnya itu. "Mas, mas. Anak kita, Mas. Anak kita...." ucap Galuh segera setelah menempelkan ponselnya ke telinga. "....." Duarrr.... Bagai petir yang menyambar bumi, ponsel di tangan Galuh pun jatuh ke lantai, begitu pula dengan Galuh. Gegas saja Nisa mendatangi Galu
last updateLast Updated : 2024-08-14
Read more

Aku Takut

"Alif...," ucap Galuh yang bergegas hendak mendekati Alif yang sedang berdiri di ujung jalan. Galuh hanya terpaku, dia gemetar melihat Alif yang hanya diam itu tiba-tiba saja mengeluarkan sesuatu dari dalam mulutnya. Muntah darah bercampur dengan belatung. "Alif," ucap Galuh dengan bibir yang bergetar. "Kamu kenapa, Nak? Sini sama mama!" Galuh membentangkan kedua tangannya. Dirinya tidak bisa bergerak maju atau pun mundur, tubuh Galuh kaku di tempat. Namun, tiba-tiba seseorang datang. "Acil." "Pergilah! Sudah kubilang jauhi laki-laki itu!" Tangis Galuh pecah. Ia masih belum mengerti dengan ucapan perempuan berambut panjang itu. Seketika mereka berdua hilang pandangan Galuh. "Alif..." Galuh berteriak. "Galuh," ucap Nisa gegas karena Galuh mengigau. "H..uuu...hhh.." Napas Galuh naik turun. "Galuh, kamu mimpi Alif lagi. Ini, minum dulu!" Nisa menyodorkan segelas air yang sudah didoakan oleh Amin sebelumnya. "Ka, Alif. Alif muntah darah... Galuh takut, Ka." Badan Gal
last updateLast Updated : 2024-08-18
Read more

Rujuk?

Galuh pulang ke rumah Amin, dibantu dengan Nisa beserta Amin dan Jaya. “Kak, sekarang kita ziarah ke makam Alif kan?” ucap Galuh penuh harapan. “Iya, Galuh. Tapi tidak sekarang. Kamu istirahat dulu sebentar, nanti ba’da zuhur kita ziarah ke makam Alif. Kamu tidak keberatan kan?” Galuh mengangguk saja. Galuh pun menekan layar gawainya yang sudah beberapa hari tertinggal di rumah Amin itu. Perlahan Galuh membukanya dengan harapan besar jika ada kabar baik dari Angga, rujuk dengannya. Namun, sama sekali tidak ada chat ataupun riwayat panggilan tidak terjawab di sana. “Mas, apakah kisah kita benar-benar telah berakhir di sini?” gumam Galuh lirih. Galuh mengelus lembut perutnya yang masih rata, ada rasa sesak di dana ketika memikirkan bagaimana nasib anaknya kelak yang tumbuh tanpa didampingi oleh seorang ayah. “Kita harus kuat ya, Nak. Maafkan mama, mama nggak bisa jagain kakakmu dan juga ayahmu.” Air mata berlalu ke pipi. Dreddd.. Getaran gawai Galuh membuat Galuh gegas
last updateLast Updated : 2024-08-18
Read more

Bukan Wanita Baik-Baik

Galuh pulang dalam keadaan sesenggukan, dia tak menghiraukan siapapun termasuk Nisa yang memanggilnya. Ia terus berlari hingga sampai ke kamar dan mengunci pintu. Di kamar, ia tersandar di pintu, menangis dengan sesak di dada yang tiada henti. "Galuh, buka pintunya. Kamu kenapa, Galuh!" Nisa berusaha memanggil dan mengetuk pintu dari luar kamar. Galuh menutup mulutnya dengan tangan, berusaha menahan suara rintihan dan isikan yang keluar dari mulutnya disertai dengan tangisan. "Kenapa, Nis?" tanya Amin. "Paman, Nisa nggak tahu. Pas dateng tiba-tiba Galuh langsing mengunci diri di kamar." Nisa merasa khawatir. "Darimana?" tanya Amin. Nisa menggeleng. "Pasti mereka. Kamu tunggu di sini, jagain Galuh. Aku ada urusan sebenar." Dengan ekspresi serius, Amin melenggang pergi, meninggalkan Nisa. Amarah sedang menyala, Amin gegas mengeluarkan motornya dan mengendarainya dengan laju. .."Ina... Buka pintunya!" teriak Amin sembari mengetuk pintu dengan nyaring. "Keluar kamu Ina!" Ina
last updateLast Updated : 2024-08-18
Read more

Benarkah Dia?

"Tidak mungkin, itu tidak mungkin.." Amin mengelak. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. "Itu pasti bohong." Pak RT, Jaya dan dua orang lainnya itu nampak mengingkari apa yang telah mereka lihat. "Paman, itulah kelakuan keponakan yang selalu paman bangga-banggakan itu. Ina tahu, selama ini paman hanya sayang pada Galuh, paman selalu menganggap Ina adalah keponakan paman yang paling buruk. Tapi, paman bisa lihat sendiri kan?" Sembari menahan tangisan, Ina berusaha mengucapakan apa yang ingin dia bicarakan sampai selesai. Amin hanya terdiam, ia mematung. Ia masih tidak bisa memikirkan apapun, percaya dengan apa yang telah Ina dan Angga tunjukkan padanya malah sebaliknya. "Bagaimana aku tidak jijik kepadanya paman, sedangkan dia sudah pernah bersama dengan orang lain di belakangku." Angga menambahkan. "Pak RT, Pak Tohir dan Mas Yusuf. Kami sekali lagi meminta maaf untuk masalah ini. Tapi, saya mohon dengan sangat, jangan bocorkan masalah ini kepada warga. Bagaim
last updateLast Updated : 2024-08-18
Read more

Kebencian

Makanan sudah tersedia di meja makan, Nisa baru saja selesai memasak sarapan pagi ini, ditemani dengan Jaya. Galuh tidak keluar kamar sejak semalam, begitu juga dengan Amin. “Mas, sebenarnya paman kenapa?” tanya Nisa. Jaya masih belum memberitahukan apa yang telah terjadi semalam di rumah Ina. Jaya menghembuskan napas perlahan, ditatapnya Nisa yang masih menatapnya dengan penuh tanya. “Sebenarnya...” Belum sempat Jaya berucap, tiba-tiba ia menutup mulutnya karena melihat Galuh yang baru saja keluar dari kamarnya. “Galuh,” ucap Jaya. “Galuh, mari sarapan dulu! Kamu harus minum obat, kan?” ucap Nisa lembut. Galuh hanya menggeleng tanda menolak ajakan dari Nisa. “Ka, di mana paman?” tanya Galuh. Nisa menilik ke arah Jaya. “Paman sedang kurang sehat, Galuh.” “Pasti gara-gara kepikiran tentang Galuh, kan. Maafkan Galuh ya, gara-gara Galuh semuanya jadi kepikiran.” Galuh menundukkan pandangannya. Nisa meraih kursi dan menuntun Galuh untuk duduk. “Galuh, jangan meny
last updateLast Updated : 2024-08-19
Read more

Terkena Pirunduk

“Suara apa itu, mas?” tanya Nisa kaget. “Sebaiknya kita lihat ke luar,” jawab Jaya. Mereka berdua pun gegas keluar dari kamar. “Galuh, kenapa? Kamu nggak kenapa-napa? Ada yang luka?” tanya Nisa seraya memeriksa tangan dan kaki Galuh karena di lantai terdapat pecahan kaca dari gelas yang jatuh. Galuh langsung memeluk Nisa. “Kak, apa salah Galuh?” ucap Galuh disertai isakan. “Galuh apa maksudmu.” Perlahan Nisa melirik ke arah Jaya yang sedang membersihkan pecahan kaca di lantai. “Bawa dia ke kamar, sayang! Aku akan bicara pada paman,” ujar Jaya. Jaya dengan Nisa sudah bisa menebak apa yang baru saja terjadi karena Galuh berada di depan kamar Amin yang tertutup rapat. Nisa pun membawa Galuh ke kamarnya, Galuh masih belum berhenti menangis. Setelah selesai membereskan yang berserakan di lantai, Jaya pun mengetuk pintu kamar Amin. Perlahan dan dena Gan kesabaran. Menunggu sampai Amin mau membuka pintu. “Paman, tolong buka pintunya sebentar. Jaya mau bicara sa
last updateLast Updated : 2024-08-20
Read more

Kuburan yang Terbongkar

Galuh sibuk menyusun barang-barangnya yang baru saja diambil dari rumah Ina, tadi siang Jaya dengan Nisa mengambilkan barang-barang milik Galuh dari sana. Bukan hanya milik Galuh, tapi juga barang-barang milik Alif. Jemari Galuh perlahan mengusap lembut baju kesukaan Alif, baju kaos bermotif ultraman hadiah dari Angga saat ulang tahunnya. Galuh mencium dan menghirup aroma pakaian yang sudah lama tersimpan dalam al-mari itu dikarenakan sudah tidak muat lagi di badan Alif, namun Alif melarang Galuh untuk membuang pakaian kesayangannya itu. Kerinduan menusuk hati Galuh kembali. Galuh meringkuk menahan isakan tangisnya agar tidak terdengar sampai keluar kamar karena tidak ingin mengganggu siapapun. "Anak mama, doakan mama supaya bisa ikhlas ya. Doakan ayahmu juga agar ayah bisa kembali seperti dulu. Maafkan ayah belum datang menjengukmu, kamu jangan pernah membenci ayah ya, Nak!" Galuh berbincang pada baju Alif itu, seolah ia sedang berbincang dengan Alif secara berhadapan. Suara tang
last updateLast Updated : 2024-08-21
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status