Semua Bab Suamiku Ternyata Pewaris yang Tertukar : Bab 11 - Bab 20

118 Bab

11 Kamu Enak Dapat Saya

Byanz dan Yolla duduk di kursi yang telah tersedia. Sambil makan, sesekali mereka berdua terlibat obrolan singkat dengan Vivian dan Rasha yang duduk berhadapan. “Hari yang sibuk untuk seorang CEO?” komentar Rasha basa-basi. “Sangat, apalagi untuk orang baru seperti saya.” Byanz menganggukkan kepalanya. “Oh ya?” tanggap Rasha dengan ekspresi terkejut. Yolla sendiri disibukkan dengan obrolan yang menurutnya tidak begitu penting dengan Vivian. “Kamu masih kelihatan muda, lulus sarjana umur berapa?” tanya Vivian ramah. “Dua tiga mungkin ... entahlah, sudah lupa,” sahut Yolla, sesekali jemarinya asyik berselancar ria di layar ponselnya. Byanz yang melihat kalau Yolla lebih sibuk dengan gawai di tangan, tidak tahan jika tidak menegurnya. “Bu Yolla?” panggil Byanz sambil mendekatkan kepalanya ke arah Yolla. “Tolong simpan ponselnya dulu, kita sedang ada jamuan penting sekarang ....”“Diam,” desis Yolla sambil mendorong kepala Bya
Baca selengkapnya

12 Saya akan Menolaknya

“Makan, Fan?” Byanz menyambangi Ifan di belakang, tempat yang biasa digunakan para petugas kebersihan untuk melepas penat setelah bekerja. “Loh Yanz, kamu ngapain sampai ke sini?” tanya Ifan terkejut. “Kamu kan sudah naik jabatan ....”“Ya terus?” sahut Byanz sambil tersenyum kalem. “Nggak masalah kan, ini jam makan siang. Nanti aku bisa balik ke ruanganku lagi kalau sudah jam kerja.”Ifan belum sempat menjawab karena saat itu ada beberapa orang yang melihat Byanz dan menyapanya. “Aku kira kamu sudah lupa sama teman-teman office boy,” komentar Ifan ketika dia dan Byanz duduk satu meja di kafetaria. “Macam orang-orang yang sudah naik kelas.”Byanz menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aku bukan lupa, tapi lagi adaptasi sama kerjaan.” Byanz menjelaskan. “Jadi CEO itu nggak sementereng kelihatannya Fan, tanggung jawabnya berat. Dan aku nggak mau mengecewakan Pak Sony yang sudah kasih aku kesempatan.”Ifan mengangguk paham, kemudian menyedot es teh
Baca selengkapnya

13 Mempersiapkan Acara Pertunangan

Sony memandang Yolla yang tengah terbaring lemah dengan jarum infus terpasang di salah satu punggung tangannya, sementara Virnie terlihat duduk dengan wajah sedih di sampingnya. “Pak Byanz, saya sangat berterima kasih.” Sony bergegas menemui Byanz yang masih berada di luar.“Sama-sama Pak,” sahut Byanz sambil buru-buru berdiri. “Bu Yolla sudah tidak apa-apa kan, saya permisi kembali ke kantor dulu ....”Sony menganggukkan kepalanya. “Sekali lagi terima kasih,” sahut Sony sambil tersenyum. “Biar sopir kantor yang mengantar kamu.”“Baik Pak,” angguk Byanz sambil berbalik pergi. Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, Byanz sesekali menjawab pertanyaan dari sopir yang mengantarnya tentang apa yang baru saja dialami Yolla. “Saya nggak tahu persis, mungkin kecapekan.” Byanz menjelaskan sebisanya. Setibanya di kantor, Byanz kembali menekuni pekerjaannya dan bayangan Yolla yang tengah terbaring lemas langsung menghilang begitu saja dari pikirann
Baca selengkapnya

14 Bukan Office Boy Lagi

Kedua orang tua Byanz terkejut bukan main saat mendengar berita bahwa anak mereka akan dijodohkan dengan putri dari pemilik perusahaan besar sekelas Emerald Enterprise.“Kamu serius, Yanz?” tanya Ramzy, ayah Byanz dengan wajah tidak percaya.“Iya, Yah.” Byanz mengangguk membenarkan.“Tapi keluarga Pak Sony itu keluarga terpandang,” kata Sari, ibunda Byanz dengan suara lirih. “Apa mereka mau besanan sama keluarga kita yang sangat sederhana ini?”Ramzy dan Sari saling berpandangan, membuat Byanz jadi ikut bimbang.“Ayah sama Ibu nggak usah kepikiran, nanti aku kabari lagi.” Byanz buru-buru menimpali.“Ayah sih nggak mempermasalahkan kamu berjodoh sama siapa, asalkan dia bisa menghargai kamu dengan segala keadaan kamu.” Ramzy menyahut.“Memangnya Yolla yang akan dijodohkan sama Byanz itu anaknya seperti apa?” tanya Sari ingin tahu.Ramzy menarik napas.“Jujur perangainya nggak terlalu bagus,” ungkap Ramzy. “Sangat berbanding terbalik sama anak kita y
Baca selengkapnya

15 Mendadak Jadi CEO

Sekeras apa pun usaha Yolla untuk menolak perjodohan itu, tetap saja ayahnya tidak akan membatalkan rencana yang sudah dia susun sejak lama.“Apa sih yang Papa lihat dari Babangs?” tanya Yolla tidak habis pikir. “Kalau Papa memang mau aku menikah, biar aku yang cari jodoh sendiri. Tentunya yang sesuai sama kriteria aku karena kelak aku yang akan menjalaninya.”“Memangnya kamu bisa menjamin kalau pria yang kamu pilih itu adalah orang baik-baik?” tanya Sony sambil memandang putrinya lekat-lekat. “Paling juga dia hanya mau sama kekayaan papa saja ....”“Apa Papa pikir Babangs juga nggak begitu?” sahut Yolla dengan napas memburu. “Dia kan dari keluarga pas-pasan, jelas saja dia nggak mungkin menolak perjodohan ini. Kapan lagi bisa dapat jodoh satu paket? Sudah cantik, kaya, berpendidikan tinggi, populer, orang tuanya juga kaya raya, punya perusahaan ....”“Byanz menolak kok,” kata Sony tenang.“Apa?” Yolla terpaku. “Dia berani-beraninya menolak rencana Papa ...? Somb
Baca selengkapnya

16 Kalian Resmi Bertunangan

“Kamu nggak malu?” desis Yolla di telinga Byanz ketika pria itu sedang memasangkan cincin pertunangan di jari manisnya.Byanz tidak menjawab.“Seharusnya kan ibu kamu yang membawakan cincin pertunangan ini,” sambung Yolla seakan mengejek bahwa Byanz tidak cukup mampu untuk membeli sepasang cincin pertunangan.Di saat yang sama, ingin sekali rasanya Byanz mematahkan jemari Yolla yang lentik. Dia paling tidak suka saat mendengar ada orang yang sengaja menghina ibunya.“Maaf ya, ibu saya harus mempertimbangkan apa kamu pantas dihadiahi cincin istimewa.” Byanz membalas sambil tersenyum samar.Yolla melirik Byanz dengan tatapan maut, hampir tidak ada dari para orang tua yang menyadari bahwa pasangan di depan mereka sedang bertikai.“Nah kalian berdua, mulai hari ini kalian resmi bertunangan.” Sony memandang Byanz dan Yolla bergantian. “Semoga kalian bisa memanfaatkan momen ini ke depan dengan saling mengenal satu sama lain.”Byanz menganggukkan kepalanya.
Baca selengkapnya

17 Kesempatan Sekali Lagi

Byanz mendengus pelan begitu mendengar pengakuan jujur Rani terhadapnya.“Memang sekarang aku sudah bukan office boy lagi,” katanya setuju sambil menganggukkan kepalanya. “Dan karena itu kamu jadi mengejar-ngejar aku lagi kan?”Rani sukses terbungkam.“Yanz, tolong kasih aku kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki hubungan kita. Kamu mau kan?” pintanya dengan wajah memelas.Namun, Byanz menggeleng dengan sangat tegas. “Aku nggak bisa, Ran. Kamu nggak lihat kalau aku sudah punya tunangan?” katanya sambil dengan sengaja menunjukkan cincin yang kini melingkar di salah satu jemarinya. “Satu hal lagi yang harus kamu tahu tentang aku, kalau aku ini adalah orang yang sangat menghargai hubungan yang apa adanya.”Rani menarik napas.“Apa selama ini aku kurang menerima kamu apa adanya?” Dia masih berani bertanya.“Menurut kamu?” tukas Byanz. “Kamu lupa, kalau kamu sendiri yang jelas-jelas mengakhiri hubungan kita di depan Bu Yolla hanya gara-gara aku kerja ja
Baca selengkapnya

18 Menerima Garis Nasib

Byanz baru saja selesai mandi sore dan sedang setengah jalan mengenakan kaos santai untuk menutupi tubuhnya yang masih agak basah.“Yanz, ada Rani di depan!” seru Sari sambil mengetuk pintu kamar Byanz beberapa kali.“Iya, Bu!” sahut Byanz sambil menyisiri rambutnya yang lebat dengan jari tangannya. Dia sebetulnya malas bertemu dengan Rani lagi, tetapi di sisi lain dia juga enggan jika tetangga menganggapnya sombong setelah kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat.“Hei, Ran?” sapa Byanz dengan nada yang berusaha dibuatnya seramah mungkin. “Ada perlu apa kamu ke sini?”Rani menghirup napas sebentar sebelum menjawab. “Aku mau minta maaf,” katanya pelan tanpa memandang Byanz.“Minta maaf?” tanya Byanz sambil mengerutkan keningnya. “Soal apa?”“Semuanya,” jawab Rani, menoleh dan menampakkan wajah sedihnya kepada sang mantan kekasih. “Aku harap kamu mau maafin aku, Yanz. Mungkin ucapan aku sangat menyakitkan hati kamu ....”Byanz terpaku sebent
Baca selengkapnya

19 Menghabiskan Waktu dengan Byanz

“Ibu nggak perlu mikirin itu,” geleng Byanz sambil menatap Sari. “Untuk sekarang ini Pak Sony maunya aku sama Bu Yolla saling mengenal, masalah menikah ... aku belum tahu kepastiannya gimana.”“Lho, apa-apaan ini Yanz?” tanya Ramzy bingung. “Yang namanya tunangan kan seharusnya maju ke pernikahan, kok kamu malah belum pasti?”Sari memandang Byanz dengan sorot mata yang menuntut penjelasan.“Yang namanya jodoh, siapa yang tahu?” jawab Byanz lugas. “Pertunangan memang sifatnya mengikat, tapi ikatannya bisa saja putus setiap saat. Jadi aku minta Ayah sama Ibu nggak usah terlalu kepikiran. Aku saja menjalaninya dengan santai.”Sebenarnya dalam hati, Byanz mengakui bahwa dirinya tidak bisa sesantai itu menghadapi ucapan dan perlakuan semena-mena Yolla kepadanya. Terkadang ada keinginan untuk membalas sedikit saja kesombongan Yolla agar dia menyadari bahwa masih ada langit di atas langit.Hari itu Byanz menyempatkan diri untuk melihat-lihat brosur yang menampilkan bera
Baca selengkapnya

20 Hari-hari Pertunangan

“Jangan mimpi terlalu tinggi kamu,” potong Yolla sambil menjatuhkan dirinya ke sofa.“Saya nggak mimpi kok,” kata Byanz pura-pura bodoh. “Kalau saya bermimpi, saya nggak mungkin bisa sampai ke rumah Pak Sony dengan selamat seperti ini.”Yolla melengos.“Saya pikir kamu bakalan datang pakai ... seragam office boy,” komentarnya, seperti biasa dengan nada merendahkan.Namun, Byanz tidak menjawab dan hanya menoleh memandangnya dengan ekspresi datar.“Oh iya lupa, kamu kan sudah bukan office boy lagi.” Yolla meralat ucapannya. “Penampilan kamu nggak buruk kok, malah mirip seperti mahasiswa yang sedang magang. Tapi ... memangnya kamu pernah kuliah di universitas? Enggak kan, bukannya kamu cuma lulusan SMP?”Byanz menarik napas panjang. Sudah jelas jika kedatangannya ke rumah Sony hanya untuk dihina-hina Yolla saja.Sampai kapan dia akan bertahan dari pertunangan konyol ini?“Maaf Pak, bagaimana kalau saya mundur saja dari pertunangan dengan Bu Yolla?” Byanz
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status